Prolog

38 3 0
                                    

Note:

Ini adalah Novel keduaku, jadi jangan lupa untuk dukungannya; Vote! Comment! Juga jangan lupa untuk Follow! Tak lupa untuk memasukan buku ini ke "library"-mu

==== PROLOG ====

Hari sudah senja, warna langitpun berubah yang semula terang menjadi kelabu.


Tibalah kini saatnya sang surya memberi waktu pada bumi untuk beristirahat sejenak, sebelum bertemu kembali dikeesokan pagi.

Suasana bangunan yang menjulang tinggi di tengah kota itu juga berubah: yang tadinya panas berganti dingin, yang semula ramai berganti sunyi.

Disalah satu ruangan digedung tersebut, tampak seorang lelaki berusia 35 tahun terlihat sedang mengumpulkan beberapa file kedalam tas kerjanya lalu beranjak mengambil jaket yang ada digantungan dekat kamar gantinya.

Potongan badannya yang atletis dan didukung dengan wajah tampan, serta terlahir dikeluarga yang bergelimpangan harta, yang menjadikannya CEO di perusahaan keluarga, jadilah ia lelaki playboy.

Ya dia adalah CEO di perusahaan itu.

Langkahnya terhenti saat terdengar suara ketukan dari balik pintu.

"Ya, masuk" ucapnya sambil meraih jacket dari gantungan lalu mengenakannya.

Lelaki itu sedang siap-siap untuk segera pulang agar bisa bercumbu dengan istri tercintanya-wanita cantik yang baru saja dinikahinya secara sah.

Lelaki itu lalu merapikan pakaiannya dan masih dalam posisi membelakangi siapapun yang hendak masuk.

Saat berbalik, tatapannya berubah drastis, yang semula senang menjadi Suram. Senyum yang semula mekar diwajah gantengnya berubah tegang seketika. Ia ibarat disiram air cuka.

Shock, marah, khawatir, takut. Semuanya bercampur aduk jadi satu.

"Ka.ka.kamu....!"panggilnya terbata-bata.

"Ya ... Saya pak! Mirna bekas assistent bapak yang dengan tidak hormat dipecat gara-gara perbuatan bapak sendiri. Apa bapak masih ingat saya?" Sahut wanita anggun yang baru saja masuk.

"Ya! Kenapa kamu disini? Siapa yang mengijinkanmu masuk" Tanya pak Burhan dengan nada jengkel serta kaget yang tak berketulungan.

"Tidak ada pak...! Saya masuk sendiri!" Balas Kania yang datang bersama bayi berusia beberapa hari.

"Apa!!!!???" Ucap Burhan yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Mau apa kau kesini?" Sambungnya setelah menyaksikan tingkah laku Kania yang datang tiba-tiba padahal sudah dipecat.

"Anak siapa yang kau bawa?"Tanya Burhan lagi sambil memfokuskan pandangannya pada bayi yang digendong Kania.

"Anak bapak!" Sahut Kania dengan enteng.

"APA....!!!!???" Seketika, Burhan panik. Bersyukur ada meja yang menahan tubuhnya jika tidak, mungkin tubuhnya sudah terjatuh dan terbaring dilantai, setelah mendengar ucapan Kania yang singkat tapi mematikan bah petir disore hari.

Burhan mencoba berpikir jernih dengan cara berusaha mengatur napas dengan teratur.

"Apa bapak Burhan sudah lupa kejadian di vila setahun yang lalu?" Ucap wanita itu mencoba mengingatkan Burhan atas perbuatan kejinya setahun yang lalu.

"Apa? Jadi dia ....? Tunggu ... Ini tidak mungkin... Uh uh tidak" ucap lelaki itu sambil menggelengkan kepala tanda tak percaya."... tidak mungkin, dia bukanlah anakku"

"Bapak pikir saya perempuan apaan pak? Kalau saja waktu itu bapak tidak memaksa saya, mungkin dia tidak akan ada." Balas Kania tegas menjawab tuduhan Pak Burhan atasnya sebagai perempuan nakal.

"Lalu apa maumu?" Ketus Burhan berprasangka kalau Kania datang memerasnya.

"Menurut bapak?" Kania sengaja memberi jedah pada kalimatnya sambil memperhatikan wajah Burhan.

"Kamu pasti sudah tahu kalau saya sudah menikah." Burhan berusaha mencari solusi dari permasalahan ini. Hanya saja dia tidak ingin berurusan dengan Kania. Dalam hal ini, dia Juga tidak ingin berurusan dengan bayi kecil itu. "Berapa jumlah uang yang kau minta agar kau mau pergi jauh?"

Kania yang mendengar ucapan Burhan barusan, mendadak membuat expresi kania berubah menjadi emosi. Jika diandaikan api maka api itu sudah berkobar dan siwo meledakkan ruangan ini.

Dia melangkah mendekati Burhan dan melayangkan tamparan diwajah tampan Burhan.

"Kau,.... Sama sekali tidak berubah. Kau pikir aku datang untuk meminta pertanggung jawabanmu? Saya Juga tidak sudi. Saya tidak berharap sedikitpun untuk hidup dengan lelaki brengsek sepertimu." Tukas Kania masih dengan nada marah dan tatapan membunuh.

"Lalu apa maumu?" Tanya Burhan dengan nada kesal. Dia terus menatap wajah Kania.

Tatapan mereka bertemu, keduanya memasang wajah serius dam tatapan keduanya pun sama-sama mematikan.

"Kau yang sudah menghancurkan hidupku namun aku masih cukup kuat untuk mempertahankannya. Sejatang tugasku sudah selesai. Tinggal tugas mu......." Ucap Kania tegas sambil sengaja memberi jedah dalam omongannya, sambil memperhatikan ekspresi diwajah kelaki bejat itu.

"Kau yang sudah membuat dia ada, maka Ku titipkan dia padamu. Entah mau kau apakan dia: mau kau bunuh, kau jual, atau kau buang sekalipun itu hakmu sebagai ayahnya. Aku sudah melakukan tanggumg jawabku sebagai ibunya: memgandungnya selama sembilan bulan dan melahirkannya. Semuanya kulalui tanpa kau disisiku sebagai ayahnya." Tegas Kania sekali lagi dengan tatapan mautnya, sambil meletakkan bayi itu di atas meja kerja Burhan beserta tas kecil yang berisi perlengkapan bayi tersebut.

Tanpa ada kata-kata lagi,Kania langsung berlari keluar dari ruangan itu.

Burhan yang masih shock tidak bisa berkata-kata untuk mencegat Kania. Ia hanya bisa menonton kepergiannya yang menghilang dibalik pintu.

Dia menatap bayinya yang masih tertidur pulas dalam keranjang bayi tersebut. Ingin rasanya dia datang dan merangkulnya tapi disisi lain dia masih shock.

Batinnya masih tak percaya kalau dia punya bayi. Otaknya masih mencoba menganalisa apa yang akan terjadi, terutama dengan kehidupan pernikahan mereka yang masih seumur jagung. Apa yang istrinya akan lakukan? Bagaimana orang akan memandang dirinya?

Sudah tentu dia belum siap dengan semua ini.

Setelah tiga jam kemudian, akhirnya Burhan mendapatkan ide bagaimana cara untuk menyembunyikan semua ini. Semua harus kembali seperti semula. Ini berarti, dia harus menyingkirkan bayi itu.

Dia tidak ingin reputasi perusahaannya yang lagi Naik daun berubah drastis. Dia belum siap jika para investor akan menarik kembali sahamnya dan tidak dipercayai lagi oleh para relasi bisnisnya.

Dia tidak mau kebahagian pernikahannya yang baru seumur jagung terpecah belah atas kedatangan bayi yang tak diharapkan itu. Seorang bayi yang lahir dari rahim wanita yang tidak dicintainya, wanita yang bukanlah istrinya, wanita yang merupakan pelampiasan hasrat sesaatnya.

Disatu sisi, dia juga masih manusia yang tidak tega karena walau bagaimanapun, bayi mungil itu adalah darah dagingnya sendiri.

Namun dilain sisi, dia juga belum siap untuk memiliki anak. Kalaupun dia ingin punya anak, dia ingin bayi itu adalah buah hasil cintanya dengan sang istri yang dinikahinya secara sah, Rena.

Sejak tadi, bayi mungil tak berdosa, yang sedang tidur dengan tenang dalam keranjang bayi diatas mejanya itu, hanya ditatapnya. Tanpa ia sentuh, peluk atau bahkan menggendongnya.

Setelah beberapa saat ia menimbang-nimbang, akhirnya keputusannya pun sudah bulat untuk menitipkan bayi itu disebuah panti.

*****-******
Bagaimana? Penasaran Dengan ceritanya?

Jangan lupa:
1. Follow Akunku ya..
2. Add cerita ini di reading list mu
3. Vote dan komentar ya

Salam,
Herman Baso

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menari Di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang