Intro

27 1 0
                                    

.

.

.

Aku benci warna oranye.

Mungkin kalian berpikir, apa-apaan? Belum-belum sudah bilang benci. Baru juga mukadimah cerita ini ditulis, sudah bicara soal hal yang dibenci.

Tepatnya apa yang aku benci soal warna oranye juga masih kurang jelas, agak absurd sebenarnya. Menurutku, warna itu terlalu cerah mencolok di mataku. Belum lagi warna oranye mengingatkanku akan api. Api berwarna oranye kemerahan yang panas dan membara.

Aku juga benci api. Titik.

Jadi ketika aku tiba di kantor ini untuk memenuhi panggilan wawancara kerja, saat ku pandang ruang bercat oranye jelek yang mendekorasi interiornya, aku sudah tahu ini bukan pertanda bagus. bagaimana bisa jadi pertanda bagus bila hal yang kau benci tertempel nyata di setiap dindingnya?

Konyol, aku tahu. Oranye hanyalah sekedar warna. Tidak ada yang akan menghentikanku untuk menghadapi wawancara ini, langkah awal untuk memasuki dunia kerja. Tapi, ketika seorang lelaki berseragam oranye (yang tampaknya warna resmi perusahaan) keluar dan memanggil namaku, campuran ekspresi dingin dan masam di wajahnya bisa jadi merupakan alasan baik bagiku untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai masalah yang akan menimpaku nantinya.

***

"Astita Priyanthira." Dengan suara yang rendah, namun herannya cukup lantang, si lelaki memanggilku masuk keruang interview.

Nama lelaki itu Setyo Ananwidhi. Diakronimkan, dan kau dapatkan kata Set-An. Demi untuk menyesuaikan namanya, dia mengubah hidupku jadi bagai neraka. Neraka senyala warna oranye jelek mencolok yang terpampang di dinding ruang-ruang kantor ini.

Orange Coloured LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang