Kamar adalah ruangan sakral bagi gue, walau gue kalo tidur suka nomaden. Awalnya, gue tidur di kamar pertama, dekat pintu depan. Ada satu lemari dari jaman baheula disana yang udah hampir jebol karena suka gue masukin.
Suatu hari, Rahman, adek legendaris, masuk ke kamar bersama kakak gue, Rifdah.
Tiba-tiba si adek ngegandolin baju kakak gue sambil mewek. Kakak gue panik, dikiranya dia kejepit atau apa.
"Lho Dek, kenapa ?" tanyanya ala kakak yang baik.
"Ituu... Ituu..." Adek gue melihat ke atas lemari. "Ada nenek-neneek."
JEGEEER ! Kakak gue yang sedang cuma berdua sama si Rahman pun sok menenangkan Rahman dan menggendongnya ke luar rumah. Padahal dia nggak berani masuk sendirian, nunggu emak pulang.
Kejadian itu membuat gue pindah kamar, ke kamar tengah, kamar gue sekarang.
Walau gue harus sempil-sempilan sama adek gue yang cewek, Azka, gue rela. Dari pada harus tidur di kamar belakang yang jendelanya dapet exclusive view dari sungai belakang lengkap dengan pepohonan pisangnya, uihhh hawa dingin ala film-film horror bertiup dari jendela, tokek berbunyi horror, bagian plafon kamar sudah mengelupas, lampu suka kedip-kedip...
Itu kamar kesenengan bapak gue. Katanya sih, adem.
Semua gue kira akan berubah saat gue dibelikan tempat tidur baru yang bertingkat. Gue pikir gue akan sedikit lebih pemberani, nyatanya... Kayaknya gue salah posisi kasur.
Kasur yang posisinya lebih ke atas membuat gue sejajar dengan jendela, dan rumah sebelah adalah kos-kosan yang hemat lampu. Akhirnya, setiap mau tidur, gue selalu nyempil-nyempil ke tembok biar nggak ada kesempatan liat jendela.
Suatu malam, gue mimpi buruk. Gue terbangun di kasur, menggigil tapi berkeringat.
Ternyata kipas gue kekencengan.
Tapi jendela yang ada disana justru membuat gue tersiksa oleh anak kost sebelah.
Pernah sekali, gue lagi asyik nggambar di kasur, hadep jendela. Jendela gak mau dipasangin gorden sama emak, karena gampang kena debu. Horornya, gue gak pernah tau bagaimana jendela itu selalu penuh debu setiap malam.
Lanjut. Nah, karena nggak ada gorden penyelamat, otomatis orang luar bisa liat ke dalem kamar gue.
"Ceweek, ceweek, kok belom tiduur ?"
Asdfghjkl, kampret ini anak kost. Emang gue tau gue cantik jelita tapi liat kek, pas itu gue masih kelas 6 SD dan masih suka parno. Yaudah gue cuekin. Sayangnya (dan sialnya) panggilan absurd itu berlanjut walau gue udah sok tidur. Bahkan dia sampai ketuk-ketuk jendela.
Matiin lampu ? BIG NO. Gue bisa parno sendiri. Gak peduli kakak gue ngomel karena dibilang gak sehat.
Pernah juga suatu malam, gue udah ketir-ketir mau tidur. Terbuai oleh empuknya kasur, dinginnya kipas...
"HEPI BERSDAY TU YUUU HEPI BERSDAY TU YUU !!"
Kost-kostan sebelah mendadak ramai oleh suara teriakan, balon meletus, tepuk tangan anarkis. Plus cie-cie ketika yang ulang tahun ditembak temennya. Segeralah berakhir, wahai mahasiswa, karena ini sudah jam 9 malam.
Gue mencoba melihat. Ada beberapa balon, sebuah kue. Gue ngiler liat kuenya. Tiba-tiba, salah seorang mahasiswa ngelihat gue.
"Eh adeknya masih bangun... Maaf ya deekkk..."
Gue langsung pura-pura mati.
Beda gue, beda emak gue. Jika gue mendapat horror karena keparnoan gue sendiri, emak mendapat horror asli tapi nggak jadi serem karena keberaniannya.
Suatu malam, emak gue baru selesai ngejahit dan mau tidur. Saat melewati kamar gue, emak mendengar isakan cewek.
"Nong, Inong ?" panggil emak gue khawatir, disangkanya gue yang nangis. Di cek, ternyata gue masih terlelap sambil ngiler.
Aneh.
Emak gue kembali mendengar isakan. Didorong rasa penasaran, emak gue... Membuka jendela.
"Aaaa !"
Ternyata di bawah jendela ada mahasiswi galau baru diputusin pacarnya, nangis di antara taneman. Mahasiswi itu nggak jadi galau dan ngibrit ke kamarnya. Dia harus berterima kasih ke emak gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Hantu Seorang Author
Mystery / ThrillerBulu kudukku mulai meremang. Hawa panas kamar berubah menjadi sedingin es... Bukan cerita horror biasa, apalagi cerita horror picisan yang nemu di timeline Line. #65 in Mystery/Thriller 02/03/2016 #13 in Mystery/Thriller 13/03/2016