Part 1

67 6 4
                                    

Aku menulis dengan hati, semoga kalian suka

Lita

~~

Alicia POV

Matahari sudah menampakkan wujudnya, meski dengan malu-malu. Sinarnya sudah memenuhi celah-celah gedung pencakar langit. Suara deru kendaraan dan hentak kaki pekerja yang terburu-buru mengejar waktu sudah jelas terdengar.

Aku Alicia, seorang gadis berkuncir kuda sudah siap menghadapi apapun yang terjadi hari ini. Ku kayuh sepeda angin merah mudaku dengan semangat, tak peduli dengan suara klakson mobil-mobil mengkilap yang hendak memotong jalanku.

'dua menit lagi, datang tepat waktu atau tidak sama sekali'

Hanya satu tikungan lagi dan aku akan sampai. Ku kayuh sepeda anginku dengan semangat. Beginilah diriku setiap hari terburu-buru dan berantakan.

Dua puluh lima meter lagi, anak rambutku sudah tak dapat bertahan lagi, mereka terbang terbawa angin akibat ulahku.

Dan, Yes!!. Kuparkir sepeda merah mudaku disamping pintu belakang sebuah kedai kopi tempatku bekerja.

"Kau bekerja cukup keras hari ini, terimakasi", ucapku sambil tersenyum penuh bangga kepada sepeda angin tua ku.

Ku sempatkan untuk merapikan penampilanku, ku selipkan anak rambut nakal yang menempel di wajahku ke belakang telingaku. Dan aku membuka kenop pintu tersebut, aku sontak dikagetkan dengan berdirinya Uncle Bean di balik pintu.

"Ho ho ho. Kau beruntung Alicia aku tidak jadi memotong gajimu. Satu menit yang sangat berharga", ucap uncle Bean dengan menyungingkan senyum ramah kepadaku.

"Apa kau ingin membunuhku uncle Bean?, kau membuatku jatungan", ujarku sambil mengelus dadaku dan memasang raut muka cemberut.

"Cepatlah bekerja bebek manisku, kau tak ingin pamanmu ini sedih kan?", dia berkata sambil mengacak pelan rambutku.

"Oke captain", aku menjawabnya dengan semangat.

--

Hari sudah mulai sore, dan pelanggan terakhir sudah hendak berdiri dari tempat duduknya. Aku menatap jam dinding di atas pintu masuk.

'jam lima sore, ini sudah saatnya aku pulang. Aku lelah, mungkin berendam air hangat bisa menjadi pilihan terbaik'

aku sudah bersiap pulang, kuraih tas punggung ku dan ingin pamit kepada uncle Bean.

"Paman, aku pulang dulu sekarang sudah jam lima. Apa ada yang harus kubantu?" ucapku sambil menatap uncle Bean yang sedang menyapu lantai.

"Tidak, kau pulang saja. Aku juga hendak menutup kedai ini. Cuaca diluar sangat dingin, gunakan jaketmu. Aku tak ingin kau sakit dan membuatku kewalahan menghadapi pelanggan. Mengerti?", ujar paman bean sambil mengelus puncak kepalaku.

Aku menggangguk, uncle Bean memang sudah menganggapku sebagai putrinya sendiri, rambutnya yang telah beruban tak dapat menyembunyikan wajah tampannya di usia senja. Aku sudah bekerja selama dua tahun di kedai ini, walaupun gaji yang kudapat tidak terlalu banyak tapi itu semua sudah cukup bagiku, dan kasih sayang paman Bean yang kudapat tidak bisa ku sia-siakan.

***

Lores POV

"Lores!,Lores!!..bangun!, mau sampai kapan kau disini..,ini sudah pagi", seorang pria mengguncang tubuhku yang tergolek tak berdaya di meja bar.

"Finnick!, tinggalkan aku..aku mau disini dulu.."

Finnick menghela nafas berat.
"Kalau aku mengerti akan jadi seperti ini, aku tak akan mengikuti ajakanmu Lores" ucap pria berwajah oriental tersebut.

Finnick berusaha membopong tubuh jakungku menuju mobil mewahnya yang terparkir disalah satu club terkenal di Paris.

--

"Jam berapa ini?"ujarku sambil menyesuaikan mataku dengan cahaya matahari yang sudah berada di atas ubun-ubun.

Aku sudah berada di appartement ku dan baru teringat, kalau kemarin malam aku berpesta dengan Finnick.

'Finnick?
bagaimana nasib anak itu?'

Segera kucari smartphone ku di meja kecil samping ranjang king size ku. Keningku berkerut ketika menyadari ada sebuah note kecil disana.

"Kalau kau memang ingin menyiksakumu tidak perlu mengajakku berpesta Feros. Aku akan membalasnya nanti"

Sahabat yang selalu kau susahkan
Finnick.

sebuah senyum langsung terukir dibibir tipisku. 'dasar orang timur'

Ya, Lee Finnick Alexander dia memang sahabatku sejak aku mengeyam pendidikan menengah pertama. Dia satu-satunya orang yang dapat bertahan dengan segala sifatku. Bahkan dia mengetahui segala sesuatu tentang diriku, hingga aku berpikir dia memiliki "perasaan" kepadaku. Sudahlah lupakan, tentu saja itu bohong. Dia normal dengan semua kegilaannya.

Aku harus mandi, bau alcohol ini menggangguku. Tapi tak apa, kemenagan Judi ku kemarin sudah cukup membuat hariku terselip sedikit senyuman.

~~

Thanks sudah baca.love you guys

Behind meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang