Twenty Third

294 22 6
                                    

P.s males edit

P.s.s kalo mau baca yang mateng nunggu completed :) okey jd no komen kalo typo atau apapun itu, solanya BELON DI REVISI ... Mantav

*****

Caca memutar knop pintu bercat krem dengan tulisan 'Caca's! No Enter!' yang menggantung sebagai hiasan. Gadis itu melangkah masuk, ranselnya ia lempar ke sembarang arah lalu merebahkan diri pada kasur berukuran queen size-nya.

Matanya bertumpu pada langit-langit kamar, tapi pikirannya sudah melalang buana entah kemana. Banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini dan itu menjadi beban baginya. Belum lagi kejadian tadi yang membuatnya merasa bersalah hingga sekarang.

Seperti tayangan yang diputar kembali, satu-persatu wajah Daffa bermunculan. Tatapannya pada Caca tadi, astaga Caca mengingatnya dengan jelas.

"...Terutama lo Ca, Makasih."

Caca menggulingkan tubuhnya ke kanan.

"...semua orang itu sama. Tapi kalo diliat lebih detil lagi, busuknya itu keliatan. Bener, kan?"

Caca memejamkan matanya erat-erat;berusaha menghilangkan pikiran tersebut. Tapi bukannya hilang malah semakin terpatri di otaknya. Bahkan Caca tanpa sadar mengetuk-ngetuk kepalanya.

Akhirnya ia frustasi sendiri. Caca pun melompat duduk dan bersandar pada panel kasurnya. Tangannya menopang dagu.

'Drrrtt ... Drrrtttt ...'

Ia menghiraukan handphonenya yang sudah sibuk bergetar sedaritadi. Sekarang ia benar-benar butuh waktu untuk menenangkan diri. Dan itu sendirian.

Caca memutar tubuhnya kearah cermin di sebelahnya. "Ca, lo itu sayang sama Daffa, Kan?"

"Terus kenapa tadi lo malah bikin kacau, yah emang sih serem juga ... Tapi emangnya Daffa bakal paham mau lo sebenernya?"

'Tokk ... Tokkk ... Tok...'

Caca mengamati lamat-lamat refleksi dirinya di dalam cermin besar tersebut.

'Tokk ... Tokk ....'

Wajahnya membetuk garis-garis halus diantara kedua alisnya. Jelas sekali ia masih ragu-ragu akan jawabannya, "Ah ... Daffa pasti ngerti gue!" Caca mengepalkan tangannya. Yakin akan opsi yang ia ciptakan sendiri.

Caca bangkit dari duduknya lalu melangkah kearah cermin tersebut. Tangannya menyentuh bayangan dari dirinya. Tangannya bergerak menyusuri permukaan cermin tersebut. Entahlah, tapi ia seperti meihat sosok yang tidak dikenal. Tapi ia juga tidak mematahkn fakta bahwa itu adalah dirinya,

"Lo kenapa deh, Ca?"

Caca tercekat lalu mencari-cari asal suara tersebut.

"Weh, bolot. Gue disamping elu!" geramnya-Dan suara itu berasal dari Fandha.

Fandha memelintir telinga Caca dengan penuh dendam, "Lo tau gak sih, gue daritadi nunggu dibawah ampe lumutan. Mana ditelpon gak ngangkat."

Caca meringis dengan wajah seperti hehe-sorry-gue-gak-tau.

"Eh, iya ... lo kenapa tumben ke sini?" Caca bertanya sambil mempersilakan Fandha duduk.

"AAA~ Caca gue gaber*, mana yang lain pada sibuk. Terus gue kerumah lo aja jadinya, karena kebetulan aja gue lagi lewat sini."

Caca membereskan kamarnya yang sedikit acak-acakan. "Loh? Rumah lo kan jauh dari rumah gue," sahut caca seperti gumaman.

"Semua gara-gara Revan, Dia tadi ngajak gue lunch di earnd Cafe di deket sini, ehh pas balik dia nurunin gue di tengah jalan." Fandha menggertakkan gigi dengan pandangan menerawang

Caca menghentikan aktivitasnya.

"Nurunin lo ditengah jalan?" Fandha mengangguk. "Aih, gila ... kok bunny lo gitu?"

"Dia bilang buat buktiin gue jodoh dia apa bukan, jadi gue suruh nyari jalan sendiri buat nemuin tuh anak, dan stop manggil cowok gue dengan sebutan Bunny!"

Caca terkekeh, " Hahaha. Ada-ada aja sumpah tuh anak, dia lucu sih tapi playboy ... gak salahkan dia dipanggil Bunny?"

"Hhh, terserah lo deh. Eh iya gue tadi abis liat chat di group ... lo kenapa sama 'dia'."

"Kenapa gimana?" Caca menaikkan sebelah alisnya, "Di gudang belakang?"

Fandha mendekatkan diri kearah Caca. "Terus tadi gimana? Udah kelar belum?"

"Bukan kelar, tapi ancur."

Caca melempar pandangan pada jendela kaca di sisi kanan kamarnya. "Dia nyangka kalo gue Cuma pura-pura suka sama dia. Yah, gue juga tadi rada ragu jawab jujur-"

"Astaga, Ca... Apa susahnya tinggal bilang ya. Toh, Daffa juga milih lo."

"Tapi gue takut dicap perusak hubungan sama orang-orang," lirih Caca. "Lo gak tau, Fan ... gue harus tiap hari nelen semua omongan orang-orang yang buruk tentang gue, dan orang yang begitun gak Cuma satu atau dua orang. Apalagi Nata sama genknya itu hobi labrak-labrakkan."

Fandha mengangguk paham ... karena yah, memang faktanya begitu. Setiap sekolah pasti punya komplotan cewek gosip yang hobi ngelabrak. Akuin aja,

"Tapi, apa lo udah mikirin perasaan Daffa gimana? Dia mutusin Nata-"

Caca menghela nafas, "justru letak masalahnya di situ."

"Yah, gue Cuma bisa berharap Daffa bakal berubah pikiran tentang ngejauhin gue, semoga."

Namun sayangnya paada detik itu juga, di waktu yang sama dan tempat berbeda, Daffa sudah memutar arah hatinya.

-Ulalala 5 agikkk, oiya kalo soal REVAN ama FANDHA itu bakal ada storynya di 'Since We Broke Up' mantavvv baca ya. Vote okhay. Bhay.

ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang