Sejarah banyak jenisnya seperti, misalnya, sejarah peradaban zaman, kekuasaan, bahkan kehidupan seseorang yang berpengaruh pada zamannya. Namun, yang paling kusuka adalah jaman dimana aku mendengar kisah tentang "sejarah" orang-orang di sekitarku selama mereka hidup di dunia.
Dan aku merasa "terhubung" dengan alur kehidupan -atau cerita-mereka di masa lampau, entah mengapa.
Mungkin sebelumnya aku pernah berjaya, bahagia, depresi, berduka, dan kemudian semuanya musnah begitu saja oleh waktu. Bagaikan sebuah lukisan hidup yang dibakar begitu saja hanya demi menghilangkan jejak sejarah dari dunia.
Rasanya, sepertinya aku pernah mengalami fase "hidup" pada kehidupan sebelumnya, namun memiliki alur kehidupan yang berbeda dengan diriku yang sekarang.
Mungkin sudah direncanakan agar aku tidak menyentuh masa lalu dan mengulanginya lagi.
Dan aku tetap akan menyentuhnya sekelam apapun.
Nasa, 2016
.
.
.
München, Deutsch Reich 1938
Kedua iris biru kehijauan milik wanita berusia dua puluhan akhir terlihat memandang kehidupan malam dari balik jendela rumahnya yang besar. Benar-benar terlihat sunyi daripada biasanya dan tidak ada satupun cahaya yang menarik perhatian wanita tersebut. Namun, telinganya berhasil menangkap suara hentakan kaki yang berjalan cepat lalu mencapai kediamannya.
"Kenapa mereka datang selarut ini?" tanya wanita yang menatap tajam iris benhur jernih milik pria bertubuh jangkung yang bersandar pada sofa merah marunnya sambil menggoyang-goyangkan gelas anggurnya yang berada di tangan kanannya sambil membuka lembaran dari sebuah buku yang sangat tebal dengan jari jemari dari tangan kirinya.
Tanpa menganggapi pertanyaan wanita bertubuh pendek dengan tatapan tajam khasnya, pria itu langsung meletakan gelas dan bukunya di atas meja lalu berdiri. Ia menghampiri seorang anak dengan surai brunette dan memiliki sepasang iris benhur -seperti miliknya- yang terlihat sedang asyik bermain dengan mainannya yang terbuat dari kayu. Tangannya meraih tubuh anak yang sudah memakai pakaian tidurnya. "Neil, vatti akan antarkan kamu ke kamar. Vatti punya tamu penting."
Anak yang dipanggil Neil oleh pria yang merupakan ayahnya ini hanya bisa mengangguk pelan sambil memandang wajah ayahnya. "Ja, vatti."
Suasana di ruangan tersebut terlihat kelam. Elizaveta Lotta Schröder-Linden benar-benar tidak bisa mengembangkan sedikit bibirnya karena ia merasakan bahwa ada yang membuatnya memiliki perasaan yang mengganjal untuk saat ini.
"Kenapa kamu masih di sini? Duduklah, biar aku saja yang menemui mereka."
Suara berat milik suaminya, Frederick Gustav Linden, benar-benar membuyarkan lamunan hampanya tentang apa yang terjadi dengan pemerintahan di negaranya. Aneh memang jika orang seperti Lotta memikirkan hal seperti itu, walaupun Gustav sendiri merupakan manusia berdarah biru yang dekat dengan orang-orang di pemerintahan. Bukan berarti Gustav anggota partai apalagi orang yang mempunyai kekuasaan di pemerintahan yang bisa melobi apapun. Ah, tidak segamblang itu.
"Guten abend (selamat malam), mengapa kalian bedua datang selarut ini?" tanya Gustav pada kedua tamunya dan kedua irisnya melihat ke arah luar rumah untuk memastikan tidak ada hal yang janggal seperti petugas yang berpatroli atau tetangganya yang tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyaknya.
Setelah selesai, Gustav memberikan isyarat agar kedua tamunya masuk ke dalam rumahnya dengan cepat sebelum ada seseorang dari kejauhan yang melihatnya. "Kami ingin meminta pertolongan pada kalian."
YOU ARE READING
The Portrait of Girl With Chrysanthemums
Historical FictionDan aku merasa "terhubung" dengan alur kehidupan -atau cerita-mereka di masa lampau, entah mengapa.