Bumi, Manusia dan Sampah

1.5K 213 74
                                    

"Cintailah Sampah untukku, Bumi." Manusia tersenyum kecil.

Perkataan itu sukses membuat Bumi tertohok. Jadi? Apa arti pengorbanannya selama ini?

Bumi menelan ludahnya.  Hatinya kini bagai teriris-iris benar-benar pedih. Bagaimana bisa ia mencintai sepenuh hati makhluk tak berperasaan seperti ini? Hati yang selama ini selalu ditujukannya untuk Manusia rasanya jatuh, pecah berkeping-keping. Kasihnya memang tak pernah terbalaskan, harusnya ia tahu itu.

Bumi memang diciptakan untuk mencintai manusia dengan segenap jiwa raganya. Hal itu tidak terpungkiri lagi, seberapa banyak pun luka yang Manusia torehkan pada Bumi, sebanyak itulah kasih sayang yang Bumi berikan pada Manusia. Bumi tidak pernah bisa menyangkal bagaimana Tuhan menciptakannya sedemikian rupa, hanya untuk mencintai makhlukNya yang dinamakan Manusia.

Bumi takjub.

"Aku yakin kalian adalah pasangan serasi. Daripada kamu terus mengharapkan aku? Aku terlalu sibuk Bumi untuk membalas perasaanmu. Maaf." Manusia menatap Bumi dengan tatapan itu lagi. Tatapan merendahkan yang seharusnya dibenci oleh Bumi, namun malah sebaliknya.

Bumi terlalu menyayangi Manusia tanpa melihat dirinya yang kian hari kian hancur.

"Oh begitu." Bumi tersenyum pahit. "Aku mengerti."

Bumi menggigit bibir bawahnya, hendak menahan agar tangisnya tidak luruh di hadapan makhluk terkasih.

Selamanya Bumi hanya akan menjadi seorang pelayan bagi Manusia. Yang dipergunakan untuk menghidupi kesehariannya. Tanpa pernah kebaikan itu terbalaskan, Bumi hanya tersenyum tulus.

Bumi mendekat dan berbisik, "Aku akan mencoba."
.
.
.

"Untukmu."

Karena bersama dengan Sampah  sama saja dengan meneteskan racun dalam minumannya. Sampah memang diam-diam menyayangi Bumi. Tapi keberadaannya dapat menghancurkan Bumi secara perlahan sadar atau tidak sadar. Bumi tahu hal itu. Tapi bagaimana bisa menolak permintaan dari seorang tercinta? Bumi terlalu menyayangi manusia tanpa sadar dirinya lah yang terluka lebih banyak.

Bumi rela menenggak racun sekali pun, bila memang itulah yang Manusia minta. Dan kali ini, Bumi tidak akan berpikir dua kali untuk ikut menerima Sampah dalam kesehariannya.

Bumi tersenyum, menyisakan seribu tanda tanya dalam hatinya.

Pertanyaannya adalah,

Bagaimana bisa yang menyayangi dengan tulus harus merelakan diri terinjak paling bawah? Apakah memang tempat paling rendah itu hanya diisi dengan orang-orang yang tulus? Atau harus menjadi rendah dulu agar bisa menyemat kata tulus dalam hati?

Bumi bingung.

Entah sejak kapan Sampah tiba di sela-sela Bumi dan Manusia. Tatapan mata itu, memancarkan ego dan nafsu. Rambut hitamnya yang pekat bergoyang-goyang ketika ia berlari. Sampah berlari ke pelukan Bumi.

Memeluk tangan kanan Bumi dengan mesra.

"Kak Bumi," sahutnya tertawa penuh kemenangan. Bumi balas menatap Sampah dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Iya, Kakak di sini," jawab Bumi tersenyum kecil sambil memaksakan diri membawa Sampah dalam rangkulannya. Dan benar saja, seperti menenggak racun yang hebat. Tubuh Bumi rasanya sakit sekali, rasa nyeri menjalar. Bagaikan ribuan impuls saraf mengantarkan rasa seperti ditusuk ribuan jarum kesetiap senti tubuhnya. Rasanya sakit luar biasa walaupun hanya menyentuh sampah. Apakah mencintai Manusia harus sesakit ini?

Manusia tersenyum melihat Sampah. Ia senang telah membantu sahabatnya dan bangga karena telah mempersatukan dua hati itu. Ia tersenyum puas sambil menatap Sampah penuh arti. Menagih apa yang dijanjikan sampah tempo lalu.

Sampah tahu, Manusia kini tengah meminta 'imbalan' atas kebodohannya sendiri. Kehilangan Bumi, maka ia akan kehilangan seseorang yang membuatkannya makan setiap pagi.

Walaupun begitu sampah tetap akan memberi 'Si Bodoh' itu harta yang berlimpah. Walaupun si Bodoh itu terlalu Bodoh untuk berpikir bahwa 'ia-tidak-akan-bisa-memakan-uang'.  Entahlah, itu sudah bukan menjadi urusan Sampah lagi sekarang, ia kini hanya ingin bermesra-mesraan dengan kekasih barunya.

"Kami pergi dulu ya, Manusia." Sampah terus menggandeng Bumi yang tersenyum sopan menjauh. Mereka berdua melenggang pergi.

Selepas keduanya pergi, timbul gejolak dalam dada Manusia. Rongga dadanya seakan panas. Paru-parunya hendak meledak.

Dan saat itu tiba.


Saat dimana Manusia sadar bahwa ia sangat membutuhkan Bumi.

***

A/n : HAHAHAHAHA... MAKANTUH MANUSIA...

maafkan aku karena cerita ini yang kurang jelas. Tapi rasa gemesku susah hilang. Apalagi sama orang yang buang sampah sembarangan dan berpendapat "yang lain juga buang sampah sembarangan kok."  Pardon me? Yang lain juga berpendapat karena yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Lantas kenapa gak kita mulai dari diri sendiri aja? Aku cukup kecewa dengan seorang pelajar sma yang membuang sampahnya di angkot waktu itu (HAHA GUE INGET MUKA LU) dan pernah ada kejadian ibu-ibu paruh baya melakukan hal yang sama di depan anaknya :( aku turut prihatin... maafkan atas kealayanku yang kurang kerjaan nginget nginget wajah orang yang buang sampah sembarangan tapi gak berani negur /aku tahu aku pengecut/ semoga besok besok ga gitu lagi.

Maaf sudah curhat panjang2. Karena mungkin kertas bertuliskan "dilarang buang sampah sembarangan" pun gak cukup di zaman ini.

Aku bukan Sampah-Bumi shipper. HIDUP BUMI DAN MANUSIA...

Forursmile

***

Kisah Cinta Bumi dan SampahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang