Chapter 3
"I'll see you soon." Shawn berucap dengan senyuman indah terukir di wajahnya. Membuatku menjadi semakin kikuk.
Dengan susah payah aku menganggukan kepalaku lalu melambaikan tanganku pelan ke arahnya. Setelahnya mobil 1975 Chevrolet Camaro Milik lelaki itu pun melesat menjauh perlahan.
Aku pun berbalik. Memperbaiki peganganku pada beberapa kantung belanjaanku agar mereka tidak terjatuh dan melangkahkan kaki menuju pintu utama rumahku.
Tetapi bunyi bruk berhasil mengalihkan perhatianku. Dengan segera aku pun berbalik dan mendapati seorang wanita yang sudah berkepala enam dengan tubuhnya yang masih berisi sedang berusaha menunduk untuk mengambil barang belanjaannya yang berserakan. Aku mengenal beliau, Nyonya Anne.
Aku pun segera menaruh belanjaanku di teras rumah dan dengan langkah besar mendatangi beliau dan segera memunguti barang-barang belanjaannya. Beberapa barang sudah kotor karena terjatuh ke kubangan air dan sudah menggelinding ke arah jalan.
"Biar Jane saja, Nyonya." Ujarku seraya meraih kantung kertas yang sekarang hanya berisi setengah. Memilah-milah barang mana yang akan aku masukkan.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri." Sahutnya denga suara bergetar. Aku menggelengkan kepalaku, meletakkan sebotol tomat ke dalam kantung belanjaan lalu menatap sekelilling. Mungkin saja aku melewatkan sesuatu.
Saat kumerasa semuanya sudah cukup, aku pun mengangkat kantung belanjaan itu lalu berjalan beriringan dengan Nyonya Anne menuju rumah beliau yang jaraknya 3 rumah dari tempat kami berdiri saat ini.
Tidak banyak obrolan diantara kami. Yang terdengar sedari tadi hanyalah suara Nyonya Anne yang terus menerus memujiku. Beliau sangatlah berlebihan.
Kami pun sampai di rumah beliau setelah memakan waktu 5 menit. Dengan tangan bergetar, beliau membuka kunci rumahnya dan melangkah ke dalam dengan susah payah. Aku pun mengikutinya dan meletakkan barang belanjaan beliau di atas meja makan beliau. Seperti yang diperintahkan.
"Apa anda membutuhkan bantuan lainnya?" Tanyaku dengan sopan. Beliau pun menggelengkan kepala pelan seraya tersenyum ramah. Aku pun mengangguk dan pamit pulang.
Saat aku sudah berada di ambang pintu, beliau pun berkata, "Kau tahu, Jane? Dunia membutuhkan lebih banyak orang yang sepertimu."•••
Aku melangkahkan kakiku secara perlahan melewati koridor sekolah. Saat ini sekolah sudah ramai. Orang-orang berkumpul secara berkelompok di depan loker-loker yang berada di sisi kanan dan kiri koridor.
Aku pun berhenti di depan loker yang berada di sebelah kananku dan memasukkan kunci ke lubangnya. Membukanya dan mengeluarkan buku-buku yang kuperlukan dan kembali menutup loker itu.
Sejauh ini segalanya berjalan dengan cukup baik. Memang, seperti biasa beberapa orang menatapku jijik tetapi, aku berusaha mengabaikannya. Tidak ingin terlihat sangat tersanggung dengan itu.Tiba-tiba saja seseorang menubrukku dengan keras. Sukses membuatku kehilangan keseimbangan dan berakhir dengan mencium lantai. Detik berikutnya, suara tawa pun memenuhi pendengaranku. Aku pun berusaha bangkit, agar tidak terlihat sangat lemah dan segera melangkah menjauh dengan kepala tertunduk.
Tetapi, entah mengapa sejauh apa pun aku melangkah, suara tawa itu selalu mengikutiku. Seakan-seakan semua orang sudah janjian. Membuatku semakin menundukkan kepalaku.
Aku duduk di kursiku saat sudah tiba di kelas. Bangku di sampingku saat ini masih kosong. Dengan kata lain, Dylan belum datang.
Kulihat beberapa pasang mata menatapku sembari menahan tawanya dan sisanya sudah tertawa dengan lepasnya. Membuatku merasa tidak nyaman. Bahkan, beberapa orang sengaja melangkah di belakangku seakan-akan ada sesuatu yang menarik dari belakang tubuhku.
Detik berikutnya pun aku sadar, dengan gerakan cepat aku pun mengarahkan tanganku ke pundakku dan menemukan selembar post it tertempel disana dengan sederet kata yang ditulis dengan penggunaan huruf capital yang secara acak.
CaRi akU dI LuXUrY nIght cLuB jIka meMbutuHkaN PaSanGan oNe nIghT StaNd
- JaNNe si Kikuk yAng kuRanG BelAian
Ya Tuhan.
•••
Sekarang adalah jam makan siang. Jam dimana kantin menjadi sangat sesak dikarenakan siswa yang datang berbondong-bondong untuk mengisi perutnya.
Tetapi hari ini aku makan siang sendirian. Sedari pagi aku sama sekali tidak melihat Dylan. Aku sangatlah mengingat jadwal pelajaran Dylan dan pada hari ini Dylan ada kelas kalkulus dan Sejarah.
Aku sekelas dengan Dylan pada kelas Sejarah. Tetapi tidak pada kelas Kalkulus. Karena itu aku pun melewati kelasnya untuk memeriksa apakah ada seorang Dylan O'brien di dalam sana. Tapi nyatanya tidak ada. Dia menghilang. Cahayaku hilang.
Aku berusaha untuk berpikir positif. Mungkin dia sedang ada urusan atau mungkin sakit. Tapi ada satu bagian hatiku membisikkan kalau Dylan tidak ingin bersamaku dan berusaha menghindar dengan cara tidak memunculkan batang hidungnya.
Dengan hembusan nafas berat aku pun menyilangkan sendok dan garpuku di atas piring. Tanda aku selesai makan. Oh, memikirkan lelaki itu sangat sukses untuk membuatku stress dan kehilangan nafsu makan.
Aku mendorong kursi yang kududuki dengan kakiku. Menghasilkan bunyi gesekan. Aku pun berjalan meninggalkan cafeteria menuju kelasku yang selanjutnya yaitu kelas Biologi.
Ku harap aku akan menemukannya keesokan hari.
Thank you for everyone who takes the time to read my story and please leave your vote and comment . By the way, sorry for late update. I'm really sorry.
-Nadia
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly Cinderella
Hayran Kurgu"What do you think about Janessa Lyan?" Ugly, Weird, Nerd, etc. Just that? They know nothing about her. Her life is like in hell. No happiness. No smiling face. Everybody see her like she is the only one reason for the destruction of the world. Unti...