Bad Omen

104 7 7
                                    

Chapter 1: Bad Omen

Bantal guling? Cek. Sekotak Big Box Pizza? Cek. Extra Sugar Coke? Cek. Semua oke. Levi siap memasuki medan perang. 'Perang' dalam arti kata penyiksaan berat bagi pelajar ogah-ogahan seperti Levi. Kalau kata orang, hidup segan mati tak mau.

"Sel somatis... Sel germinal... Gahh! Susah banget elah!" Levi melempar buku Biologinya ke lantai. Ia meraih iPhone 6-nya dan mulai mengutak-atik tanpa tujuan yang jelas. Cowok itu mendelik tajam saat pandangannya menyapu daftar chat Line di hapenya. "Ngapain Dea tiba-tiba ngechat gue? Masih belom puas ngerjain gue tadi?" Teringat kejadian tadi pagi, Levi sudah siap ambil kantong muntah.

Namun rasa penasarannya membuat ia mengesampingkan segala pikiran negatif dan membalas chat itu.

Deandra E : Halo Levi.

Levi : y, ad ap?

Begitulah Levi. Saat sedang bete, pasti ia hanya membalas chat ala kadarnya. Dan sekarang moodnya sedang berantakan. Besok ujian Biologi dan ia belum belajar sama sekali. Menurutnya, buat apa belajar bagian-bagian tubuh manusia, toh saat besar nanti ia tak mau jadi dokter.

Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Teng! Suara notifikasi cempreng pun terdengar dari hape Levi. Begitu dicek, rasanya ia ingin membenturkan kepalanya ke tembok. Deandra baru saja mengirimkan satu paragraf kalimat yang tidak jelas dan memutar-mutar. Aduh, cewek itu tidak tahu saja kalo Levi sedang uring-uringan saat ini. Dengan malas Levi membacakan teks panjang nan tidak berguna itu.

"Vi, besok kan ujian Biologi. Udah belajar? Mau belajar bareng ga? Gue bingung nih harus gimana. Mau kan? Ketemu di mana? Starbucks bisa? Di rumah gue juga gapapa. Bokap nyokap gue lagi pergi, jadi gabakal ganggu mereka kok. Tapi di CIM juga oke sih, sekalian nonton abis itu. Hehehe, gimana?"

Dasar poni alay, pikir Levi. Ia buru-buru mengetikkan satu kata simpel yang sebenarnya tak ampuh membungkam Dea.

Levi : Gk

Deandra E : Gaasik lu ah, sejam aja gapapa kan.

Deandra E : Woy, Vi.

Deandra E : Bales dong, Vi

Deandra E : Jari gue keriting nih ngetiknya.

Levi muak, dan ia mengambil cara paling mutakhir. Ia memblokir bocah berisik itu dari daftar temannya. Ia mengambil kembali buku Biologinya dan berjuang membaca runtutan kalimat yang seperti bahasa alien itu. Ia hanya bisa berdoa semoga ujian besok diundur.

***

"Baik, semuanya masukan buku kalian ke dalam tas. Kita akan memulai ujian," ujar Bu Ria, guru Biologi kelas sebelas, sambil mendelik ke arah Levi. "Apa itu di bawah kolong mejamu, Levi? Contekan ya?" Mengetahui rencananya terbongkar, Levi garuk-garuk kepala mencari alasan. "Itu bu... tadi keselip di kolong saya."

"Banyak alasan kamu. Buang sana kertasnya!"

Ujian berlangsung dengan tegang. Kebiasaan Levi yang lain, saat ujian pasti ia menghabiskan 15 menit pertama meratapi nasib. Tengok kanan kiri, tak ada yang layak untuk diintip. Sebelah kanannya duduk Yoel yang sama putus asanya dengan dirinya. Sementara itu di sebelah kiri ada Deandra. Dan tunggu seribu tahun lagi hingga Levi sudi meminta tolong padanya.

Menyadari dirinya sedang ditatap, Dea menolehkan kepala dan mengulaskan senyum usil, "Makanya, lu kaga belajar bareng gua sih. Soal begini mah kecil." Ia menjentikkan jarinya seraya mencibir Levi. Yang diejek malah makin geram. "APAAN SIH?" teriaknya tanpa sadar.

"Levi, kamu ini! Mengganggu ketenangan kelas saja!" Ujar Bu Ria dengan kata-kata baku dan logat Jawanya yang kental. Wanita paruh baya itu lalu ngedumel dalam bahasa kampungnya.

My ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang