"Kemana lagi nih anak?"
Perempuan berambut hitam sebahu dengan memegang map hijau transparan berdiri ditengah keramaian kantin. Ia menggerakan kepalanya mencari sahabat kecilnya yang sekarang hilang entah kemana.
Tepat arah jam tiga perempuan itu berseru ketika melihat sosok yang ia cari sedang duduk membaca buku sendiri.
"Woy, Hirra."
Hirra tersentak kaget lalu melihat ke arah tersangka. "Kemana aja sih lu, Ra? Gue cariin juga." Ucap Ghita lalu duduk di samping Hirra.
Memutarkan kedua matanya dengan malas Hirra membuka novelnya lagi "Gue disini tuh daritadi. Lu nyari gue di loker-loker siswa sih makannya ngga ketemu."
"Ha-ha. Garing banget dah Ra.. Eh tau ngga Ra. Ih kesel banget deh gue masaa tadi..."
Hirra memutar kedua matanya lagi, hari ini ia sedang malas mendengar keluhan dari orang-orang sekitarnya. Hirra sampai bingung, kenapa banyak yang suka merekrut dirinya untuk menjadi pendengar curhat keluhan sehari-hari dari masalahnya, padahal Hirra hanya menjadi pendengar yang baik tanpa memberi masukan atau jalan keluar dari masalah itu. Walau hanya didengar tapi tetap saja ada yang sering mendatangi Hirra untuk tempat bercurhat malah semakin banyak.
Melihat sekeliling, pandangan Hirra terfokus kepada subjek yang sedang berbincang dengan ketiga temannya. Membuat Hirra terdiam melihat orang itu dan menghiraukan Ghita yang di depannya sedang menggebu-gebu bercerita tentang dosen barunya yang sangat menyebalkan.
"Gitu Ra, sumpah ya gue kesel parah. Untung aja dia cakep coba kalo engga udah gue tinju dah orangnya terus—" sadar bahwa Ghita dihiraukan oleh Hirra, dirinya mengungcang-guncang lengan Hirra "Hirra ih, dengerin napa kalo gue lagi curhat."
Hirra tersentak dari lamunannya monoleh ke arah Ghita "Ya lu, dari kemaren ngomongin tuh dosen mulu. Kalo suka mah bilang aja lah, Ta," balas Hirra sedikit kesal.
Ghita cemberut lalu melihat seorang yang daritadi Hirra pandang, "Kayaknya kata-kata lu lebih buat lu sendiri deh, Ra. Udah lima tahun loh, ngga capek apa mendem perasaan mulu?"
Hirra memasukan buku novelnya kedalam tas, "Lu tau kan, Ghit 'bagai pungguk merindukan bulan' ?nah itu, gue emang cuma bisa berharap sama sesuatu yang mustahil gue capai ."
Ghita menghela nafas, "Seenggak nya lu coba deketin dia dulu kek Ra."
Hirra menggeleng pelan, "bentar lagi juga gue ngga mendem persaan gue lagi."
Ghita tersentak lalu membulatkan matanya, "lu mau nembak Hilmi, Ra?"
Refleks tangan Hirra yang sedang memegang novel tebal itu mendarat di atas kepala Ghita, "Gue sembelih lo Git, kalo lu sebut merek sekali lagi."
Ghita mengaduh mengelus-elus kepalanya.
"Gue mau ngehilangin bukan ngungkapin perasaan itu." Balas Hirra lalu menyelempangkan tasnya lalu berbalik melangkah menuju perpustakaan.
*****H I R R A*****
"Tumben mama jemput aku hari ini," ucap Hirra ketika dirinya masuk ke dalam mobil mamanya.
Indri sang mama tersenyum kearah anaknya, "Loh emang ngga boleh ya?"
"Ya boleh sih, kan aku bilang tumben bukan ngga boleh." Balas Hirra lalu membuka tasnya mengambil softdrink lalu menyodorkan minuman itu ke mamanya.
Indri tersenyum lalu menggeleng menolak, "mama lagi sakit tenggorokan."
Hirra mengangguk, "udah kedokter mah?"
"Udah, ini habis check ke dokter terus sekalian jemput kamu."
"ohh."
"Hirra?"
Hirra menoleh melihat mamanya yang sedang fokus menyetir "hm?"
"Besok dateng ke acara teman papa ya."
"Loh, Hirra harus ikut?" tanya Hirra dengan heran.
Indri menghentikan mobilnya tepat dilampu merah lalu menoleh kearah anaknya, "iya, sekalian ngenalin calon tunangan mu nanti."
Hirra yang sedang meminum softdrinknya lalu tersedak membuat Indri segera mengambil tisu dan botol berisi air putih. Dengan cepat Hirra menenguk softdrinknya lalu meminum air putih.
Dengan cepat Hirra menoleh melihat Indri dengan tatapan mengerikan, "Ma. Aku masih 19 tahun. Aku ngga mau tunangan ma."
Indri melajukan mobilnya, lalu membalas Hirra dengan polos "Jadi kamu mau langsung nikah?"
"HAH?"
Mobil Indri lansung mengoleng dengan cepat Indri memulihkannya, "Kamu tuh perempuan. Ngga baik teriak-teriak. Lagian kamu denger kan apa yang mama tanyain tadi?"
"Iya tapi kan mah. Emang mama mau anaknya nikah muda?"
"Loh, mama kan nawarin tunangan doang bukan nikah."
Hirra membelalak lagi, lelah menghadapi mama nya yang selalu benar ini, "Ma.."
"Maama..Aku ngga mau tunangan. Aku masih mau kuliah dulu, kan kata mama, aku harus pinter dulu baru nanti cari jodoh." Rengek Hirra.
Indri terkekeh, "Loh bukannya kamu udah mau diterima jadi dokter bedah? Mama meragukan kalo kamu belom pinter."
Muka Hirra langsung menekuk cemberut sebal.
Indri tersenyum, "ya udah, ngga usah tunangan. Tapi kamu dateng loh besok lusa ke acara papa."
Refleks Hirra melihat Indri dengan semringah mata berbinar, "bener mah?"
Indri terkekeh lagi lalu mengangguk, "iya, tapi kamu harus ikut loh ya kesana."
Hirra mengangguk antusias mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hirra
Short StoryKetika 'Bagai Pungguk Merindukan Bulan' bukan lagi pribahasa untuk dirinya. A/N: . . Dedicated to @dinasyahira . . . Cerita ini Pengganti cerita 'Hi' yang belum selesai tapi akan dihapus. . . . Selamat membaca ^^ . . . Jangan lupa tinggalkan 'jejak'...