Kamu yang Ku Tunggu (Part 1)

2.1K 97 8
                                    

Aku mempercepat langkah ku saat memasuki sebuah lorong rumah sakit. Tergesa-gesa. Bahkan sangat. Terkadang aku menabrak orang yang melewatiku atau bahkan yang berada tepat di samping ku. Aku tak peduli itu. Yang aku pedulikan sekarang adalah keadaan sahabatku, sahabatku sejak aku berada di bangku SMA.

Aku mendapat kabar kalau sahabatku ini baru saja mengalami kecelakaan yang cukup parah, seperti yang kulihat sekarang. Seorang perempuan cantik tengah terbaring lemah di brankar didalam ruang UGD. Kulihat mamanya menangis tanpa henti melihat keadaan anak perempuan satu-satunya. "Bagaimana tante keadaannya?" Tanyaku pada mamanya.

"James" gumannya lirih, mungkin karena terlalu capek menangis hampir seharian.

"Iya tante, ini James" ucapku lembut sambil merengkuh bahunya memberikan kekuatan padanya. "Apa keadaannya baik-baik saja tante?" Tanyaku lagi.

"Tante nggak tau, dokter belum memberikan penjelasan padaku"

Baru saja kami membicarakan dokter. Seorang dokter keluar dari ruang UGD dan kurasa dokter tersebut yang menangani sahabatku. "Bagaimana dok keadaan sahabat saya?" Tanyaku langsung tanpa basa-basi.

"Apakah ada keluarganya disini?" Tanya dokter tersebut. Aku tak suka dengan dokter ini, mengapa ia menanyakan hal yang tak penting. Sudah jelas-jelas yang menunggunya disini pasti adalah keluarganya, bukan orang lain.

"Saya mamanya dok"

"Begini, keadaan anak ibu tidaklah begitu parah. Tapi benturan dikepalnya membuatnya tak sadarkan diri sampai jangka waktu yang tak bisa ditentukan. Jadi, untuk sementara waktu pasien bisa dibilang koma dan untuk perkembangan efek dari benturan tersebut kami akan selalu memantaunya" jelas dokter tersebut.

Benturan? Benturan keras pada kepala? Aku memiliki firasat yang tak enak bila mendengar kata benturan keras pada kepala.

"Apakah nantinya dia amnesia dok?" Tanyaku penasaran.

"Kami belum dapat memastikannya, karena keadaan pasien yang belum memungkinkan untuk diperiksa lebih lanjut. Tapi kami akan tetap memantau perkembangannya"

"Lalu apakah saya dapat melihat kondisi anak saya dok?" Sepertinya bukan hanya mama dari sahabatku saja yang ingin melihat langsung keadaan sahabatku, tapi aku juga ingin segera melihatnya.

"Kalau pasien sudah dipindahkan ke kamar rawat inap, anda bisa melihat kondisinya. Lebih baik anda segera mengurus administrasinya"

"Baik dok, saya akan mengurus segera"

"Baiklah, saya pamit duluan" dokter itu pun berlalu. "Tante ngurus administrasinya dulu ya, kamu tolong jagain anak tante"

********************

Sedih sekali melihat kondisi sahabatku yang terbaring lemah seperti ini, aku hanya bisa menggenggam tangannya sesekali mencium punggung tangannya. Saat ini sahabatku sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VVIP. Aku tak heran kalau dia ditempatkan di kamar rumah sakit yang terlihat seperti kamar hotel bintang lima seperi ini, pasalnya dia adalah anak pengusaha kaya dibidang penerbitan. Ayahnya terkenal sebagai CEO sukses dan terus menerus menduduki peringkat pertama dalam list orang terkaya di negri ini.

Ku perhatikan wajah cantiknya dengan detail, ku usap wajahnya dengan lembut pipinya yang menggemaskan. "Sejak kapan kau menjadi hobi tertidur?" Tanyaku padanya, walaupun ku tau sebenarnya ia tak akan menjawab. Tapi apa salahnya bila aku mencoba berbicara padanya?

"Bangunlah, kita masih mempunyai beberapa proyek yang harus dikerjakan bersama"

Yap! Aku dengannya sering memiliki proyek bersama. Aku sebagai seorang CEO muda yang memiliki sebuah stasiun televisi ternama di negri ini dan dia sebagai design interior terbaik, membuat kita harus sering melakukan kerjasama. Karena aku membutuhkan jasanya untuk mendesign interior studio ku yang selalu berubah tema.

JaDine In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang