Kolong Kesebelas: Sesuatu yang Hilang

7.9K 1K 164
                                    

Hubungan Zetta dan Vian renggang. Meski Zetta acap kali mendekati Vian dengan sengaja seperti mengambil pensilnya atau merampas bukunya, namun Vian masih saja enggan bertegur sapa dengan Zetta. Gigih terus saja melongo, lalu kepo. Apalagi saat Vian bercerita kalau Zetta adalah sepupu Bintang. Gigih nggak percaya, karena baginya dunia itu nggak sesempit daun kelor.

Satrio dan Bima sebagai orang yang jelas tahu sesuatu soal itu hanya nyengir dan mengangguk sok paham.

"Aku lihat kamu dan Zetta makin jauh gitu, ya?" Gigih berkomentar ke arah Vian.

"Emangnya dulu kami deket?" Vian berdecih nggak suka.

"Kan dulu biar nggak deket, tapi sering berantem gitu. Tapi sekarang, kamu kayak menghindar gitu..."

"Jangan gosip, deh Gih!"

"Aku beneran lho! Eh, ngomong-ngomong... ntar ada rapat PPK. Datang, ya!" Gigih nyengir. Mereka bertiga tahu kalau Gigih adalah sekretaris. Usut punya usut, ternyata PPK itu semacam karang taruna untuk kompleks. Mereka memang sedang mengadakan lomba antar kompleks, siapa yang terbaik maka kompleks itu akan mendapatkan hadiah dan bonus masuk TV.

"Sore, kan?"

"Pastikan kalian dandan yang cakep!"

"Hah?" Satrio melongo. "Emang ada apaan?"

"Ntar ada foto bareng...."

Vian malas kalau dengar acara foto-foto. Dia nggak suka saja kalau difoto. Dia nggak narsis. Dia malu dengan wajahnya sendiri. Pasti dia tampak paling putih dan juga paling mancung.

"Kalo takut tuh hidung keliatan duluan di kamera, pake masker aja!" Gigih seolah tahu apa yang Vian pikirkan. Vian mengangguk santai. Tangannya menyentuh liontin dari Bintang lagi. Semalaman dia nggak tidur dan hanya menatap benda mungil itu dalam diam.

Sejak Zetta mengatakan kalau dia adalah sepupu Bintang namun nggak mau memberitahu apapun soal Bintang, Vian seolah kena serangan harapan palsu. Zetta hanya sedang pamer, bukan membantunya.

Sore itu, mereka berempat memang tampil kece. Jadi pusat perhatian. Vian yang paling menonjol di sana. Meski cowok itu hanya menggunakan celana jeans dan juga kemeja yang digulung sampai siku, namun tetap saja wajahnya buleable. Vian nyengir.

Setelah acara foto-foto, Vian kembali jadi pusat perhatian. Cewek-cewek mulai hobi menariknya untuk diajak foto bareng. Bahkan nggak segan-segan pipinya dicubit dan hidungnya ditarik. Vian dibully.

"Kok dia bisa lebih populer, sih?!" Gigih protes. Satrio dan Bima nyengir. Percuma saja, Vian nggak akan tertarik dengan cewek-cewek itu. Hatinya sudah jadi milik seseorang. Meski Vian cukup bebal untuk menyadarinya, namun Satrio dan Bima tahu kalau rasa kangen yang Vian rasakan itu lebih dari rasa rindu terhadap sahabat.

Vian menoleh ke arah mereka, minta tolong. Dia ingin lepas dari cewek-cewek ini. Satrio dan yang lain nggak peka, sehingga Vian mencoba melarikan diri lagi. Gigih melongo dan akhirnya tanggap dengan reaksi Vian. Dia mengalihkan perhatian cewek-cewek itu untuk nggak mengejar Vian. Meskipun beberapa cewek sudah berhasil mengejar tadi. Cewek kompleks ini ternyata lebih ganas daripada cowok tulen.

Vian berlari. Dia ingin mewek sekarang. Bukan karena sudah lelah dikejar, tapi karena dia miris dengan nasibnya. Dia nggak mau dikejar cewek gahar. Nggak mauuuu!!

Ketika kakinya sudah mulai lelah, instingnya kembali memerintahkannya untuk sembunyi. Vian melompat ke kolong jembatan waktu itu. Berjongkok di sana untuk bersembunyi lagi. Ini kedua kalinya Vian dikejar dan terdampar di kolong ini.

Lalu seperti kejadian sebelumnya, dia bertemu cowok itu lagi di sini.

"Jadi, ini emang dari dulu basecamp kamu?" Vian menyindir, sekedar basa-basi. Cowok itu berdiri di sana dengan wajah datar.

Bintang di Kolong JembatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang