Jejak Jingga Dua Dunia

306 19 6
                                    

Jejak Jingga Dua Dunia

Sora menutup pintu loker dihadapannya diam-diam. Gadis itu menghela napas lega ketika mendengar suara klik pelan yang menandakan pintu loker telah terkunci. Berusaha tidak membuat suara, gadis itu berbalik dan melangkah menyusuri koridor menuju kelasnya pagi ini.

Hari masih pagi. Terlampau pagi malah. Walaupun sekolahnya merupakan sekolah berasrama, koridor di gedung pembelajaran selalu sepi sebelum pukul setengah tujuh pagi.

Lalu gadis itu merogoh tas selempangnya. Tangannya menggenggam buku kecil tebal yang halamannya sudah menguning. Sampul depan buku itu berwarna jingga polos dan sudah agak lusuh.

Membuka pembatas yang sengaja ia letakkan di bagian dalam buku, gadis itu menunduk dan melanjutkan bacaan yang tak diselesaikannya semalam sambil melangkahkan kaki tanpa khawatir akan menabrak seseorang. Semua kata-kata dalam buku jingga tersebut menggores hatinya dengan kepedihan luar biasa sekaligus perasaan miris yang membuat dadanya kembali terasa sesak.

Lalu pandangannya terangkat ketika bunyi 'duk' pelan terdengar didepannya. Matanya membulat dengan ketidakpercayaan ketika melihat sesosok laki-laki berjalan dengan santai sambil membetulkan posisi tas gitar di pundaknya. Tubuhnya yang berbalut jaket kulit berpostur agak membungkuk sementara rambutnya yang lurus kaku agak berantakan.

Pandangan keduanya bertemu sementara anggota tubuh mereka bereaksi dengan tindakan berlainan; salah satu memasukkan buku kecil ke dalam tasnya; salah satu menarik ujung jaket kulitnya dengan reflek.

Agak kikuk, Sora mengalihkan pandangan dan buru-buru melalui laki-laki itu sementara si laki-laki memandanginya hingga gadis itu hilang di ujung koridor.

Lama kemudian, si laki-laki tersadar objek pandangannya telah hilang bermenit lalu.

***

Rein memasukkan kode sandi lokernya. Dengan suara klik pelan, loker itu membuka dan menebarkan aroma manis tajam memuakkan yang jelas bukan jenis aroma yang akan di pilihnya untuk mengharumkan loker.

Bersumpah serapah, laki-laki itu menatap beberapa amplop dengan warna-warni lembut yang melayang jatuh ke dekat kakinya. Pandangannya berhenti pada salah satu objek yang bukan miliknya di loker tersebut.

Burung kertas jingga lagi. Dengan tulisan open di bagian tubuhnya. Agak penasaran, ia membuka lipatan origami jingga tersebut hati-hati.

Melihat punggungmu yang tegar membelakangiku

Kau anggap aku angin lalu

-Ra

Rein mengernyitkan dahi. Sudah dua minggu semenjak ia menemukan burung-burung kertas berwarna jingga di lokernya. Isinya merupakan kata-kata yang ditulis dengan tulisan kecil dan berjarak.

Pengirimnya jelas. Ra. Awalnya Rein tak percaya. Ra yang ia kenal tak mungkin mengiriminya hal seperti ini. Lagipula, Ra sudah tak ada. Bagaimana surat itu bisa sampai padanya? Itu pun kalau benar Ra mengirimnya lewat perantara. Kalau di sekolah ini ada Ra yang lain, Rein harus bagaimana?

Dengan asumsi yang bermunculan di benaknya, Rein melipat-lipat kertas tersebut dan memasukkannya asal saja ke dalam kantung di tas gitarnya.

Ogah-ogahan, Rein mengumpulkan amplop-amplop dan pada akhirnya mencampakkan semua amplop berbau menyengat tersebut ke tong sampah. Ia bingung. Bagaimana si Ra-Ra ini memasukkan origaminya jika tak ada seorang pun yang tahu kode sandi lokernya? Semua amplop itu dimasukkan lewat celah seperti garis yang memanjang di lokernya. Membuat sehelai amplop pastilah bisa masuk dengan mudahnya. Berbeda dengan kasus burung kertas jingga ini. Burung kertas jingga tersebut selalu terletak dengan keadaan tegak--yang rasanya tak mungkin dilakukan--dan sempurna. Hal tersebut tak mungkin dilakukan jika si pengirim tidak membuka lokernya.

Jejak Jingga Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang