BRAKKKK !!
aku membanting pintu kamar mandiku dengan hanya memakai handuk putih yang melingkari pinggangku untuk menutup daerah pribadi. Emosi masih membuncah di dalam diriku. Aku meliahat wanita itu. Mmh.. siapa tadi namanya? Sisi ? Yeah mungkin aku akan memanggilnya sisi saja. Dia menatapku horor Diatas ranjangku. Seperti habis melihat hantu.
"Apa?" Aku bertanya dengan wajah dingin padanya.
"Emh .. Itu.. kau.. tanganmu" dia menunjuk tanganku yang masih berlumuran darah.
"Bukan apa2 jangan peduli padaku" aku berjalan menuju lemariku tapi lenganku dicekal oleh sisi. Dia menariku untuk duduk di atas tempat duduk. Sedangkan dia berlari ke luar kamar dan tak lama masuk dengan membawa kotak P3K. Dia duduk di sampingku dan menggapai tanganku lembut.
"Bukan aku peduli padamu. Tapi ini sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah menolongku" dia berkata tanpa memandangku. Nampaknya dia sedang serius mengobati lukaku. Tak terasa sakit sama sekali.
"Jangan sampai terluka lagi" dia berkata dengan wajah tenangnya Setelah dia selesai memasang perbanku.
"Aku tak perlu nasehatmu"
"Well aku hanya memberi saran. Itu terserah padamu" oh ya tuhan wajahnya itu. Begitu polos tapi tetap tak bisa menyembunyikan wajah hawatirnya itu. Karena tak tahan melihat wajahnya yang menggemaskan itu dengan reflek Aku mendorongnya yang masih terduduk di ranjang sampai aku berada di atasnya dan sedikit menindihnya.
"Dengar S.I.S.I aku tak butuh semua saran mu. Singkirkan rasa hawatirmu dari wajah sok inocent mu itu dan cepat tinggalkan tempat tinggalku. Aku tak ingin saat selesai memakai baju nanti kau masih ada di rumahku" aku menekan semua perkataanku padanya. aku berdiri dari posisiku saat selesai mengatakan semua yang aku katakan padanya. Sekilas aku dapat melihat pandangan kecewanya padaku. Tapi siapa peduli. Aku hanya ingin dia menjauh dariku.
Sisi Pov
"Cihh.. sombong sekali dia. Dasar tak tau terima kasih. Minimal kan dia bisa mengucapkan terimakasih. Dan apa katanya? Dia mengusirku ? Baik aku akan keluar dari rumah ini sesegera mungkin!!" Aku keluar dari kamar...siapa dia ? Bahkan aku tak tau siapa namanya. Aku menekan setiap langkahku mengekspresikan rasa kesalku.
"Selamat pagi nona, anda ingin sarapan?" Aku berbalik saat terdengar suara pria yang sedikit parau. Aku sedikit mengernyit saat berbalik karena pria itu berpenampilan perlente dengan memakai jas slimsuit yang berwarna serba hitam. Wajahnya yang putih, berambut pirang dengan hidung yang mancung dan bola mata berwarna birunya secara tak langsung menjelaskan bahwa dia bukanlah asli orang indonesia. Dia sedikit membungkuk untuk menghormatiku saat aku menatapnya.
"Tidak terimakasih. Aku akan keluar dari rumah ini"
"Apakah anda sudah meminta izin tuan digo nona?"
"Digo? Siapa dia?"
"Anda baru saja keluar dari kamarnya nona." Pria itu sedikit tersenyum saat menjelaskannya.
"Oh jadi namanya digo?"
"Anda tak tau namanya nona?"
Aku hanya menggelengkan kepalaku perlahan. Dia sedikit tersenyum melihat reaksiku.
"Baiklah mari saya antarkan ke ruang makan untuk sarapan nona"
"Tidak, terimakasih tuan..."
"Albert, panggil saya albert"
Dia menyela kalimatku seolah tau maksudku menggantung kalimatku."Ah.. ya tuan albert, tuan rumah ini menginginkanku sesegera mungkin meninggalkan rumahnya. Jadi yeah aku harus meninggalkan tempat ini secepat mungkin bukan?"
Dia kembali tersenyum saat aku mengeluarkan kata2ku dengan cepat seakan tau kekesalanku.
"Sebaiknya anda sarapan terlebih dahulu sebelum meninggalkan tempat ini nona. Aku tak ingin di jalan anda pingsan dan membahayakan keadaan nona"
Akhirnya aku menuruti perkataan albert setelah beberapa kali dipaksa olehnya. Aku mengikutinya dari belakang sambil melihat ke sekeliling. Betapa luasnya rumah ini. Begitu banyak bingkai berisi lukisan2 yang artistik yang aku tau pasti harganya tak murah tertempel di setiap dinding bercat putih yang aku lewati. Yeah semua bangunan ini bercat putih. Tak ada yang lain. Tapi dari sekian bingkai2 lukisan. Yak ada satupun foto keluarga atau foto pemilik rumah ini.
"Nona" aku kembali ke dunia nyataku setelah terdengar suara parau itu lagi.
"Kita sudah sampai di ruang makan. Silahkan duduk. Pelayan akan mengambilkan sarapan untukmu"
Akupun duduk di kursi yang disediakan oleh albert. Ruang makan ini luas. Dengan meja makan yang berbentuk oval memanjang berbahan kayu jati dan terdapat sembilan kursi makan di setiap sisinya. Kursi makan itu di setiap ujung kaki2nya terdapat ukiran2 yang antik dan menarik. Terbayang kan betapa panjangnya meja makan ini. Di sebelah kanan meja makan terdapat pintu kaca yang membatasi antara kolam renang outdor yang luas dan ruang makan. Aku duduk di ujung meja makan setelah tak lama pelayan mengantarkan berbagai jenis sarapan yang aku tau tak akan mungkin aku habiskan. Mulai dari segelas susu, segelah orange jus, segelas air putih, setumpuk roti dengan selai berbagai macam rasa, nasi goreng dan sepiring bubur ayam."Saya tidak tau anda menyukai menu apa untuk sarapan nona. Maka silahkan anda pilih menu yang ada" albert nampaknya menangkap ekspresi bingungku setelah melihat berbagai macam makanan di atas meja makan yang disediakan untukku
Akhirnya aku memakan sepiring nasi goreng yang ada di depanku dengan lahap. Tak ada yang menemaniku. albert pun sudah tak ada di hadapanku. Aku baru mengangkat kepalaku setelah aku menghabiskan sarapanku dan baru menyadari ada tatapan tajam yang sedang memperhatikanku dari ujung meja makan yg sedang aku tempati.
"Sudah?"
Aku hanya mengangguk merasa tak enak karena pandangan tajamnya yang seolah mengintrogasiku. Dia sangat tampan dengan pakaian resminya. Dia memakai jas slimsuit berwarna hitam. Rambutnya yang tertata rapi menunjukan bahwa dia adalah seorang tuan besar yang sangat disegani.
"Tadi aku ingin segera meninggalkan tempat ini sesuai dengan perintahmu. Tapi tadi tuan albert memaksaku untuk sarapan, jadi.."
"Tak apa. Aku tak keberatan" dia memotong penjelasanku dengan wajah tersenyumnya. Hei !! Dia tersenyum. Dimana wajah dinginnya yang baru beberapa menit lalu dtunjukan padaku?
"Baiklah aku akan pergi. Terimakasih atas semua kebaikanmu selama aku berada di sini tuan..."
"Digo.. Digo Elexander Damian. Dan ku tarik semua perkataanku tadi padamu. Kau boleh tinggal disini semaumu. Dengan satu syarat"
"Syarat?"
Dia berkata sambil tersenyum dan berjalan perlahan ke arahku. Entahlah cara berjalannya begitu anggun bagai malaikat yang menyambutku untuk bisa terus bersamanya.
Setelah dia berada di sisiku. Dia mengusap pipiku dengan lembut. Sesaat mataku terpejam terhanyut dalam kelembutan sentuhan tangannya yang hangat di pipiku dan menjalar ke seluruh syaraf badanku."Kau harus menjadi pelayan di rumahku. Kau menjadi pelayan yang husus melayani semua kebutuhanku. Apapun itu"
Dia berbisik di telingaku. Suaranya yang terdengar lembut namun tegas dalam waktu yang bersamaan dan Hembusan nafasnya yang lembut dan berbau mint itu seketika mengembalikan nalarku yang sempat hilang karena buaiannya. Mataku terbuka seketika.
"Excuse me?"
Dia sedikit terkekeh melihat ekspresi wajahku.
"Kurasa kau sudah mengerti apa yang aku katakan tadi. Aku yakin IQ mu tidak di bawah rata2 sehingga meminta aku mengulangi semua kata2ku""Tapi digo ini..."
" no.. call me Damian. Just Damian"
**************
Akhirnya bisa update juga..
Maaf lama ya ..
Jangan lupa kasih bintangnya yaa..
Buat nambah semangat juga.
![](https://img.wattpad.com/cover/59952021-288-k823767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU FEEL MY HEART
Romance"Aku mencintainya. Tapi aku tak bisa bersamanya. Aku berbahaya. Aku tak pantas untuknya namun sisi gelap dalam diriku terus mendesakku untuk mendapatkannya" -Digo Alexander Damian- "Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Aku hanya ingin dia tau bahw...