Setelah lima tahun, tidak pernah terpikirkan sekali pun bahwa ia akan kembali ke tanah airnya lagi. Sebab sejak awal ia sudah memutuskan untuk menetap di sebuah negara yang terkenal dengan patung singanya, Singapore. Di sana ia telah memiliki pekerjaan yang layak dan sesuai dengan bidangnya. Namun telepon dari Maminya mampu membuat keputusannya berubah hanya dalam hitungan satu hari. Walaupun ia tahu bahwa dengan kembali ke kota ini sama saja dengan harus menghadapi seseorang yang paling ia rindukan.Clara menatap pemandangan di luar jendela kaca taksi. Tak banyak yang berubah dari ibukota yang telah ia tinggalkan selama lima tahun. Hanya gedung-gedung pencakar langit yang semakin bertambah jumlahnya. Tapi, kemacetan dan panasnya ibukota tidak berubah seakan-akan tetap ingin menjadi ciri-ciri kota Jakarta.
Clara turun dari sebuah taksi berwarna biru, membuka pintu pagar dan dengan langkah yang sedikit lebar ia berjalan menuju pintu utama rumah yang besar itu.
Clara memencet bel rumahnya sendiri. Hari ini ia bermaksud memberikan surprise untuk kedua orang tuanya mengenai kepulangannya yang sengaja tidak ia beritahukan kepada mami dan papinya. Ia menunggu sekitar lima menit hingga akhirnya pintu terbuka.
Seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumah secara perlahan. Wanita itu mendongakkan kepalanya, hendak melihat siapa gerangan tamu yang baru saja memencet bel rumah majikannya.
Ketika ia melihat seorang gadis cantik berambut panjang terurai berdiri tegak di hadapannya. Sebuah senyuman tercetak di wajah gadis itu sehingga pipi kanannya yang dihiasi lesung pipi tercetak jelas pada wajahnya. Ibu Harti, nama wanita paruh baya itu menatap penampilan gadis di hadapannya yang hanya mengenakan kaos dan celana jeans yang sudah sobek pada bagian pahanya sehingga memperlihatkan pahanya yang tampak putih. Namun di mata Ibu Harti, gadis yang sudah bisa dikatakan sebagai wanita dewasa ini tetaplah gadis kecil yang dulu selalu ditimang-timangnya.
"Non Clara?" tanya Ibu Harti dengan kerutan di dahinya.
"Iya bu. Ini saya Clara," jawab Clara.
"Astaga non!" Ibu Harti memandang anak asuhnya dengan pandangan tak percaya. "Sudah lama sekali. Non juga beda banget. Tambah cantik! Ayo masuk!"
Ibu Harti memiringkan tubuhnya memberi jalan agar Clara bisa masuk ke dalam rumahnya.
"Ibu bisa aja. Dari dulu aku gini-gini aja kok, bu. Tidak berubah. Mami dan papi mana, bu?"
Mereka mulai memasuki ruang keluarga rumah tersebut.
"Ada di dalam. Ibu ada di dapur dan tuan ada di ruang kerjanya."
"Okay. Terima kasih bu, aku akan melihat mami dan papi dulu."
"Iya non. Ini kopernya mau di bawa ke kamar non aja?"
Clara mengangguk. "Bawa langsung ke kamar aku aja bu. Itu juga kalau aku masih punya kamar di sini," canda Clara.
Bu Harti tersenyum kecil. Tentu saja kamar Clara masih seperti dulu. Sejak kepindahan Clara, walaupun pemilik kamar itu tidak berada di rumah ini tapi majikannya tetap merawat kamar itu seperti ketika pemilik kamar tersebut masih tinggal di situ.
Clara sudah melangkah mendekati dapur. Bagaimana ia bisa tahu letak dapur? Karena rumah ini tidak berubah selama ia tinggalkan dalam lima tahun terakhir ini. Clara dapat melihat Mami yang terlihat sibuk mengintip oven-nya. Beliau sedang berdiri membelakangi Clara dengan mengenakan apron. Clara tahu hal itu karena ia melihat tali apron yang terikat di pinggang dan leher maminya dari belakang.
Perlahan ia menghampiri maminya dan langsung memeluk maminya dari belakang. Membuat Inge sedikit melompat terkejut sembari memegangi dadanya.
"Astaga! Clara!" Inge membalikkan tubuhnya dan memandang puteri semata wayangnya yang sedang berdiri di hadapannya. Ada rasa harus di dalam dadanya saat ia melihat puterinya telah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm Heart
RomanceAndre tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan Clara. Sahabat yang telah meninggalkannya selama lima tahun. Lebih mengejutkan lagi orang tuanya mengikat mereka dalam pertunangan. Namun semuanya telah terlambat. Andre bersikap dingin terh...