3

930 57 0
                                    


Valina pov

Aku sampai di sebuah rumah bergaya minimalis, tante Ratna membukakan pintu mobil di sampingku lalu membimbingku masuk ke dalam rumah, kami disambut seorang pembantu rumah tangga yang masih berusia sekitar akhir tiga puluhan. Aku di ajak menuju kamar yang berada di pojokan rumah ini kamar bernuansa biru ini terlihat elegan dan nyaman.

Tante ratna langsung memintaku istirahat lelu dia juga langsung meninggalkanku, aku kembali memandang wajah putraku yang tertidur di dalam gendonganku. 'maafkan mama yang telah memisahkan kamu dengan ayahmu nak' kataku pelan.

Sebagai seorang ibu tentu saja aku tidak mau anakku tumbuh tanpa figur seorang ayah tapi mau bagaimana lagi, aku sudah lelah dengan semua ini, aku tau pernikahan kami memang tidak dilandasi dengan cinta tapi setidaknya aku juga masnusia biasa yang bisa merasa lelah jika beban hidup sudah tidak sanggup aku tahan lagi.

Selama dua tahun perkawinan mungkin hanya dua kali Erza benar-benar mengajakku berbicara, saat awal kita menikah dan saat kehamilanku di usia Sembilan bulan, aku tidak masalah jika selama ini Erza selalu menganggapku tidak ada tapi ibu mana yang tega membiarkan anaknya hidup hanya untuk menyaksikan perselingkuhan ayah kandungya?

Aku memang bukan orang yang sempurna tapi setidaknya aku sudah berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, aku selalu mendahulukan segala kepentingan suamiku meskipun melihat wajahku saja dia enggan. Meskipun dia tidak pernah menganggapku tapi aku sudah terlanjur mencintainya. Aku sadar kapan aku mulai jatuh cinta padanya yaitu saat pertama kalinya dia memberikan senyum tulusnya padaku.

Saat dia tau aku sedang menganduk anak kita dia begitu terlihat bahagia seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Aku kira setelah itu sikapanya akan berubah. Baiklah tidak dapat aku pungkiri setelah itu sikapnya memang berubah dia menjadi lebih perhatian ya setidaknya itu menurutku.

Erza memang termasuk seorang workaholic tapi semenjak dia tau tenang kanduanganku dia selalu menyempatkan untuk pulang lebih cepat. Dan sikap manisnya berubah seketika saat setelah aku melahirkan Nino saat dia mengajak aku untuk melakukan ibadah wajib sepasang suami istri, sungguh bukan maksudku untuk menolak karena aku juga tau apa konsekuensinya bagi seorang istri yang menolak saat diajak suaminya untuk menunaikan ibadah itu.

Tapi hari itu aku benar-benar lelah dan cape karena sedari pagi nino sangat rewel karena demam, nino baru bisa tidur saat sudah jam sebelas malam, karena lelah aku langsung tidur dan saat dia pulang dia membangunkanku tapi aku menolak karena terlalu lelah, dan mulai agi itu sikapnya menjadi lebih dingin seperti sebelum aku mengandung Nino.

Aku masih menolerir sikapnya itu tapi aku tidak tahan saat dia mulai melakukan kekerasan fisik padaku walaupun aku tau dia melakukan itu di saat dia tidak sadar. Tapi aku masih bisa menerimanya aku menganggap semua itu karena pekerjaannya yang menumpuk dank arena dia stress terllau banyak pekerjaan.

Tapi kemudian dia kembali berulah bahkan sekarang dia membawa selingkuhannya ke dalam rumah kami bahkan ke ranjang kami, hati perempuan mana yang akan tahan dengan hal itu. Aku juga hanya manusia biasa yang bisa marah karena hal itu, ditambah lagi dia pernah membentak Nino yang rewel saat dia sedang bermesraan dengan selingkuhannya itu.

Aku kembali mendekap Nino dalam pelukanku, aku tau dengan aku kabur aku telah berdosa pada suamiku aku juga yakin sebenatar lagi beritaku akan segera keluar di Koran dan aku lebih yakin lagi sebenatar lagi ayahku akan mencariku dan saat dia bertemu denganku dia akan memaki diirku yang tidak tau diri ini.

Dulu mungkin aku akan baik-baik saja saat ayah tak pernah pulang, karena menurut diriku yang dulu yang terpenting adalah uang dalam ATM k uterus mengalir dan tidak pernah habis, dulu mungkin aku akan memberontak jika ayah memaksaku melakukan hal yang tidak aku suka. Dulu mungkin aku akan balas marah jika ayah memarahiku.

Tapi sekarang aku bukan aku yang dulu, setelah lebih mengenal islam, aku bisa lebih menghargai orang lain, aku juga memiliki kewajiban agar terus menghormati kedua orang tuaku, dan suamiku. Kenapa disaat aku mulai menemukan cahaya dalam hidupku Erza malah datang dan menghancurkan segalanya? Baiklah aku juga terlibat dalam hal ini mungkin.

Aku akan memejamkan mata saat aku mendnegar suara ribut-ribut di luar lalu tak berapa lama tante Ratna masuk ke dalam kamar ini.

"nak Lina ayo cepat bergegas, tante akan mengantarmu menuju rumah tante yang berada di Semarang."

"kenapa tante?"

"di depan ada orang yang mencarimu, dia mengaku sebagai orang tuamu, atau apakah dia memang orang tuamu? Kamu mau menemuinya nak?"

"saya akan coba lihat dulu tan"

Aku dan tante Ratna berjalan kelluar dan melihat siapa tamu itu dan ternyata benar ayah sedang berdiri di luar bersama Erza, ya Allah bagaimana ini belum juga saatu hari aku kabur tapi mereka sudah menemukanku.

"itu memang orang tua saya tante, tapi saya tidak mau menemui mereka tante, tolong saya tante saya mohon" kataku memohon

"baiklah ayo kita lewat jalan belakang, tante sudah meminta pak Sapri menyiapkam mobil di belakang, tapi maaf tante tidak bisa ikut, tante hanya bisa memebrimu ini" kata tante Ratna sambil mnyerahkan amplop ciklat padaku "smoga bisa membantumu nak"

"terima kasih tante, aku janji nanti aku akan segera menggantinya"

"tidak perlu sungkan, di dalam amplop itu juga terdapat alamat rumah tante yang di semarang. Disana ada bi Imah yang selalu mengurusnya"

"terima kasih tante telah menolong saya, saya tidak tau lagi bagaimana saya dapat membalas kebaikn tante"

"jangan sungkan, ayo cepat bergegas"

Aku memeluk tante Ratna sebelum masuk ke dalam mobil, ya Allah mereka orang-orang baik aku hanya bisa berdoa semoga mereka tidak mendapatkan masalah karena menolongku. Jika terjadi sesuatu pada mereka sungguh aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.

Satu jam kemudian aku sampai di bandara internasional soetta, aku segera keluar dan mencari penerbangan pertama menuju semarang, ternyata hanya menunggu tiga puluh menit, syukurlah. Nino dalam gendonganku terbangun karena mendengar suara ribut di pengeras suara, dia langsung menangis, aku mencoba menenangkannya dengan berjalan-jalan, aku tidak mungkin memberinya air susu di suasana bandara yang rame sperti ini.

Untunglah Nino segera tenang, setelah dia mulai tenang, aku segera cek ini dan duduk di ruang tunggu, aku berdoa semoga Erza tidak akan menemukanku setidaknya sampai nanti aku siap untuk kembali lagi bertemu dengannya.

Aku mengucapka syukur saat mendengar panggilan dri pengeras suara, aku segera menjinjing tas tanganku dan bergegas naik menuju pesawat. Aku bisa tenang saat aku sudah menempati tempat dudukku di dalam pesawat.

'selamat tinggal jakarta' ucapku dalam hati dan dengan ini aku akan memulai hidup baru di kota semarang, kota yang berada di jawa tengah, kota yang lumayan jauh dari jakarta, semoga aku bisa bertahan dan semoga tidak ada satupun orang yang berhasil menemukanku.

4>

Second Chance (Valina's Story)Where stories live. Discover now