Prolog

50 2 6
                                    

...Tik..Tik...Tik ... pantulan jemariku pada keyboard mengalunkan suara yang memecah keheningan kafe ini. Tak sadar aku entah dari kapan orang-orang beranjak dari tempat duduknya dan kini aku hanya tinggal berlima dengan sepasang kekasih yang duduk 3 meja di depanku dan bersiap pergi dari sini serta dua pelayan yang tengah bercakap-cakap dengan asyiknya. Salah satu pelayan itu sadar kuperhatikan lantas ia menghentikan percakapannya dan mulai mencari-cari benda yang bisa ia genggam, malu sepertinya. Aku melempar senyum padanya seraya kembali memalingkan mataku pada layar laptop kesayangan, aku tengah bersemangat merampungkan hal ini.

Kulanjutkan jemariku menari di atas keyboard.

"Bandung bukan hanya masalah geografis,tetapi lebih dari itu, melibatkan perasaan..." Kalimat ini terpampang di layar laptopku. Sejenak aku terdiam memandangi layar laptop. Kusandarkan punggungku di kursi dan kuhembuskan nafas dalam-dalam. Lalu, aku mencoba mengeja kalimat itu dalam hati.

"Bandung bukan hanya masalah geografis,tetapi...
Belum beres aku mengeja kalimat itu seketika aku mendengar suara dari arah belakangku.
...lebih dari itu, melibatkan perasaan..."
Aku tersontak ,suara itu mengeja bersamaan dengan yang kueja dalam hati.
Aku terdiam sejenak, hatiku mulai bergeming.
"Tidak mungkin, tidak mungkin, aku hanya mengigau..." ujar batinku

"Tidak mungkin, ini khayalku saja..."
Seketika tetesan air mataku mulai jatuh dan meluncur membasahi pipi.

Bisik Sebuah NuraniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang