Letting Go - Fin

49 6 0
                                    


Sejak hari ini, semester kedua dimulai; semester akhir untuk tahun pertamaku di SMA. Yang berarti, sudah enam bulan sejak pertama kita bertemu. Tidak terasa, ya....

Hari itu juga, untuk pertama kalinya kau menghampiriku. Di ruang kelas itu, kita sempat berbincang. Perbincangan yang sangat sepele, sih. Semua itu terjadi saat lintas minat bahasa yang pertama kali. Ruang kelas kala itu masih lumayan sepi, kurasa? Saat itu, kau lupa membawa kotak pensil dan menghampiriku untuk sekedar meminjam sebuah pulpen. Pulpen hitam yang bertintakan hitam pula. Kalau mengingatnya, rasanya ingin tertawa. Wajahmu sirat akan rasa segan, kau sangat berhati-hati dalam memilih setiap perkataan yang keluar dari bibir. Berhubung kita belum pernah berbicara sebelumnya, sama sekali. Rasanya aneh, kenapa tidak menunggu temanmu datang dan meminjam darinya saja?

...


Kita berdua berbeda kelas. Kelasku di gedung lama, kelasmu di gedung baru di ujung sana. Hanya di jam istirahat saja, kadang kau muncul. Entah di kantin, di koridor, di lapangan, di ruang guru, di mana saja. Terkadang, jam istirahat yang berdurasi kurang lebih sepuluh menit itu jadi berharga. Soalnya 'kan, kita tidak bisa bertemu setiap saat, bukan? Hari ini juga kita akan bertemu lagi. Di jam yang sama, kelas yang sama, pelajaran yang sama dengan saat itu: Lintas Minat Bahasa. Hanya saat itulah, kita bisa belajar---uh, berada pada radius yang lebih dekat---dalam satu kelas yang sama. Aku bersyukur telah memilih lintas minat bahasa Inggris. Lintas minat, pelajaran terakhir di hari Selasa, pelajaran yang paling kutunggu.

...


Biasanya, seorang perempuan pasti memiliki teman berbagi cerita. Aku juga sama. Terkadang, aku bercerita tentangmu padanya---Ralat, sering sepertinya. Mungkin dia bosan mendengar cerita yang sama berulang kali. Dan apa yang ia sarankan selalu sama, untuk err---katakan saja---mengatakannya padamu. Haruskah? Hei, sejak kapan aku memperhatikanmu?

...


Sore hari---di awal semester genap---dan lingkungan sekolah sudah mulai sepi, hanya beberapa orang yang terlihat masih mengikuti kegiatan ekskul. Sudah hampir petang, kupikir akan lebih baik jika aku segera bergegas pulang---

---Tadinya begitu. Namun kuurungkan saat melihatmu di ujung lorong biologi, bersama seorang teman---berbincang dan sesekali bercanda. Kau tersenyum menanggapi lelucon yang dilontarkannya---sesekali tertawa sumringah. Semilir angin sore memainkan surai-surai hitam milikmu, kemilau senja menabrak kulit sawo matangmu. Tak lama, temanmu berbisik pelan padamu. Kau sontak menoleh ke arahku. Dengan satu tepukan di bahu, temanmu itu berjalan pergi---untuk pulang. Tak lupa kekehan kecil, dan senyuman aneh yang ditujukan padamu---err, ini cuma perasaanku atau temanmu itu juga menunjukkan senyuman aneh padaku? ...Tapi, terima kasih. Terima kasih banyak. Aku berhutang budi pada teman-bersenyum-anehmu itu.

Tanpa sadar, aku berjalan menyusuri lorong biologi---berjalan ke arahmu. Dari dekat, entah kenapa posturmu yang tinggi terlihat lebih err---maskulin? Surai hitam milikmu nampak berkilau kala kemilau senja menerpanya, sedikit keringat mengalir di dahi, kau mengenakan seragam futsal tim inti sekolah. Terkekeh pelan---aku tersenyum. Kau ini hebat ya, jarang loh anak kelas sepuluh sudah masuk tim inti. Kedua manik hitammu menatapku.

"Kenapa?" tanyamu. Sebelah alis terangkat, kau nampak ... bingung?

"Um, maaf...," suaraku tercekat.

"Ya...?"

Kurasakan hangat mulai merebak sampai pipi, seiringan dengan degup jantung yang kian terpacu. Rasanya malu.... memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam, kucoba kerahkan seluruh keberanian. "Itu...,"

.

.

.

"Itu, maaf kamu belum ngembaliin pulpenku yang dipinjam enam bulan yang lalu."

Singkat cerita, aku mendapatkan kembali pulpen yang hilang enam bulan lalu itu. Tintanya habis.

Letting GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang