Sang Hitam by @hyderia

67 7 0
                                    

Mereka bilang, jika kau menatap matanya secara langsung, kauakan mati kaku seketika.

Mereka juga berkata, jika kau coba-coba menyebut namanya dalam kegelapan malam (pada saat dia sedang dalam suasana hati yang buruk) dia akan datang, dan menyayat lehermu dengan kuku hitamnya yang panjang.

Namun, jika kaumemang benar-benar ingin bertemu dengan Sang Hitam, dia akan memberimu beberapa pilihan : Panggil namanya di dalam sebuah rumah kosong pada saat purnama bersinar penuh (kau tak akan tahu apakah dia sedang dalam mood yang buruk atau tidak), atau ... korbankan dirimu untuk menjadi pengantin wanitanya. Dia akan menemuimu dengan senang hati.

Namun, kau akan hidup dalam kegelapan selamanya, pun tiada yang pernah tahu apa yang bisa saja terjadi ....

.

Sang Hitam © Hyderia

.

Cornelia adalah sesosok gadis muda yang terobsesi dengan hal-hal mistis. Walau dia baru saja menginjak umur tujuh belas tahun, namun gadis berambut gelap itu sama sekali tak malu dengan berbagai keyakinan yang dipahaminya.

Dia gadis aneh, begitu ujar teman-teman seusianya. Namun Corne--panggilan kecil Cornelia-- hanya bersikap acuh tak acuh pada mereka.

Hari itu, pada malam purnama, Cornelia memberanikan diri untuk masuk ke sebuah gedung tua. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu Sang Hitam yang diceritakan sebagai iblis paling berkuasa di antara semua iblis.

Rasa penasaran gadis itu semakin meningkat tatkala ia mendengar banyak informasi menarik seputar Sang Hitam. Legenda tentangnya selalu diceritakan sebagai kisah seram pengantar tidur.

Sang Hitam diceritakan sebagai sesosok lelaki rupawan dengan rambut perak sepunggung. Wajahnya tirus, kulitnya pucat, dengan mata yang semerah ruby.

Sang Hitam dikutuk menjadi iblis oleh Tuhan, karena telah melanggar larangan para Malaikat. Di mana, para Malaikat sudah diberi titah jika mereka tak boleh membasahi tangan mereka dengan darah.

Namun Sang Hitam membangkang. Dengan segala ketinggian hati serta keegoisannya, Malaikat berhati gelap itu menciptakan perang antar kaum setan rendahan dengan para Gollum, monster level rendah yang bermukim di puncak tertinggi bukit Vellidash.

Tak ada alasan khusus, Sang Hitam hanya ingin membuat kekacauan ... dan melihat darah tumpah ke atas tanah.

Corne semakin bersemangat saat mengingat kisah kesukaannya itu. Gadis muda berbalut baju terusan hitam itu kemudian menyalakan lilin yang dibawanya dalam tas kecil.

Sambil menjaga api kecil yang hidup dari embusan angin malam, Corne berbisik pelan, "Kupanggil kau Sang Hitam. Datang padaku. Aku di sini, menunggu kehadiranmu yang Agung."

Kalimat itu terus Corne ulang, sehingga angin yang sebelumnya hanya berdesir pelan, kini seolah memberontak tak tenang. Rambut panjang sang gadis terombak-ombak ditiup angin, dan kemudian api pada lilin pun padam.

Gelap.

Tak ada yang dapat dilihat dari balik mata lemah manusia.

Corne dapat merasakan jantungnya yang mulai berdegub kencang. Perpaduan antara takut, serta antusias yang menggebu.

"Makhluk lemah. Kaupikir siapa kau, hingga berani menganggu detik-detik berhargaku?"

DEG. Desisan maskulin itu seolah menyumbat saluran pernafasan Corne. Entahlah, gadis itu dapat merasakan nafasnya menjadi berat.

Corne menutup matanya, tak berani walau hanya sekedar melirik sedikit pada Sang Hitam.

"Tahu tidak? Aku sedang tidak dalam suasana hati yang baik."

Cengkraman kasar pada dagunya membuat sebutir keringat menetes jatuh dari dahi Corne. Astaga, tidak. Kulit dingin milik Sang Hitam bahkan dapat mengantarkan hawa-hawa aneh menembus kulit Corne.

"Jadi ... maaf. Mungkin aku harus sedikit menyiksa manusia malam ini."

Nafas Corne terengah-engah. Gadis itu belum juga berani menatap mata--yang katanya berwarna-- ruby milik Sang Iblis besar.

"Buka matamu," titahnya dengan nada tak terbantahkan.

Corne tentu saja menolak. Gadis itu sudah terlalu banyak mendengar dongeng tentang kematian manusia yang berani menatap mata Sang Hitam. Sudah pasti, gadis itu tidak akan mau membuka matanya.

"Kubilang, buka."

Corne tetap bergeming.

Sang Hitam tertawa pelan. Tawanya terdengar sangat mengerikan. "Baiklah, biar aku yang membantumu untuk membuka mata."

Kuku tajam milik Iblis itu menarik sedikit kelopak mata Cornelia. Dengan perlahan, ia tarik ke atas kelopak itu. Corne mencoba untuk tetap menahan kelopak matanya tertutup, tetapi Sang Hitam malah semakin beringas. Ia menarik kasar kelopak mata Corne, dan ... BRET. Kelopak mata itu terlepas dari tempatnya semula.

Corne berteriak. Seketika darah mengucur, dan membasahi bola matanya yang putih bersih. Penglihatan gadis itu menjadi tak jelas, darah yang mengucur seolah tak ingin berhenti.

Perih. Pedih. Menyiksa.

Sang Hitam masih tertawa. Corne menatap wajahnya. Ternyata wajah itu sama sekali berbeda dari kisah-kisah yang selama ini Corne dengar.

Matanya memang merah, namun Sang Hitam memiliki sosok yang buruk rupa. Sangat, sebenarnya.

"Nah, gadis kecil, mari kita mulai permainannya. Kau mau dikuliti dulu, atau dipotong kecil-kecil?"

Dan malam itu, teriakan penuh kesakitan menggema di gedung kosong itu. Darah bertumpahan, organ dalam berserakan, dan bola mata menggelinding ke sudut ruang.

Namun tak ada yang pernah tahu. Tak akan pernah ada. Karena Sang Hitam selalu menutup rapi semua kasusnya.

[Tamat]

Challenge Horror StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang