JANGAN PULANG (Hazifa (1))

235 14 13
                                    

Akhirnya lengkingan peluit terdengar. Inilah yang sedari tadi ku tunggu. Sedari tadi yang membuatku kesal dan resah.

Rasanya hampir setiap manusia yang duduk di bangku pengitar lapangan sepak bola bertujuan menyaksikan laga antara dua kubu yang saling berebut segelinding bola. Dan aku salah satu dari ketidakhampiran itu.

Andai saja aku hebat dalam bidang olah raga termasuk sepak bola

Andai saja kesempatan ke-34 pengambilan nilai tadi kubisa

Andai saja bukan dia yang terhebat

Andai saja dia sedikit peduli kondisi orang lain

Aku tak akan berada di arena terkutuk ini (lagi)


"Mau latihan ga? Kalau gamau kebetulan. Aku pulang"

"Jangan merasa sangat dibutuhkan coba! Aku juga ada urusan tapi aku tetap nunggu kamu kan. Aku tau aku payah. Pantas untuk kamu suruh tunggu. Lalu pantas untuk kamu biarkan pergi setelah lama kamu suruh aku menunggu. Pantas Ndo!"

"Jadi ga begitu butuh aku kan? Yaudah aku..."

"Aku butuh kamu. Jangan pulang"

Jangan pulang

Ajari aku sampai pulangmu hilang

Setidaknya keprofessionalan pria berkulit gelap legam dalam mentitahku menggiring hingga meloloskan bola dalam portal gawang ini mampu membuatku bertahan dan sedikit merasa lebih baik. Setelah berlaga di lapangan hijau full 2 babak, ia tetap bersedia menjalankan tugas yang diberikan guru olah raga kami untuk melatih secara pribadi siswa yang gagal dalam pengambilan nilai. Terhitung kali ini sudah pertemuan ke-34 aku dan Tondo. Aku. Hazifa. Murid sepak bola pribadi terlama Tondo. Tidak seharusnya aku bersikap kasar kepada dia yang bahkan menyempatkan waktu istirahatnya hanya untukku. Mungkin aku terbawa suasana resah karena takut membuat Almas lama menunggu.

Tunggu...

Almas!!!

"Ndo, maaf aku harus pergi. Jangan khawatir, aku yakin ini pertemuan terakhir kita sebagai guru-murid, minggu depan aku akan berusaha lebih keras untuk mendapatkan nilai praktek sepak bola. Aku pamit. Thanks yaa"

"Cih, khawatir? Pertemuan terakhir? Over confident"

Sial

Dia meremehkanku (lagi)

Kebal aku akan kata-kata pedasnya. Hingga aku sudah tidak peduli lagi. Aku terus berlari. Untuk memenuhi janji yang telah sedikit aku ingkari. Bukan hanya ingin memenuhi janji, namun rindulah yang menjadi alasan utama. Aku rindu akan sosoknya. Almas. Pujaan hati.

Sekira 15 menit semenjak kepulanganku dari Tondo aku sampai di tempat favoritku dan Almas. Tempat ini menjadi awal pertemuanku dengannya sekaligus awal status kami dimulai. Kami pecinta teh. Aroma rebusan daun teh selalu menjadi bahagia kami. Tawa kami. Dan, pencetak kenangan kami.

Terlambat 5 menit.

Tidak masalah. Almas sangat penyabar. Bahkan aku pernah membuatnya menunggu hampir 6 jam namun ia tetap menyambutku dengan candaan hangat. Katanya rindu yang telah bercampur aroma tehlah yang membuat rasa jenuh dan kesalnya tak kunjung mengoyak keinginan hati berjumpa denganku.

Aihss

Dia sangat mengerti bagaimana cara membuat wanitanya merasa berharga untuknya

Membuatku nyaman, selalu rindu

Dan tidak pernah membayangkan sebuah perpisahan


Kedai Teh, jalan Anggrek no.28

Mmm

Almas, kamu dimana?

STAND BY METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang