Kata #1

56 2 0
                                    

Yuna menghela nafas panjang ketika melihat kalendar. Januari. Hanya berselang beberapa bulan lagi baginya untuk menghadapi segala macam ujian akhir, baik itu dari sekolah maupun tes untuk masuk SMA. Bukan berarti Yuna belum mempersiapkan apapun untuk itu, namun ini berarti masa-masanya dengan balutan seragam putih biru akan segera berakhir.

Ayuna Zhafirah, bukanlah orang yang ceria ataupun easy going seperti halnya anak-anak lain. Dia bukan tipe orang yang akan ber-selfie ria dengan teman sekelasnya. Ataupun hanya sekedar jalan-jalan ke mall. Dikatakan pendiam, Yuna tidak seperti itu. Anak-anak disekelilingnya bahwa Yuna itu sangat anti-sosial dan memiliki sifat individualistis yang tinggi. Wajar saja kalau sedikit yang bisa dikatakan 'dekat' dengannya di kelas.

"Woi! Ngelamun aja!"

Yuna tersentak, mengalihkan pandangannya dari kalendar dan menoleh. Rey. Adik kelasnya sedang cengar-cengir di belakang. "Apaan, sih!"

"Ngapain coba ngeliat-liat kalender di sanggar? Nggak punya di rumah?" Goda Rey, seperti biasa.

"Ini digantungin di sini juga biar diliat! Minggir minggir!" Kata Yuna jengkel. Tapi Rey malah meletakkan tangannya ke dinding, menghalangi Yuna untuk lewat. Dengan sanggar pramuka yang cukup untuk meletakkan satu lemari dan meja itu, ini benar-benar menghalangi.

"Dih ini anak ngeselin, ya! Heh! Gue ini lebih tua dari lo."

"Untuk seseorang yang lahir desember, kakak tuh Cuma beda empat bulan!" Kilah Rey, masih dengan tangan menempel di dinding.

"Well.. gue kakak kelas lo! Disini gue udah setahun lebih dari lo. Tetep aja gue itungannya lebih berpengalaman!" Yuna tersenyum bangga. "Udah, minggir!"

"Gitu doang bangganya selangit! Tuh dari tadi udah dipanggilin kakak pembina!" Rey menurunkan tangannya dari dinding. Kemudian berbalik dan berjalan keluar sanggar. Yuna hanya menatapnya sebal dan mengekor dari belakang. Ketika ia perhatikan, Rey semakin tinggi hari ke hari. Setahun yang lalu ketika Yuna masih kelas delapan, Rey hanya sepundaknya. Kini cowok itu sudah jauh leih tinggi dan besar darinya. Rambut hitamnya yang dulu sangat patuh dengan aturan-satu dua satu-kini sudah berani dipanjangkan oleh Rey. Dilihat dari sudut manapun, cowok itu sudah terbilang keren. Tapi tidak untuk Yuna.

Ketimbang kakak kelas lainnya, entah kenapa Yuna selalu jadi sasaran godaan Rey. Kapanpun selalu ada saja yang dilakukan Rey padanya. Sebenarnya bukan sesuatu yang menjengkelkan, Yuna fine-fine saja dengan Rey. Malah mereka tergolong dekat.

"Jadi?" Kak Dian, pembina Pramuka membuka omongan. Seluruh anggota sudah duduk melingkari Kak Dian. "Kalian kapan mau cuti ekstrakurikuler? Kenapa nggak mulai dari bulan ini. Lagian para guru sudah menekankan kalau murid kelas sembilan harus fokus belajar."

"Ujian Nasionalnya bulan Mei kok, Kak. Ini juga masih masuk awal Februari. Kami masih punya waktu untuk Pramuka sampai satu bulan ke depan." Sahut Akbar, masih sibuk dengan tali-menali. Mantan Pratama-sama dengan ketua-Pramuka sekolah yang sangat dihormati adik-adiknya.

"Tapi, Kak. Bunda emang sudah nyaranin untuk pause kegiatan dulu." Nabilah yang selalu meraih peringkat di kelas juga angkat bicara. Belakangan ini memang cewek berkacamata ini selalu membawa buku kemanapun ia pergi.

"Aku juga, sih." Rio menimpali. Badannya yang gemuk disenderkan ke pinggir lapangan.

Mulailah anggota lain buka suara. Beberapa menyatakan masih mau lanjut sampai bulai depan, sisanya sudah mau ambil cuti karena mau fokus belajar. Yuna hanya duduk sambil merangkut kedua lututnya. Bingung mau bicara apa, karena kalau salah bicara saja, pasti pembina akan memilih untuk menghentikan ekskul bagi anak kelas tiga. Dia tak mau itu.

KATA KEENANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang