Aku melangkahkan kakiku ke gedung tempat terakhirku menuntut ilmu. Ya, tahun ini aku lulus dan bisa bekerja sebagai karyawan di sebuah perkantoran. Aku memasuki ruang kelasku yang masih sepi, sengaja datang seawal ini. Habis aku juga bosan di rumah sendiri. Tapi aku datang bukan untuk belajar, karena hari ini aku tidak ada kelas.
Aku duduk di salah satu bangku deret pertama sambil bertopang dagu.
"Kebiasaan," seru seseorang.
Aku mendongak mendapati sahabatku sedang bertolak pinggang di depan kelas, "Hehe, maafkan aku."
"Maaf katamu? Sudah dua kali kau meninggalkan aku tanpa memberitahu terlebih dahulu, kau itu kenapa sih?" tanyanya sambil berjalan ke arahku dan duduk di sampingku.
"Tak apa, dan tolong maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu, kalau kau tau." ujarku.
Dia mengibas-ngibaskan tangannya, "Ya ya, kau memang begitu. Aku mengerti."
Aku menoleh ke arahnya, "Hehehe, aku janji lain kali tidak akan seperti itu lagi. Jangan cemberut seperti itu, kau jelek tau!"
"Enak saja, kau bahkan lebih jelek dari aku!"
"Hei!"
"Apa?"
Aku mengerucutkan bibir, niatnya mau menghibur malah dicibir balik. Aku menghela nafas bosan dan menaruh wajahku di atas meja.
"Aku mendapat kabar tidak bagus." ucap Meira -Sahabatku-.
Kepalaku sekarang menghadapnya, "Apa?"
Dia melirikku, "Kau akan menyesal karena memaksaku mengatakannya."
"Begitukah? Aku harap aku tidak memaksamu mengatakannya," balasku.
"Tapi kau akan penasaran," ujarnya.
"Kalau begitu katakan," ucapku.
Dia mengangguk, "Well, aku akan mengatakannya dan kau jangan kaget."
Aku mengerutkan kening lalu menggeleng, "Ya, dan cepatlah. Kau terlalu banyak berbasa-basi."
"Musuhmu dahulu, pemegang perusahaan parfum terkenal sekarang." ujarnya.
Aku langsung duduk dengan tegap, "Musuhku? Maksudmu Gerald?"
Dia mengangguk menanggapi ucapanku, dan itu artinya iya. Oh, tidak. Aku tahu itu kaya dan pintar. Tak bisa di percaya kalau dia memegang perusahaan ayahnya secepat itu.
"Kau s-serius?" tanyaku.
Dia menatapku, "Kau pikir aku berbohong? Dan siapa lagi yang punya perusahaan parfum terkenal di kalangan kita selain dia?"
Aku bertopang dagu, mengetuk-ngetuk meja menggunakan jari. "Lalu kau mengajak ku kemari ada apa?" tanyaku.
"Tidak ada, hanya malas di rumah dan aku bosan mengikuti pelajaran dosen." jawabnya.
"Padahal aku hari ini tidak ada kelas! Gara-gara kau saja meminta bertemu disini, aku jadi harus datang." keluhku.
Dia berdiri dan merapikan bajunya. Aku hanya menatapnya datar, "Mau kemana?"
"Temani aku belanja yuk," ajaknya.
Mataku memincing, "Sialan."
×-×-×-×
Aku berada di mall sekarang, menemani Meira belanja. Dia itu gila belanja, aku saja sampai lelah melihat tingkahnya. Iya aku tahu dia orang kaya, tapi kenapa dia tidak mencoba berhemat sih? Dasar anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy to be My Husband
RomanceKalau Tuhan sudah menyatukan, kita bisa apa? -×-×- Made on, 20 Maret 2016 By: Fadiazzhra