Third

284 22 2
                                    

Aku selalu membiasakan diri untuk bangun pagi, kemudian meminum teh hangat. Ini kebiasaanku sejak umur tiga belas tahun. Entah mengapa aku jadi seperti itu.

Sekarang pukul tujuh kurang lima belas menit. Dan untungnya aku kuliah siang, masih ada waktu untuk membersihkan rumah. Walaupun aku tinggal sendiri di rumah, kebutuhanku sebenarnya lebih dari cukup. Aku masih punya uang untuk menyelesaikan kuliahku yang sebentar lagi selesai.

(Suara orang mengetuk pintu)

Aku berhenti meminum teh, aku taruh cangkir teh tersebut di atas meja makan. Kemudian aku beranjak menuju pintu rumah, siapa yang pagi buta begini bertamu? Apakah tidak ada pekerjaan lain?

Aku membuka pintu, di depanku ada sesosok laki-laki berpakaian rapih sedang memunggungiku. Alisku berkerut, "kau siapa?"

Dia membalikan tubuhnya, "halo."

Sontak mataku melotot, "kenapa datang pagi-pagi sekali?"

Kemudian aku menyuruhnya masuk, tidak sopan juga mengajak seseorang berbicara di depan pintu. Dia mengikutiku sampai di meja makan. Kemudian ikut duduk saat aku duduk.

Aku memperhatikannya, "kau bawa apa?"

Dia kemudian mengangkat tangannya yang membawa sebuah paperbag, "ambil saja." dia menyerahkan paperbagnya kepadaku.

Aku mengambilnya ragu, kemudian aku membukanya. "Untuk apa gaun ini?" tanyaku bingung saat melihat isi dari kantung tersebut.

"Nanti malam pakailah, aku ingin kau ikut ke pesta pernikahan temaku," jelasnya.

Aku bingung, aku takut dia malah terkena malu karena aku. "Tapi-" ucapku terputus.

"Kenapa, kau malu? Merasa tidak pantas? Aku tidak menerima penolakan, sayang sekali." ujarnya datar.

Selalu saja menyebalkan, bagaimana aku tidak emosi. Sedetik dia bisa baik seperti malaikat yang turun dari langit, sedetik kemudian seperti setan yang datang dari neraka. Sifat macam apa itu.

"Terserah kau sajalah, kau meminta tetapi seperti menyuruh. Aneh kau ini," ucapku. Memang kenyataannya begitu kan.

"Mau kemana kau rapih-rapih begini?" tanyaku penasaran.

"Habis mengantarmu, aku ingin langsung pergi ke perusahaan." terangnya.

"Aku kuliah siang, jam sepuluhan. Kenapa kau datang sepagi ini, kan bisa bertanya lewat telepon jam berapa aku masuk atau sebagianya." jelasku. Dia itu suka seenaknya, makanya aku benci.

"Pantas saja masih menggunakan celana pendek dan baju lengan pendek, mandi sana, aku tau kau belum mandi." perintahnya. Aih, menyebalkan sekali.

"Mau apa kau menyuruhku mandi, ingin mengintipi?"

"Aku tidak bermaksud seperti itu padahal. Kau memancing."

"E-eh? Mesum!"

Aku segera berlari ke atas menuju kamarku dan langsung mengunci pintu kamarku. Takut kalau si mesum itu tiba-tiba di kamarku kalau aku sedang mandi. Tidak lucu.

-::-::-::-

Aku mengambil flat-shoesku di dalam rak, sekarang aku harus bergegas ke kampus. Sudah jam sembilan, dan kuliahku di mulai jam sepuluh. "Gerald, cepat lah!" ujarku.

Gerald dengan santainya menghampiriku yang sudah di depan pintu, "tas-mu." ucapnya sambil memberikan tas. Hei, bagaimana aku bisa lupa dengan tasku sendiri.

"Kenapa diam? Ayo cepat, memang menurutmu nanti tidak macet?" dia menarik pergelangan tanganku sampai di depan mobil. Kemudian membukakan pintu mobil bagian depan, dan menyuruhku masuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Enemy to be My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang