Good News

367 26 14
                                    

Finally we can post this chapter! Yeaayy. Aku mau ngingetin, cerita ini hanyalah sebuah fiksi, meskipun ada beberapa hal yang memang fakta hehehe. Enjooy!

*

Zayn’s P.O.V.

Berdiam diri di rumah sakit ada sisi positif dan negatifnya. Dalam sisi negatif, aku tidak bisa turun ke medan perang dan membantu teman-temanku. Sementara itu, sisi positifnya adalah aku bisa beristirahat sejenak dan… bertemu Nadira.

Sounds like a bad boy, right? But I’m not.

Orang-orang di sekitarku memanggilku Bradford Badboi. Kampung halamanku memang di sana. Aku dan keempat sahabatku –Harry, Niall, Louis, dan Liam – pindah ke Jepang karena ada tugas dinas selama 3 tahun. Kami memutuskan untuk liburan selama 6 bulan di Jepang, menikmati keindahan negaranya.

Namun ketika kami berlibur, Jerman menyerang Polandia.

Polandia tidak tinggal diam, maka pecahlah perang antara dua Negara itu. Kemudian Inggris dan Prancis membela Polandia. Perang menyebar cepat di wilayah Eropa. Nah, pada saat itulah perdana menteri fasis di Jepang mengembangkan grup-grup militer bagi penduduk laki-laki di sana, suka atau tidak.

Mau tidak mau aku dan keempat temanku dilatih untuk menghadapi medan perang selama satu tahun penuh. Waktu itu juga termasuk mengumpulkan bahan industry untuk keperluan perang.

Tepat pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour dengan tujuan menguasai Asia. Di perperangan ini, Jepang masuk ke Blok Sentral bersama dengan Jerman, Italia, Austria, Rumania, dan Finlandia.

“Hey, apa kau mendengarkanku?”

Aku tersentak kaget. Nadira berada di sisi kananku dengan stetoskop menggantung di lehernya, “Sejak kapan kau di situ?” tanyaku.

“Sejak kau termenung dan tidak mendengarku berbicara.” Jawabnya datar.

Aku tersenyum. Wajahnya lucu sekali kalau ekspresinya datar seperti itu.

“Apakah kau masih merasa lemas?”

“Uhm.. a lil bit. Uh, Nadira, can I ask you something?” tanyaku ragu.

“Ya, sure.” Jawabnya acuh sambil sibuk menulis di papan yang ia bawa.

“Mengapa kau datar sekali?”

Gerakan tangannya menulis langsung terhenti. Ia menatapku. Kali ini tatapannya melembut, “Because… you don’t know me yet, Zayn.”

Aku mengerutkan dahiku, “Apa hubungannya?”

“Mungkin kau akan tahu suatu saat nanti. Mungkin.”

Ia menempelkan stetoskopnya di dadaku, lalu sibuk menulis lagi. She’s so smart, you know?

“Nadira?”

“Ya?”

“Bolehkan aku tau lebih tentangmu?”

“Setelah kau sembuh mungki boleh.” Jawabnya, lalu berjalan ke kasur lain.

Ohya, aku lupa aku sudah dipindahkan ke ruang umum, di mana prajurit-prajurit yang ada di sini ada di tahap pemulihan. Aku harus bersemangat untuk sembuh agar aku bisa mengenal Nadira lebih dekat. Harus.

*

Nadira’s P.O.V.

Pertanyaan Zayn terus terngiang-ngiang di otakku. Pertanyaan itu sudah banyak ditanyakan oleh prajurit lain dan selalu kubalas dengan jawaban yang sama. Tapi jika pertanyaan itu dilontarkan oleh Zayn terdengar beda.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 16, 2013 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Battleground's ManWhere stories live. Discover now