I'm Sorry.

280 20 2
                                    

Halo, semua^^ bertemu lagi dengan saya. Pertama, saya mau menjelaskan kalau gambar di media tsbt adala Aeesha yang mau pergi ke acara dengan Marlynn.
Kedua, maaf jika cerita ini kurang feelsnya. Bc I wasn't that professional writer.
Ketiga, selamat membaca. Jika berkenan, mohon vote untuk cerita saya. Terimakasih dan Selamat membaca.
------------------------------------------------------
Aeesha POV

Penyanyi 22 tahun asal Kanada, Justin Bieber telah mengalami kecelakaan pada pukul 20.05 malam ini. Saat dilarikan ke Saviour International Hospital, penya-

Begitu mendengar berita tersebut dari radio mobilku, aku segera membanting stir mobilku menuju rumah sakit tersebut. Aku lupa pada ajakan Marlynn untuk makan malam.

Begitu tiba di pelataran rumah sakit itu, telah tampak ratusan fans dan paparazzi yang memadati tempat itu. Aku menerobos kerumunan manusia itu dan segera menuju meja resepsionis tanpa pemeriksaan khusus.

Kalian pasti bertanya kenapa aku dengan mudahnya memasuki rumah sakit bertaraf internasional ini, ya, ayahku adalah pemilik rumah sakit yang bertempat di Chicago ini. Aku segera menuju meja resepsionis dan bertanya dimana Justin dirawat. Apa dia mendapatkan perawatan yang terbaik? Ya Tuhan, selamatkan Justin.
"Ms.Aeesha, Justin telah ditangani dr.Simon. Sekarang dia berada di Unit Gawat Darurat" kata Marlene, sang resepsionis, memecah lamunanku. Setelah mengucapkan terimakasih, aku segera berlari menuju UGD.

Setelah sampai di UGD, aku hanya menemukan Scooter disana. Ruangan UGD dan sekitarnya telah disterilkan dari para fans dan paparazzi. Tidak ada yang boleh masuk ke daerah ini dan sekitarnya. Ya, UGD yang ditempati Justin adalah private Accident and Emergency Department yang disediakan RS ini untuk pasien-pasien penting dan para selebriti Hollywood. Ayahku sengaja membuat private Accident and Emergency Department, karena menurut beliau, apabila banyak orang yang kurang berkepentingan lalu lalang di sekitar UGD akan membuat situasi tidak kondusif serta dapat menghambat penanganan yang akan diberikan oleh dokter.

"Siapa kau? Kau tahu, tidak ada yang boleh masuk ke daerah ini kecuali 1 pendamping pasien. Apa kau tak tahu?" Tanya Scooter, agak marah.
Justin adalah artis kesayangan Scooter, sehingga aku dapat memahami suasana hati Scooter saat ini.
"Ehm, aku.. aku-" kata-kataku terpotong oleh dr.Simon
"Mohon perhatian." Kata dr.Simon dengan tenang.Aku menghembuskan nafas lega. Lalu dia melanjutkan perkataanya. "Lupakan mengapa dia ada disini sekarang, aku akan mengatakan satu hal." Ekspresi dr.Simon berubah menjadi sedikit tegang. Aku menjadi tambah gelisah. Apa separah itu? Pikirku.
"Cepat katakan!" Scooter berkata tidak sabaran.
"Pasien membutuhkan donor darah. Golongan darah pasien adalah AB dan rumah sakit ini sekarang sedang kekurangan golongan darah itu. Jika tidak mendapatkan donor darah secepatnya, aku takut pas-" kata-kata dr.Simon dipotong oleh Scooter.
"APA APAAN IN! KATAMU INI RUMAH SAKIT TARAF INTERNASIONAL TERBAIK! STOK DARAH SAJA HABIS! BAGAIMANA INI BISA TERJADI?" Bentak Scooter.
"Kumohon kau tenang, apa kau pikir kami tidak berusaha untuk mencari stok darah untuk pasien?" Jawab dr.Simon.
"Tidak perlu mencari dr.Simon. Golongan darahku AB. Gunakan saja darahku!" Kata-kataku membuat 2 laki-laki didepanku menoleh padaku. "Cepat dr.Simon. Kau bilang jika terlambat akan fatal kan akibatnya? Apalagi yang kau tunggu?" Lanjutku tidak sabaran. Kulihat wajah Scooter sedikit melunak.
"Kalau begitu baiklah. Ayo kita lakukan pemeriksaan dulu pada dirimu." ajak dr.Simon padaku. Tanpa menunggu tanggapan Scooter, aku pergi menuju ruang pemeriksaan bersama dr.Simon.

Pukul 20.45
Transfusi darah telah selesai dilaksanakan. Syukurlah, golongan darahku cocok untuk Justin sehingga aku mampu untuk mendonorkan darahku untuknya. Setelah proses transfusi selesai, aku akan bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu, aku bertemu dengan dr.Simon.
"dr.Simon, tolong jangan beritahu siapapun jika aku yang mendonorkan darah untuknya. Bisa?" Tanyaku.
"Apa maksudmu, Aeesha? Kenapa? Dia temanmu bukan?" Tanya dr.Simon padaku.
"Bukan. Aku..aku hanya.." Aku tak melanjutkan kata-kataku.
"Ya ampun Aeesha! Jangan bilang kau salah satu fans nya!?" dr.Simon terus bertanya padaku.
"I..iya." Jawabku sambil tersipu malu.
"Damn it! Dengan kekuasaan ayahmu di negeri ini, kau hanya bisa menjadi sebatas fans-nya? Ya ampun, jika aku jadi kau, akan kupastikan hari ini aku yang berada disamping ranjangnya, mengusap rambutnya lalu berkata, Bangunlah sayang, kekasihmu ada disini." dr.Simon mengucapkan kalimat terakhir dengan sangat dramatis. Itu menjijikkan.
"Apa kau sedang mengejekku dr.Simon?" Balasku.
"Tidak, Aeesha. Aku sedang memuji kebodohanmu. Dengarkan aku baik-baik, Aeesha. Kau cantik, pintar, ayahmu berkuasa. Kau bahkan bisa menjadi model papan atas negeri ini jika kau gunakan sedikit saja otak bodohmu itu. Dan apabila kau dikenal di negeri ini, aku bisa pastikan kau sekarang menjadi kekasih idolamu itu. Tapi, apa yang kau lakukan sekarang? Kau justru menjadi waitress di Cafe dekat apartemenmu itu!" Lanjut dr.Simon.
"Kenapa kau tahu aku bekerja di Cafe itu, dr.Simon?" Tanyaku sedikit terkejut.
dr.Simon mendekat padaku. Lalu berkata lembut, 180 derajat berbeda dengan nadanya tadi.
"Aku telah menganggapmu seperti putriku sendiri, ayahmu adalah sahabatku. Bagaimana mungkin aku tidak tahu kehidupanmu selama ini di negeri serba keras ini. Berhentilah bekerja di Cafe itu, Aeesha. Sudah saatnya semua orang tahu siapa dirimu."
Aku menggeleng pelan," Tidak dr.Simon. Aku ingin menjadi mandiri dengan bekerja di Cafe itu. Aku tidak mau menjadi orang yang hanya mengandalkan kekuasaan ayahnya, lalu menghabiskan uang hanya untuk berfoya-foya." Jawabku.
dr.Simon tersenyum padaku.
"Putriku yang cantik, sekarang kau sudah benar-benar dewasa." Balas dr.Simon lalu memelukku.
Aku membalas pelukan dr.Simon dan berkata pelan, "Ingat permintaanku padamu tadi, dokter!"
Kami melepaskan pelukan. dr.Simon membalas perkataanku, "Akan aku pertimbangkan." Jawabnya sambil tersenyum.
"Jangan hanya dipertimbangkan dr. Tapi lakukan!" Jawabku pura-pura murung.
"dr., aku harus pergi. Aku masih ada urusan." Lanjutku.
"Untuk berkencan, hmm?" dr.Simon menggodaku.
"Aku tidak punya pacar dr. Tapi aku jadi punya ide, bagaimana kalau kita berkencan saja dokter?" Lanjutku sambil tertawa.
"Mana ada orang berkencan dengan putrinya sendiri?" Balas dr.Simon.
"Aku hanya bercanda dr. Lagipula kau sudah tua dan masih banyak pemuda diluar sana yang menyukaiku." Lanjutku dengan nada sombong yang dibuat-buat.
"Walaupun sudah tua, aku masih jadi dokter tertampan di rumah sakit ini, Aeesha. Hahaha." Lalu, kami berdua tertawa.
"Baik dr., aku harus pergi. Selamatkan Justin. Aku berhutang budi padamu, dr.Simon-ku tersayang." Lanjutku. Lalu, kami berdua berpelukan sekali lagi.
Setelah itu, aku pergi meninggalkan ruang pemeriksaan itu.

Sampai di lorong rumah sakit, aku melihat Scooter. Sepertinya dia sengaja menungguku keluar dari ruang pemeriksaan. Aku melanjutkan jalanku, pura-pura tidak memperhatikan dia.
"Nona, tunggu!" Kata Scooter.
Aku membalikkan badan. Dengan tatapan mata, aku seolah berkata. Ada apa.
"Maaf telah kasar padamu tadi, Nona. Terimakasih telah menyelamatkan Justin. Justin berhutang nyawa padamu. Sekarang dia telah dipindahkan di ruang perawatan. Silakan jika kau ingin mengunjungi." Lanjut Scooter ramah.
Aku mau, Scooter. Tapi aku tidak bisa.
"Aku ada urusan." Balasku dengan ketus.
"Oh maafkan aku telah mengganggu waktu berhargamu, Nona. Sekali lagi terimakasih. Kau telah menyelamatkan nyawa Justin. Kau telah memberikan harapan pada para fans nya. Bahwa idolanya akan sembuh, bila tidak ada kau, aku tidak tau apa yang akan terjadi. Terimakasih. Sekali lagi, kuucapkan terimakasih padamu. Ngomong-ngomong, apa yang kau inginkan dari kami, Nona? Apa tas terbaru Dior? Chanel? Yves Saint Laurent? Apapun itu. Aku akan berikan padamu dengan senang hati." Tanya Scooter panjang lebar.
Aku tersenyum setengah. "Jika aku mau barang-barang itu, aku tidak perlu meminta semua itu darimu, Scooter. Barang-barang itu akan datang sendiri ke Apartemenku tanpa aku harus mengeluarkan sepeserpun uangku. Tapi, aku akan minta satu hal ini padamu." Jawabku.
"Jika itu bisa kulakukan, aku akan memberikan padamu, Nona." Jawab Scooter cepat.
"Tolong, jaga Justin dengan baik." Balasku, lalu tanpa menunggu jawabannya, aku segera pergi dari tempat itu. Sementara itu, aku tahu, dibelakangku, Scooter sedang berdiri mematung dan menatapku heran.

Pukul 21.05

Drrtt..drrt.. ponselku bergetar. Marlynn, dia menelponku.
"Aeesha! Apa-apaan ini? Mengapa kau tidak datang?" Suara Marlynn sukses merusak gendang telingaku.
"Marlynn, aku sungguh minta maaf. Aku baru pulang dari rumah sakit." Jawabku.
"Apa yang terjadi padamu? Apa kau sakit? Apa sekarang kau baik-baik saja? Dimana kau sekarang? Apa kau sedang menyetir? Ya Tuhan, Aeesha. Jawab pertanyaanku." Tanya Marlynn bertubi-tubi.
"Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaanmu? Kau bertanya tiada henti, Marlynn." Balasku tak sabar.
"Baiklah-baiklah. Maafkan aku, cepat katakan apa yang terjadi padamu, Aeesha." Tanya Marlynn.
"Aku..hmm, aku-" Aku bingung harus mengatakan apa.
"Kau kenapa?" Bentak Marlynn.
"Tadi aku sedikit pusing. Maaf Marlynn, aku berbohong. Lalu aku kerumah sakit. Jangan marah padaku, Marlynn. Lain kali, aku yang akan mentraktirmu." Jawabku pelan.
"Tidak, aku tidak marah padamu. Sungguh. Lalu, apa sekarang kau sudah baik-baik saja? Apa kau bisa menyetir? Jika tidak, aku yang akan kesana menjemputmu." Balas Marlynn khawatir.
"Aku sudah baik-baik saja. Tidak perlu khawatir, aku bisa pulang sendiri." Jawabku.
"Ya sudah, hati-hati di jalan, Aeesha." Balas Marlynn.
"Terimakasih. Semoga acaramu menyenangkan. Bye." Lalu, aku menutup teleponku dan bergegas menuju Loby rumah sakit.

Kilasan bayangan pertemuan singkatku dengan Scooter tiba-tiba berkelebat dibenakku.

Maafkan aku Scooter, aku telah berbohong padamu.Sebenarnya, aku ingin berlari dan memeluk Justin, Scooter. Aku ingin berada disisinya. dr.Simon benar, aku harusnya ada disana Scooter. Harusnya aku mengusap kepalanya sambil menunggu dia sadar. Harusnya aku berkata "Sayang, kau sudah sadar?Apa yang kau butuhkan saat ini?Aku akan mengambilkannya untukmu. Apa masih ada yang terasa sakit?" saat dia sadar. Seharusnya, sekarang aku memegang tangannya, Scooter. Harusnya aku tidak pergi seperti seorang pengecut seperti tadi. Aku hanya terlalu takut, Scooter. Aku takut Justin memandangku lain. Aku tidak ingin dia terpaksa mengenalku hanya karena dia merasa berhutang budi padaku. Scooter, maafkan aku, tadi aku bersikap ketus padamu. Sungguh, aku tidak bermaksud ketus padamu tadi. Kau tahu Scooter? Aku tidak pantas disana, aku hanyalah seorang fans. Seorang fans yang tidak tahu diri. Seorang fans yang menginginkan idolanya memandang dia sebagaimana laki-laki memandang wanita yang dia cintai. Tapi itu tidak mungkin kan, Scooter? Aku malu pada diriku sendiri. Aku malu pada mimpi-mimpi yang aku rajut untuknya. Aku malu pada perasaanku untuknya. Aku lalai, aku lengah, aku salah. Aku mengakui itu, Scooter. Aku membiarkan semuanya bersemi, aku tidak memangkasnya. Harusnya, aku tidak membiarkan perasaan apapun tumbuh dihatiku untuknya, Scooter. Kecuali rasa bangga ketika aku melihatnya menjadi bintang. Scooter, akan lebih baik apabila aku tetap disini. Berada di belakangnya, bukan disampingnya. Tak mengapa, setidaknya ada bagian dari diriku yang akan selalu mengalir dalam dirinya sekarang. Scooter, jagalah Justin. Jagalah dia, untuk seorang fans yang tidak tahu diri ini.

Tak terasa, air mata lolos dari mataku. Aku segera mengusap air mataku dan pulang menuju apartemenku. Aku tidak apa-apa. Sungguh, aku tidak apa-apa.

To be continued..

------------------------------------------------------------------------

Gimana? Kurang dapet ya feel nya? Hehe
Kalau ada typo dll, jangan sungkan untuk membenarkan. Thank you.

ChokedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang