3rd Phase

175 10 1
                                    

Lucia's bedroom, 3 AM

Lucia terbangun dari mimpinya. Ia ter bangun dengan posisi duduk. Nafasnya memburu, ia terengah-engah. Tubuhnya basah oleh keringat, keringat mengalir di punggungnya yang polos. Babydoll yang ia pakai terasa lengket, melekat karena keringat yang membasahinya.

Lucia pun berusaha menenangkan diri meskipun nafasnya masih memburu dan jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Kepalanya terasa sakit, efek dari terbangun dengan tiba-tiba. Dengan perlahan, ia mencoba memelankan nafasnya. Menarik nafas melalui hidung, dialirkannya ke perut , lalu dikeluarkannya perlahan melalui mulut. Ia terus menerus melakukan pengambilan nafas yang pernah diajari kakeknya itu berulang kali sampai jantungnya mulai berdetak dengan normal kembali. Sakit di kepalanya pun mulai berkurang.

Gadis itu pun mulai memandang sekeliling kamarnya, entah mengapa, setelah ia dapat menenangkan diri, ia merasa beberapa indranya menjadi lebih tajam. Pendengarannya terutama, ia bahkan bisa mendengar desiran angin yang sangat pelan. Maupun suara binatang-binatang yang masih berkeliaran di luar sana.

Ada apa? Apakah panca indra manusia normal juga akan menjadi tajam setelah bermeditasi sedikit? , pikirnya dalam hati.

Karena hari ini adalah hari Sabtu, tidak apa-apa jika ia tetap terbangun untuk sementara.

Ia melangkah ke jendelanya, lalu membuka tirainya sedikit. Di luar, langit masih gelap. Satu-satunya penerangan adalah lampu jalan. Perumahannya adalah perumahan elit, rumah-rumah besar yang elegan menghiasi pemandangannya. Pastinya perumahan ini terlihat indah jika matahari sudah muncul.

Namun, Lucia hanya diam. Ia berpikir. Berpikir mengenai mimpinya. Jophiel? Azrael? Mengapa ia memimpikan kedua malaikat itu? Mereka malaikat kan? Dilihat-lihat dari model nama mereka.

Gadis itu lalu menghembuskan napas dan memilih untuk kembali ke tempat tidurnya dan melanjutkan tidur malamnya.

***
Roy's bedroom, 3AM

Roy terbangun dengan keadaan tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Ia mendudukkan badannya sambil memegangi kepalanya yang sedikit sakit. Lalu ia pun menoleh ke arah tempat tidurnya yang sudah hancur.

"Sial, pasti karena aku bermimpi lagi dan tanpa sadar menghancurkan tempat tidur. My uncle is going to be really mad at me, darn", rutuknya kesal.

Roy pun bangun dan merebahkan tubuhnya ke sofa. Butiran keringat membasahi tubuh bagian atasnya yang memang tidak memakai apa-apa lagi.

Ia memimpikan dua malaikat itu lagi, Jophiel dan Azrael. Namun kali ini ia memimpikan dirinya sebagai Azrael. Bukan, sebenarnya ia memang selalu menjadi Azrael.

"Bisa-bisanya aku bermimpi mencium Jophiel. Hah, jadi seperti ini kah hawa nafsu? Perasaan meledak-ledak dan keinginan untuk mencium seseorang? Harus berapa lama lagi aku menunggu, Lucia?", kata Roy pelan.

Ia pun kembali memenjamkan matanya dan tidur.

***
Lucia's house, 07.30 AM

"Wow. Tumben sekali kau bangun sepagi ini, Miss", goda Ian. Ia tersenyum kecil begitu melihat Lucia terkantuk-kantuk menuruni tangga dengan babydollnya.

"Diamlah Ian, aku terbangun subuh tadi dan berusaha untuk tidur lagi. Tapi entah kenapa, sangat susah untuk tidur lagi", geram Lucia begitu ia sampai ke meja makan. Ia pun meletakkan pantatnya di kursi dan membenamkan wajahnya di meja sambil memejamkan mata.

Ian terkekeh lalu menghampiri Lucia dengan sepiring pancake nuttela dan susu cokelatnya. Lucia pun langsung menegakkan badannya dan memperbaiki posisi duduknya begitu mencium aroma nuttela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang