The Pain That I Love - Chapter 6

269 41 6
                                    

"Sial! Dia tidak mengangkat telfonya. Mau cari mati si gendut itu?" ucap Aeri kesal.

Dia mondar-mandir di sekitar bangku Soojin. Nura dan Jooyun hanya menginjak-injak tas Soojin, membuat tas bewarna hitam tersebut menjadi kotor dan berdebu.

Kelas sudah kosong semenjak lima belas menit yang lalu, tapi tak ada tanda-tanda Soojin yang akan datang kekelas untuk mengambil tasnya.

"Mungkin dia sudah kabur, Bos. Bagaimana kalau nanti malam saja kita suruh dia untuk ketempat biasa?" usul Nura sambil menaik turunkan alisnya.

Aeri menjentikan jarinya, "ide bagus." Ia tersenyum puas, membuat Nura dan Jooyun saling bertos.

Mereka pun keluar dari kelas, sebelum Jooyun menendang tas Soojin hingga terpental jauh ke sudut kelas membuat mereka bertiga tertawa puas.

"Aku akan membuat rencana yang tak akan pernah kalian bayangkan sebelumnya." Ucap Aeri sambil menyeringai.

***

Di dekat gerbang sekolah, Daehan menghentikan langkahnya. Ada perasaan menyesal dan bersalah yang ia rasakan. Ada sesuatu yang terlupakan dan harusnya ia lakukan saat itu, sesuatu yang rasanya memenuhi otaknya sedari tadi. Tapi apa?

Dia mengernyitkan dahinya, berusaha untuk mengingat. Kenapa ia merasa begitu bersalah? Sedetik kemudian ia tersadar.

"Soojin?" ucapnya pelan, bahkan sangat pelan. Sampai-sampai suara itu tak terdengar di telinganya sendiri.

"Ada apa Daehan? Kenapa berhenti?" tanya Mirae khawatir sambil memegang bahu Daehan, memastikan Daehan tidak kenapa-napa.

"A-apa..." Daehan tergagap. Lamunannya seketika buyar ketika Mirae menyentuh bahunnya.

"T-tidak kenapa-napa. Sepertinya ada sesuatu yang tertinggal di kelas," ucap Daehan berbohong. "Mirae, Kau tak apa-apa pulang sendirikan?"

"Memangnya apa yang ketinggalan? Aku tak apa-apa kok ikut menemanimu untuk menjemput barangmu yang tertinggal di kelas."

"Jangan! Ah... maksudku... tidak perlu menemaniku ke kelas. Kamu duluan saja! Ada sesuatu yang harus ku urus."

Daehan terlihat resah, entah apa yang tengah ia sembunyikan tapi, Mirae sangat tahu kalau sekarang Daehan tengah berbohong.

"Baiklah... kalau begitu aku pulang duluan, nanti aku telfon."

"Hm... Hati-hati di jalan." Ucap Daehan sambil mengelus puncak kepala Mirae dengan sayang.

Mirae hanya mengagguk lalu kemudian berlalu pergi.

"Apa Daehan baik-baik saja? Kenapa dia terlihat seresah itu? Apa ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku?" batin Mirae cemas.

Setelah memastikan Mirae sudah pergi cukup jauh, Daehan buru-buru berlari pergi ke atap sekolah.

Bahkan kakinya bergerak begitu saja menuju atap sekolah tanpa dikomando terlebih dahulu. Seperti memang sudah terbiasa kakinya melakukan hal seperti itu, pergi melangkah menginjak setiap jalan menuju atap sekolah.

Dia sadar bahwa ia cukup gila untuk melakukan itu. Entah kenapa rasanya ia sangat ingin bertemu dengan Soojin saat ini, memastikan bahwa Soojin baik-baik saja dan berharap sedang tidak menangis.

Dia tahu bahwa walaupun Soojin tengah menangis saat ini, itu bukanlah urusannya. Walaupun Soojin merasa sakit hati saat ini, itu juga bukan urusannya.

Memang apa pedulinya kalau sekarang Soojin tengah menangis sendirian di atap sekolah saat ini?

Hah, lucu bukan? Bahkan dia tahu akan kebiasaan Soojin yang selalu pergi sendirian ke atap Sekolah.

The Pain That I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang