Someday

734 69 0
                                    

Suatu hari di bulan September

Hujan pertama di bulan September mengguyur kota Jakarta hari ini. Membasahi tanah, menimbulkan aroma yang menenangkan.

Nadya menatap hujan melalui jendela kaca di ruang kerjanya. Memberikannya ketenangan disela-sela jam makan siang. Ketika karyawan lain memilih untuk pergi ke tempat favorit mereka untuk makan siang, Nadya memilih untuk tetap di ruang kerjanya sambil menatap hujan yang mulai reda.

Tak terasa sudah hampir dua tahun Nadya merenungi kehidupannya. Bukannya dia tidak menjalani hidup seperti biasa, namun dia tak dapat menyangkal kalau terdapat lubang besar di hatinya. Kadang dia lelah harus terus bersembunyi dibalik senyumnya. Sehingga semua orang menganggapnya wanita yang kuat. Namun, hanya dia dan Tuhan yang tahu seperti apa hati Nadya selama ini.

Nadya masih yakin kalau Satria telah merencanakan sesuatu. Kalau Satria tidak benar-benar melakukan semua ini kepadanya. Karena Nadya selalu yakin, kalau kebahagiannya adalah tujuan hidup Satria.

Sebuah ketukan membangunkan Nadya dari lamunannya.

"Masuk," kata Nadya.

Dan masuklah Jono, seorang OB.

"Loh, saya kira Mbak Nadya gak ada. Nggak makan siang Mbak?"

"Eh, nggak Jon. Lagi males. Ada apa ya?"

"Ini Mbak, saya mau memberikan paket ini. Tadi ada kurir yang mengantarkannya. Buat Mbak Nadya katanya."

"Oh, taruh aja di meja Jon. Makasih ya." Nadya tersenyum pada Jono. Sebuah senyum yang tak berubah meski sesuatu telah terjadi. Sebuah senyum yang akan membuat hari Jono lebih berwarna.

"Mari Mbak, saya permisi."

Dan Jono pun berlalu meninggalkan ruangan kerja Nadya.

***


Setelah selesai mandi, Nadya bersiap akan tidur saat tidak sengaja dia melihat kotak itu. Kotak yang diberikan oleh Jono tadi siang. Dengan malas akhirnya Nadya membuka kotak itu.

DVD?

Nadya mengerutkan keningnya saat mengetahui kalau isi kotak tersebut adalah sebuah DVD. Kemudian ada sebuah surat atau lebih tepatnya catatan kecil dalam kotak itu.

'Play this DVD- Dani.'

Kemudian tanpa pikir panjang, Nadya langsung memutar DVD tersebut. Dan.... Disana ada Satria. Duduk disebuah ranjang rumah sakit dan memakai pakaian pasien. Dia tersenyum kearah kamera. Terlihat pucat, lemah dan lebih kurus, namun Nadya masih bisa mengenali laki-laki itu.

"Hei Nad," adalah kata pertama yang Satria ucapkan.

Seketika, Nadya membekam mulutnya. Karena Nadya tidak percaya kalau itu Satria, Satria-nya.

Kamu sakit Sat? Kamu kenapa? Benak Nadya memunculkan banyak pertanyaan.

"Apa kabar? Iya Nad, ini aku Satria. Aku tahu, sekarang kamu pasti sedang menatapku tak percaya. Setelah aku membatalkan pernikahan kita dan menghilang begitu saja. Iya Nad, saat kamu melihat video ini, aku mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini."

Sebutir cairan bening menetes di kedua pipi Satria.

Satria menangis.

"Well, maaf ya Nad aku sampai menangis. Aku tahu seorang Ksatria tidak boleh lemah bahkan meneteskan air mata. Aku selalu ingat kata-kata kamu Nad. Tapi, aku tidak bisa menjadi Ksatria kamu lagi Nad. Aku hanya seorang manusia biasa. Beberapa hari menjelang pernikahan kita, aku mengetahui kalau ada kelainan di jantung aku. Jantung aku gak bisa berfungsi seperti biasanya. Saat mengetahui itu, yang aku rasakan adalah takut. Aku takut. Aku takut kehilangan semuanya bahkan nyawa aku. Aku takut, suatu hari jantung aku tidak bisa berdetak lagi. Dan yang paling aku takutkan adalah kehilangan kamu Nadya. Aku tidak bisa memberitahukan keadaan aku. Karena aku tidak mau egois, karena aku selalu ingin kamu bahagia Nad."

Nadya tak kuasa untuk menahan tangisnya. Dia menangis dengan sejadi-jadinya. Dia menangis untuk Satria dan kisah cintanya.

"Sat... Kenapa kamu melakukan ini sama aku?" Bisik Nadya lirih.

"Jangan menangis Nad, karena aku gak ada disana untuk menghapus air mata kamu. Aku gak bisa melakukannya. Jadi aku mohon, jangan menangis."

Satria berkata seolah dia sangat tahu apa yang akan terjadi saat Nadya melihat video ini.

"Saat hari pernikahan kita tiba, saat itu aku sudah ada di Singapura untuk menjalani operasi. Dan sebelum operasi, aku menelpon kamu Nad. Saat itu, aku membayangkan kamu mengenakan baju pengantin. Kamu pasti sangat cantik Nad. Tapi sayang, aku tidak bisa melihat kamu. Kamu ingat kan? Saat aku telpon, aku bilang kalau aku sangat mencintai kamu dan aku ingin kamu percaya sama aku. Apa sampai saat ini kamu masih percaya Nad? Atau bahkan kamu sudah membenci aku? Karena aku sangat pengecut, tidak memberitahu kamu segalanya. Aku ingin Nad, aku ingin sekali kamu ada disini saat aku operasi. Karena selama aku operasi, aku selalu ingat sama kamu. Aku ingin sembuh Nad, aku ingin menikahi kamu. Aku ingin mewujudkan semua mimpi-mimpi kita. Tinggal di Jogja. Punya anak kembar. Aku ingin melakukan semua hal bersama kamu sampai aku tua, sampai kamu tua. Tapi, kemungkinannya sangat kecil Nad. Dan kalau nantinya aku tidak bisa bertahan, aku mohon satu hal sama kamu. Kamu harus hidup dengan bahagia. Kamu janji sama aku Nad? Kamu harus tetap mewujudkan mimpi-mimpi kamu. Karena suatu saat nanti akan datang seorang Ksatria yang lebih tangguh dari aku, yang akan menjaga dan mencintai kamu. Dan kamu harus selalu ingat, aku akan selalu memcintai kamu bahkan sampai ke kehidupan selanjutnya Nad."

Nadya melihat Satria menghapus air mata yang menetes tanpa henti di pipinya.

"Bye Nad," Satria melambaikan tangannya.

Yang Nadya butuhkan saat ini adalah bernafas. Karena dia merasa semua udara direnggut dari dirinya. Nadya merasa sangat sesak setelah melihat Satria. Sekarang Nadya sangat yakin kalau Satria tidak salah. Satria hanya tidak mau egois. Membiarkan Nadya melihatnya dalam keadaan kesakitan. Karena Satria hanya ingin melihatnya bahagia.

"Baik Sat, aku akan hidup dengan bahagia setelah ini. Aku janji sama kamu."


————————————————





Somewhere, Sometime, Someday (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang