kopi yang bahagia

36 1 0
                                    

"Ibu...lihat itu ibu ku!" Teriak Halim dari atas bukit sembari mengarahkan telunjuknya ke arah seorang wanita paruh baya yang sedang memetik kopi .

Wanita yang Halim tunjuk tadi melirik lalu tersenyum kepada anak sematawayangnya itu. Lalu ia memberikan pandangan hormat pada Jandris dan Jannie.

"Jadi itu ibumu Halim? " tanya bocah laki-laki yang menggunakan rompi coklat dan topi newsboy itu 
"Ia itu ibuku"
Jawab Halim singkat.

"Oh Jadi ibumu pemetik kopi,Halim?" Ucap gadis kecil yang baru saja sampai di atas bukit.

"Ia ibuku bekerja memetik kopi apa salah?"
Jawab halim dengan kesal. Tentu saja dia tidak suka dengan cara bicara kedua teman bule nya itu, seperti merndahkan ibunya.

"Tidak begitu Halim ibumu itu hebat. Kata ayah ku tidak semua orang bisa memetik kopi karena kopinya harus bahagia agar aromanya bisa membuat orang yang menghirup nya bahagia." Jawab gadis bule bermata biru tua itu dengan polosnya.

Langit sudah menua dan orange mentari sudah kehilangan keberaniannya dan kini mengintip malu-malu. Dan pada akhirnya besembunyi kebalik gunung disebrang perkebunan.
"Ayu pulang le bentar lagi maghrib" Ajak ibu Halim
"Tuan muda sama nona juga pulang juga nanti nyonya cariin loh" nasihat wanita itu pada kedua anak bule itu.

"Jandris, Jannie ayo pulang ini sudah petang" benar saja baru beberapa detik ibu Halim memperingati mereka Nyonya Lucy Van Derline memanggil kedua anaknya.

"Saya mohon izin pulang tuan" pamit ibu Halim pada Tuan Van derline
"Oh Suratih silahkan-silahkan, Terimakasih atas pekerjaan mu hari ini ya" Jawab Tuan Van Derline dengan logat belanda nya yang masih kental.
"Terimakasih tuan"
Kami pun pergi meninggalkan pos pengawas. Namun baru saja beberapa langkah kami di hentikan dengan suara tuan Van derline.
"Tunggu"
"Ia ada apa tuan?" Tanya ibu halim
"Apa dia yang bernama Halim Itu?"
"Ya tuan "
" baiklah Halim kemari lah" perintah tuan van derline
"Ia tuan"tanya Halim sembari menghadap nya . Lalu Tn Bruch van Derline mengeluarkan dompetnya lalu ia mengambil dan menyodorkan selembar uang satu gulden.
"Ini untuk mu terimakasih telah mau bermain dengan anak-anak ku. kasihan mereka tidak punya teman karena di sekitar sini tidak ada anak belanda dan anak pribumi tidak semua menerima mereka. "

"Terimakasih tuan" jawab Halim sembari mengambil uang nya.

Setelah itu Halim dan ibunya pulang ke
Rumah bambu mereka. Seprti biasa sepulang dari kebun Halim akan membersihkan tubuhnya lalu setelah itu ia akan mengisi perutnya.

Namun sendari tadi ibu Halim tidak berbicara sama sekali. Tidak biasanya ia bermuram durja begitu.
"Ib ibu ada apa?" Tanya Halim dengan gugup dan takut

Coffee SmellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang