VIII

2.7K 185 0
                                    

Para medis Privatekrankrenhause segera membawa Evelina keruang ICU. Darah yang sesekali masih menetes di wajah dibersihkan. Selang oksigen segera dipasang di  hidung Evelina menyusul kemudian selang infus. Seorang dokter berperawakan jangkung dan berkacamata dengan cepat melakukan primmary survey; mengecek saluran nafas,  detak jantung, fungsi saraf dan juga melakukan exposure pada tubuh Evelina. Luka di kening Evelina dibersihkan untuk kemudian ditutup dengan kain kasa. Dua orang perawat kemudian membawa Evelina melakukan rontgen untuk memastikan benturan pada kepalanya tidak menyebabkan pembekuan darah atau retaknya tulang kepala. 

Sementara di luar ruangan, Alina dan Emilie menunggu dengan perasaan tidak karuan, sesekali mereka mengelap buliran bening yang menuruni pipi. Mereka berharap tidak terjadi apa-apa pada Evelina. Namun bayangan wajah Evelina dengan lumuran darah dan benturan pada kepala membuat usaha mereka untuk menenangkan diri tidak berhasil. Ketika pintu ruangan di mana Evelina dirawat terbuka, buru-buru mereka berdiri dan menghambur menemui dokter yang keluar dari ruangan itu.

“Wie sich der zustand der mutter Evelina? (Dok, bagaimana kondisi nyonya evelina?)” ucap Emelie panik. Matanya masih sembap dan merah. Mereka berjalan mengiringi langkah dokter yang terlihat tenang menangani pasiennya satu persatu.

“Anda .....?”

“Kami siswa baletnya dok?” Ucap mereka memotong sebelum dokter selesai mengajukan pertanyaan. Ketika Emilie dan Lianna tengah berbincang-bincang dengan dokter menanyakan kondisi Evelina, tiba-tiba seorang laki-laki dengan menggandeng gadis kecil sedikit berlari mendekati mereka.

“Dokter, saya suami Evelina, bagaimana kondisi isteriku dok?” ucap Raechan dengan mimik muka penuh kecemasan.

“Anda tenang dan berdoa saja. Kami akan berusaha maksimal mengobati isteri Anda.”

Melihat ibunya tidak sadarkan diri Tania hanya berdiri mematung di samping ayahnya. Perasaan cemas mulai menguasai dirinya. Sesekali buliran air mata menetes membasahi pipinya. Tiba-tiba saja bibir mungilnya bergerak pelan.

Ya Allah, semoga bunda baik-baik saja! pinta Tania sambil mendongakan kepala untuk kemudian mengusap wajahnya laiknya orang habis berdoa. Sementara dokter masih memberikan penjelasan terkait kondisi Evelina. Sesudah selesai memberikan penjelasan Raechan, Emilie, dan Lianna diminta menunggu sampai rontgen selesai untuk mengetahui diagnosa selanjutnya. Mereka pun duduk di lobi ICU. Raechan menyalami Emilie dan Linna satu persatu dan mengucapkan terimakasih telah membawa Evelina ke rumah sakit, ia tidak tahu apa yang akan terjadi apabila Evelina tidak secepatnya diberikan perawatan medis.

Emilie dan Lianna menceritakan kepada Raechan bagaimana kejadian di kelas sampai membuat Evelina terjatuh. Raechan mendengarkan dengan seksama cerita dua orang murid Evelina tersebut dengan mata menghangat. Bayangan wajah cantik isterinya yang terjatuh dan kemudian membentur lantai saat mengajar membuat dia makin panik dan pikirannya tidak menentu. Dipeluknya Tania erat seakan ingin membagi kekalutan yang ia rasakan kepada puteri semata wayangnya itu. Lidah Raechan tiba-tiba menjadi kelu. Air mata mengambang di kelopak matanya. Kesedihan akan sakitnya Evelina kini bertambah dengan musibah yang menimpa Evelina. Seuntai doa didaraskan kepada Sang Pencipta. Semoga Tuhan menjaga Evelina, pintanya di dalam hati.

Raechan, Tania dan beberapa orang murid Evelin menunggu di bangku yang berada di lorong ICU. Mereka duduk mematung. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya sesekali mereka saling berbicara satu sama lain, memecah kesunyian di antara mereka. 
*** 
Hay guys. Udah mulai memanas nih. Gimana seru nggak? Udah mulai jelas 'kan semuanya?

Jgn lupa Vote n Comment ya

Love you :*

Until My Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang