1▷Tuan Tanpa Nama

306 23 0
                                    

"Lo itu cuma cewek cupu! Gak pantes ada disekolah elite ini. Harusnya lo sadar diri dengan kedudukan lo. Lo itu cuma orang yang terbuang! Terbuang!"

Sakit. Entah berapa helai rambutku yang rontok karena jambakkan dari Felin. Namun bukan itu yang membuatku sakit. Kata-katanya begitu menusuk yang mengatakan bahwa aku hanya orang yang terbuang. Bahkan gelak tawa dari semua mata yang menonton adeganku yang kini tengah di bully Felin pun sudah tak dapat kudengarkan lagi. Kupingku sudah panas. Wajahku sudah kemerah-merahan menahan amarah yang tak bisa kuluapkan.

"Nangis, Frigga! Nangis! Gue gak akan berhenti sebelum lo nangis."

Menangis? Untuk apa? Aku sudah terlalu sering merasakan ini. Air mataku bahkan telah mengering.

"Lo gagu? Gak bisa nangis? Gak bisa ngomong? Nangis cepet, cupu!"

Kini tangannya telah menampar pipiku, meninggalkan bekas kemerah-merahan dibagian itu. Ada darah yang mengalir juga disudut bibirku.

"Stop Felin! Lo boleh bully gue sepuasnya, tapi jangan dia!"

Suara itu. Aku baru pertama kali mendengarnya.

"Wah wah wah! Ketika dua orang cupu bertemu, kaya gini jadinya? Lucu ya!"

Suara gelak tawa lagi-lagi terdengar. Namun bukan itu yang membuat fokusku teralih. Laki-laki ini sebenarnya tidak bisa dibilang cupu. Dandanannya cukup normal dikalangan anak sekolah, meski tampilannya tidak se'gaul' siswa sekolah ini. Dan yang terpenting bukan dandanannya, melainkan dia tengah membelaku. Aku bukan tergila-gila dengan pembelaan. Aku hanya sedikit bahagia.

"Lo itu cuma anak cupu. Gak usah ngebentak gue, cupu! Lo sama dia juga sama aja. Sama-sama cupu dan sama-sama terbuang. C'mon, guys kita pergi! Gue males berhadapan sama dua lalat kotor."

Mulutnya tajam. Gadis secantik dia memiliki mulut yang tajam seperti itu. Sangat disayangkan.

"Hei, nama lo Frigga? Ayo ikut gue, kita perlu ke UKS!"

Aku pasrah ditarik olehnya. Aku tidak bisa berbuat banyak untuk menolaknya karena hati kecilku pun tidak mengizinkanku untuk menolaknya. Sentuhannya di lenganku membuatku merasakan perasaan diinginkan untuk yang pertama kalinya. Setidaknya aku boleh berharap bukan?

"Duduk!"

Aku mengikuti seluruh sarannya.

"Kenapa lo gak ngelawan pas dibully tadi? Dia udah keterlaluan."

"Mungkin karena gue cupu!"

Aku menjawab dengan santai.

"Itu bukan alesan lo buat gak ngelawan dia. Dan satu lagi, lo itu gak cupu. Lo terlihat normal. Gak ada kacamata tebal, gak ada kawat gigi, gak ada rambut dikepang dua, gak ada logat gagap. So, lo itu sebenernya gak cupu sama sekali!"

"Yah itu menurut lo kan? Nyatanya, semua murid disini bilang gue cupu meskipun menurut gue, penampilan gue cukup normal. Tapi kenapa lo juga dibilang cupu? Lo juga terlihat normal."

Dia mengangkat sebelah alisnya.  Tampan meskipun dengan wajah yang terlampau dingin. Dari tadi dia berbicara tanpa senyum sama sekali.

"Lain kali, lo harus ngelawan. Karena gak selamanya gue bakal ada dideket lo buat lindungin lo. Kali ini lo selamat dari Felin. Besok-besok? Lo bisa 'abis' ditangan dia sama dayang-dayangnya itu. Ngerti gak lo?"

Ada perhatian didalam ucapan dinginnya meskipun pertanyaanku tadi tidak dijawabnya. Dan itu membuat sudut bibirku terangkat meski hanya sedikit. Muncul perasaan hangat didalam hatiku.

"Makasih, hmm... nama lo?"

"Untuk saat ini, biarkan lo mengenal gue tanpa ada nama. Pertemuan-pertemuan selanjutnya, lo bakal tau nama gue."

"Pertemuan-pertemuan selanjutnya?"

"Ya. Karena gue yakin ini bukan pertemuan pertama dan terakhir bagi 'kita'."

Setelah menekankan kata 'kita' yang bahkan aku tak tau artinya, dia berlalu begitu saja meninggalkanku termenung memikirkannya, si Tuan tanpa nama.

___________________________

A/N Hello.
Saya kembali dengan membawa cerita baru.
Saya bakal buat cerita ini dengan konflik yang ringan soalnya mungkin cerita ini cuma beberapa part aja. Hope you enjoy the story!
Vote and comment!!

29 Mar 2016

REDDISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang