2▷Durahankara

207 19 0
                                    

"Heh cupu! Masih berani loh nampakin muka cupu lo di sekolah ini?"

Lagi-lagi si nenek sihir. Aku hanya mengangkat sebelah alisku, memandangnya dingin, dan berlalu begitu saja. Beberapa suara bahkan menyorakiku. Aku tidak peduli.

"Duh, mulai belagu ya sekarang! Mentang-mentang ditolongin sama pangeran cupu lo itu, terus sekarang mulai berani? Hebat, Frigga!"

Sumpah, ucapannya tidak ada satupun yang penting. Dia masih saja menghadang langkahku, membuatku mendongak menatapnya dengan tatapan malasku.

"Lo gagu? Udah cupu, gagu. Gak guna hidup lo!"

"Elo yang gak berguna, sampah!"

Kali ini aku benar-benar sudah muak mendengar segala ocehannya.

"Lo!! Berani-beraninya bilang gue sampah! Lo tuh siapa sih?"

"Gue Frigga. Anak cupu. Bagi gue, gue itu cuma murid sekolah normal. Gak ada yang salah sama dandanan gue. Dan gue bingung, kenapa lo dendam banget sama gue? Gue gak pernah kan nyari masalah sama lo?"

"Lo itu udah ngambil sesuatu dari hidup gue, cupu! Dan gue gak suka berbagi! Dan lo bilang lo normal, pikirin lagi deh. Lo itu gak ada apa-apanya sama kita."

Setelah mengatakan itu, Felin menjambak rambutku lagi, namun kali ini bukan hanya menjambak. Namun dia membenturkan kepalaku ke tembok. Itu sakit, percayalah! Darah segar mengalir dari dahiku. Dan dia pergi begitu saja sementara aku berusaha untuk berdiri dan menutupi dahiku yang berdarah.

"Luka lagi hm? Mau ke UKS lagi?"

Aku mengangguk. Dia, si tuan tanpa nama yang memapahku. Kepalaku sudah pusing berdenyut-denyut.

"Kenapa bisa sampe kaya gini? Lo gak ngelawan?"

Nada suaranya dingin. Namun lagi-lagi terselip perhatian didalamnya.

"Udah tadi. Tapi ya gimana, gue sendiri, dia punya dayang-dayang. Dan yah beginilah jadinya."

Aku tersenyum miris. Dia membersihkan darah didahiku dengan hati-hati, memberinya obat, dan membuatnya tidak lagi terasa sakit. Pipiku menghangat. Dan aku yakin pasti wajahku sudah berwarna kemerah-merahan. Dia orang pertama yang membuat semburat merah jambu di pipiku. Dia bukan hanya mengobati luka didahiku, tapi telah mengobati perasaanku yang telah hancur.

"Kenapa lo gak nyoba buat bertindak kasar sama dia, ngelakuin hal yang dia pernah lakuin ke lo? Kenapa?"

"Gue gak mau jadi seperti dia. Kalau gue bertindak kaya gitu, itu tandanya gue gak beda kan sama dia? Gue cuma mau sekolah dengan normal tanpa gangguan kaya anak lain. Tapi di tahun ketiga ini, entah apa yg bikin Felin murka sama gue, dia malah ngusik hidup gue!"

"Gue paham. Dan gue juga ngerasain apa yang lo rasain. Gue juga korban bullyan. Jadi, gimana mulai saat ini kita saling ngejaga satu sama lain?"

Aku tidak mengerti. Atau aku hanya mencoba pura-pura untuk tidak mengerti? Entahlah!

"Maksud lo?"

"Lo pasti paham sama maksud gue. Karena lo bukan anak cupu yang sebenernya."

Untuk kali pertama, aku melihatnya tersenyum. Tulus. Menghilangkan semua kesan dingin dan angkuh diwajahnya.

"Jadi, mari sama-sama saling menjaga."

Aku balas tersenyum. Untuk kali pertama untuk yang kedua kalinya, aku merasa dicintai. Benar-benar dicintai.

"Dan gue gak mau berkomitmen dengan tuan tanpa nama."

Dia tertawa. Tawa yang terdengar begitu hangat.

"Jadi lo belum tau nama gue hm?"

"Menurut lo?"

"Oke oke. Gue Arvin. Arvin Durangkara"

Aku terkejut. Bukan hanya persamaan nasib ternyata.

"Durangkara?"

"Aneh memang. Tapi ya, begitulah. Nama itu pula yang bikin gue jadi sosok yang seperti ini. Dingin."

"Bukan. Bukan itu permasalahannya."

"Lalu?"

Aku tersenyum.

"Gue Frigga. Frigga Ahankara."

Sekarang, aku yang balas membuatnya terkejut.

"Nama yang indah, Nona Ahankara"

"Nama yang indah pula, Tuan Durangkara."

"Dan satu lagi, Nona Ahankara. Biasakan dengan sebutan aku dan kamu diantara kita."

"Dengan senang hati, Tuan Durangkara."

Dan begitulah. Dua orang cupu bertemu dan saling jatuh cinta.

_______________________________
A/N hai.
Cuma mau ngasih tau. Ini bukan NOVEL. jadi maafkan saya kalau ceritanya teramat pendek. Dan ini bukan ending.
Terima kasih.
Vote and comment!!

4 Apr 2016

REDDISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang