Bagian Keempat (1)

232 14 2
                                    

Seandainya ia ingin di dekatmu, siapkan ruang ternyaman untuk tinggal

Jika ingin meninggalkanmu, beri ia sayap untuk terbang.

Cinta tak pernah berjodoh dengan keterpaksaan-
.
***

Bagian Keempat:

Sebuah Perpisahan

Semburat senja perlahan mulai terlihat menghiasi kisi-kisi langit. Tepias senja memantul di permukaan air, membuat riaknya tampak berkilauan. Sinarnya menerpa sebagian permukaan kulit, menghangatkan siapa saja yang berada di dekatnya. Sementara itu, dari arah lain sekelompok burung yang tadinya terbang berkelompok mulai memisahkan diri, terbang merendah. Ingin kembali ke sarang mungkin.

Aku tersenyum tipis. Suasana yang menyenangkan.

"Diah?" Panggil seseorang pelan. Seperdetik kemudian, aku menoleh dan baru menyadari kalau sedari tadi aku sedang berada di tepi danau-yang tak jauh dari sekolah bersama seseorang.

"Eh? Maaf, Kak, Diah ngelamun," jawabku kaget.

Kak Rino tersenyum kecil. Pandangannya lurus. Sibuk mengamati keadaan sekeliling. Ia berdeham.

"Jujur, gue selalu suka sama suasana sore hari. Gue suka ngeliat matahari yang mau terbenam, gue suka ngeliat langit senja. Gue suka ngeliat burung yang terbang bareng. Gue, suka semua yang berkaitan sama senja." Kak Rino memulai pembicaraan. Jaket putih yang sedari tadi dipakainya ia rapatkan. Udara sore memang cukup dingin.

"Lo suka senja juga, nggak?" Tanya kak Rino kemudian.

Aku melirik ke arah kak Rino, kemudian mengangguk singkat, mengiyakan.

"Diah juga suka suasana sore, Kak. Ngeliat senja di langit. Nggak tau kenapa, waktu Diah ngeliat senja, Diah jadi ngerasa nyaman banget. Masalah hati serasa hilang. Tapi, kadang sedih juga sih, kalo ngeliatnya sendirian, nggak romantis kaya di film-film"

Kak Rino tertawa. Dia berbalik menatapku. Aku yang salah tingkah, segera menyeka rambut yang menutupi dahi.

"Diah pengen nikmatin senja bareng sama seseorang yang romantis?" Tanya kak Rino kemudian. Matanya menatapku lamat-lamat.

"Eh, engg, enggak kok, Kak. Diah tadi cuma bercanda aja. Sorry Kak, Diah ngelantur kan jadinya." Aku mengalihkan pandangan.

Kak Rino kembali tertawa menggeleng.

"Lo tadi keliatan serius, Dek. Nggak mungkin bercanda. Ngga papa kali, gue sendiri juga pengen kok, ngeliatin senja sore bareng pujaan hati gue. Dan Tuhan emang baik. Dia ngabulin permintaan gue, bisa ngeliat senja bareng orang yang gue cintai."

Aku tersedak kaget.

Kak Rino,, lo udah punya pacar? Dan lo pernah liat senja bareng dia? Ujarku dalam hati. Entah kenapa, hatiku terasa perih mendengarnya.

Diah, lo nggak berhak buat cemburu. Dia kan bukan siapa2 lo. Pacar bukan, sahabat juga bukan. Ngapain lo cemburu?
Separuh hatiku berkata lain.

"Seru ya, Kak." Jawabku kemudian. Singkat, tak berekspresi.

Kak Rino mengangguk kecil.

Dan orang itu sekarang disini, Diah. Di samping gue, sahutnya dalam hati.

Udara sore mulai beranjak mendingin, merasuk ke dalam melalui celah pori-pori kulit. Aku menekuk kedua lututku. Berusaha untuk menghangatkan diri.

Yaampun, kenapa gue ga bawa jaket sih? Udara makin lama makin dingin. Rasanya gue pengen pulang.
Eh, tapi ga terlalu dingin juga si. Lumayan, deket kak Rino jadi kerasa hangat. Kalo yang nemenin kak Rino sih, gue betah disini.

Diahh, tapi kan kak Rino udah punya pacar? Ngapain lo masih ngarepin dia?

Diaahhh, lupain perasaan lo. Kak Rino ga mungkin suka sama lo! Lupain! Lo harus ngelupain dia.

Tanpa kusadari, sebuah jaket putih melingkar hangat di tubuhku. Aku tersentak kaget, dan menoleh ke arah kak Rino, bingung.

"Disini dingin," ujarnya singkat.

"Tapi?"

"Gue ga tega ngeliat lo kedinginan. Pake aja."

"Mm, Makasih, Kak."

Pipiku bersemu merah. Aku tersenyum tulus. Kak Rino balik membalas senyumku.

"Lo tau nggak, terkadang buat ngedapetin sesuatu kita ngelakuin berbagai cara yang mungkin menurut orang lain ga masuk akal," ucap kak Rino.

Aku memincingkan kedua alisku.

"Contohnya?"

"Mm.. Misalnya, ketika seseorang lagi jatuh cinta, dia ngelakuin apa aja yang mungkin menurut orang lain ga wajar. Dia rela tiap hari ngelewatin kelas si doi, dia rela gabung ekskul yang sama."

Aku terdiam.

Gue juga ngelakuin hal yang sama ke lo, Diah, ujar kak Rino dalam hati.

"Sama kaya gue yang.. Ah lupain- Gue salah ngomong. Lupain," lanjutnya kemudian.

Kak Rino menghela napas.

Gue akan kasih tau semuanya ke lo, Diah.

"Diah, gue pengen ngomong sesuatu," ucap kak Rino pelan.

Aku menoleh, menatap kak Rino yang memandang lurus tepian danau. Angin sore menghempas rambutnya pelan, menambah ketampanan cowok itu.

"Iya, Kak." Jawabku kemudian.

Semoga ini pertanda baik. Semoga ini pertanda kalo lo juga punya perasaan yang sama, kak Rino.
Semoga saja.

***

Part 7 Finish! :) Uhuy ^^
Tungguin part 8, yak!
Bakal author post dalam waktu dekat kok.
Thxxx! See you on part 8! :)

Aku, Pengagum RahasiamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang