POV Lyla
Aku kembali mendapati kebodohan akan diriku. Membiarkan apa yang seharusnya berjalan baik menjadi berantakan. Aku benar-benar bodoh. Aku tidak bisa memahami dan menerima bahwa Noah sangat menginginkanku. Aku seharusnya menerima segala perhatian dan kasih sayangnya yang sangat jelas. Tapi aku tak bisa meninggalkan bayang-bayang Bale.
Aku meringkuk di atas kasurku. Merasakan segala kenyerian yang kubuat sendiri. Kamar yang dingin. Aku bahkan tak bisa mendapatkan kehangatan di balik selimut tebalku.
Berkali-kali aku menutup wajahku dengan selimut, memejamkan mataku dan berusaha untuk tidur. Tuhan, aku benar-benar tidak bisa menutup mataku, seperti ada penyengga yang membuatnya tetap terbuka.
Aku bangkit, memeriksa tasku, mencari handphone yang seingatku masih berada di sana. Aku mengecek layar di handphone, oke, tak ada satu pesanpun yang masuk. Hanya beberapa email dari staff-ku. Aku menekan icon kontak, mencari nama Noah yang seharusnya sudah kusimpan sejak dia mengirimkanku email. Oke, aku tidak menyimpan nomornya.
Perfect.
Setelah aku membuat suasana hatinya buruk lalu sekarang aku ingin menelponnya dan ternyata aku memang belum pernah menyimpan nomornya. Haruskah kukirimkan email? Come on Lyl, siapa yang akan membaca email di tengah malam, maksudku ini hampir jam 2 pagi.
Oh!
Aku melempar handphone di atas kasur. Membiarkannya tergeletak, aku cemberut, memutar mataku. Ya, aku menyadari ada perasaan dalam diriku yang sangat menginginkannya. Aku membutuhkannya, tapi bisakah aku mencintainya?
Tiba-tiba aku mengingat bagaimana Noah menciumku, menanamkan bibirnya di mulutku. Memberikan gairah yang menggelitik dari tulang punggungku hingga ke leherku. Aku merasakan bagaimana tangan ahlinya menyentuhku, menggoda tubuhku, membuat aku tak berdaya akan kenikmatan surgawi. Oh, jiwaku terasa sakit, aku merindukannya. Menginginkan kehangatan dekapannya, tatapan mata abu-abunya yang membara, warna kesukaanku. Oh my, aku merindukannya.
Aku segera bangkit dari ranjangku, membuka piyamaku, meloloskannya melalui kepalaku. Aku membuka lemari pakaian, mengambil sebuah kemeja putih berbahan sifon, lalu memakainya. Kumasukan jeans biru ke kedua kakiku, melalui pinggulku dan mengancingkannya. Aku melihat bayangan diriku di cermin, melihat kulitku yang pucat - kehilangan ronanya. Yah, bahkan kulitku merindukan sentuhan tangan Noah.
Aku mengikat rambutku menjadi ekor kuda. Mengambil mantel warna merah muda kesukaanku. Lalu mengikat tali sneaker putihku. Aku duduk di bangku rias, mengambil lipstick berwarna merah, oh tidak kurasa suana hatiku tak sedang membara. Aku mengambil lipstik berwarna nude, hanya ingin membuat bibirku terlihat lebih lembab.
Baiklah. Aku siap.
Aku turun dari apartemenku, mencari mobilku yang aku lupa entah kuparkirkan di sebelah mana. Setelah mencari ke beberapa blok parkiran akhirnya aku menemukan dimana kuparkirkan mobilku. Lalu dengan pasti berjalan menuju mobil ford berwarna hitam. Aku masuk dan segera menyalakan mesin, melajukan mobilku.
Ini hampir pukul 05.00 pagi, aku yakin Monthblanc belum buka. Tapi aku harus bertemu dengan Noah, harus. Ada banyak hal yang ingin ku katakan padanya. Ada kerinduan yang memuncak dan mengharapkan penemuannya. Sungguh aku berusaha mengendarai mobil dengan cepat, aku ingin segera tiba di Cafe. Menikmati Orange juice kesukaanku, menemui pria tampanku dan ingin sekali aku menciumnya, memeluknya untuk diriku sendiri. Aku begitu bersemangat saat hampir tiba di Monthblanc Cafe beberapa kilo meter lagi.
Pagi akhirnya datang, sang mentari mulai menampakkan diri. Sinarnya masuk melalui kaca jendela mobilku. Menembus hingga panasnya menusuk ke kulitku. Aku memperkirakan mungkin ini sudah hampir jam tujuh pagi, tidak enam tiga puluh pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Kiss
ЧиклитLyla begitu kehilangan Bale. Semua tujuan hidupnya tak lagi berarah. Dia merasa semua seakan hancur. Ditengah kehampaannya Lyla bertemu Noah pria seksi yang semakin mengingatkannya pada Bale. Terima kasih buat @yangechan karena udah ngerekomendasiin...