03. The Troubled Kid(s)

170 26 3
                                    

Connor tidak menyambut acara makan malam di rumahnya dengan gembira—well, begitu pula kedua orangtuanya.

Peter dan Cheryl adalah pasangan berumur lanjut yang masih harus mengemban kewajiban terhadap 4 anak: Dustin yang sakit-sakitan, Nicola anak gadis mereka satu-satunya, Connor dan Brandon yang paling kecil dan lugu. Namun tidak sesuai dengan "teorinya", kenyataanya Peter dan Cheryl tetap tidak bisa meninggalkan kesibukan mereka masing-masing. Peter Franta adalah seorang pebisnis real estate dan properti, dan istrinya membuka usaha kafe kecil plus menjadi seorang wedding organizer.

Meski tampak berkecukupan dari segi materi, suami-istri Franta itu tetap merasa bahwa hidup mereka terus menerus diberi cobaan.

Maksudnya, anak-anak mereka.

Seperti yang sudah dikatakan tadi, Dustin, putra sulung mereka memiliki penyakit didalam tulang tengkoraknya yang mana membuatnya harus rutin terapi dan operasi. Lalu Nicola, anak kedua mereka sekaligus "putri kecil" mereka satu-satunya, yang masih belum bisa lepas dari arus lingkungan pergaulan yang salah. Guru bimbingan dan konseling sekolah Nicola sampai akrab dengan Cheryl lantaran saking seringnya mereka berkontak telepon. Namun segala usaha yang dilakukan para orang dewasa, mulai dari teguran sampai mengurung Nicola di kamar, tak ada satupun yang berhasil.

Dan anak ketiga mereka, Connor.

Sebenarnya dialah "topik panas" pada makan malam kali ini.

Cheryl mengambil piring kotor terakhir milik Brandon lalu membawanya ke bak cuci saat ketegangan di meja makan meningkat drastis. Peter menatap Connor tajam, sementara Connor lebih tertarik pada tautan jari-jari tangannya dibawah meja. Brandon diperintahkan oleh ibunya untuk naik ke kamarnya mengingat dia masih anak-anak (dan sempat terjadi pertengkaran kecil karena Brandon masih asyik bermain kartu di meja. Dia senantiasa membawa berbagai macam jenis mainan dalam kantong celananya). Nicola memang sudah absen dari awal—kemungkinan dia pergi ke tempat-tempat nongkrongnya bersama teman-temannya, pikir Connor. Dan Dustin mungkin masih tidur di dalam kamarnya. Penyakit otak seriusnya membuatnya harus menghabiskan sebagian besar waktu didalam kamar.

Peter masih tidak berbicara meski bermenit-menit telah berlalu. Connor bingung pada awalnya, namun sejurus kemudian dia paham kalau ayahnya sedang menunggu ibunya untuk ikut bergabung.

Kedua telapak tangan Connor basah oleh keringat dingin. Dia menggeretakkan gigi, benar-benar gelisah luar biasa. Beban didalam dadanya terasa semakin nyata dan berat mengganjal. Bahkan Connor terlonjak hingga sungguhan berteriak saat sesuatu yang lembut tiba-tiba menggosok kakinya bolak-balik. Dia menunduk.

"Pre," senyum terulas di wajahnya kemudian Connor membungkuk untuk menggendong kucing peliharaannya. Diciumnya hidung Pre yang disambut balik dengan jilatan dipipi dan dagu Connor. Ketegangannya surut... tapi hanya sejenak—cuma sepersekian detik saja—hingga terdengar suara kursi kayu ditarik dan seseorang ikut bergabung dengan ayah dan anak itu dimeja makan: Cheryl.

Sesuai dengan dugaan Connor, setelah ibunya duduk, ayahnya langsung angkat bicara. Semua orang yang mengenal Peter Franta tahu bahwa dia bukan tipe lelaki yang gemar berbasa-basi. "Aku mendapat telepon dari sekolahmu tadi siang. Kau melempar buku ke jendela di jam pelajaran Mrs. Chapman. Dan sekarang aku ingin mendengar penjelasan langsung dari mulutmu, Connor Joel Franta."

Connor menelan ludah dan menurunkan pandangannya ke Pre yang masih didalam gendongannya. Dia tidak berani sama sekali menatap siapapun dari kedua orangtuanya. Jantungnya berdebar-debar teramat kencang, sampai-sampai Connor berani berharap bisa tiba-tiba kena stroke ditempat dan saat itu juga. Sayangnya Pre mengeong manja didalam dekapannya dan terus menggosok-gosokkan kepalanya di dada Connor, membuat majikannya merasa lebih rileks.

The Things He Never SaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang