02. The Fault

189 32 20
                                    

WARNING: Rape


Troye frustasi. Ada begitu banyak hal yang tidak ia sangka menghantamnya bertubi-tubi. Troye tidak pernah mengira bahwa kehidupannya hancur seketika saat sahabatnya─Louis Tomlinson─mengalami kecelakaan tragis yang menyebabkan dia kehilangan nyawa. Troye tidak pernah mengira bahwa kematian Louis akan berdampak buruk padanya. Dia tidak pernah mengira bahwa kehilangan Louis akan berarti juga kehilangan kakaknya, Harry Edward Styles. Troye tidak siap dengan semua hal buruk itu namun ia sudah tertimpa semuanya, dan tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Ngomong-ngomong soal "kehilangan kakaknya", maksudnya bukan secara harfiah. Harry tidak mengalami kecelakaan seperti yang dialami Louis. Tetapi Troye yakin bahwa dia telah kehilangan Harry. Dia kehilangan sosok Harry, seorang lelaki yang tabah dalam menghadapi semua macam masalah. Harry adalah orang paling sabar dan tegar yang pernah Troye ketahui. Selain itu, Harry adalah sosok kakak yang amat penyayang dan pelindung meskipun mereka bersaudara tiri. Singkat cerita Harry sangat bertanggung jawab sebagai seorang kakak. Dia menjaga Troye dari salah satu temannya yang hampir saja memukul Troye. Walaupun statusnya hanya kakak tiri, tetapi bukan berarti kasih sayangnya terharap Troye berbeda, atau seperti pradigma umum bahwa saudara tiri pasti akan saling membenci. Nyatanya dalam kasus mereka, Troye adalah orang yang paling Harry sayangi nomor tiga─setelah Louis dan Ibu mereka, tentunya. Dan tentu saja, Troye Sivan Mellet sangat sangat menyayangi kakaknya. Tetapi kematian Louis Tomlinson merubah sosok Harry begitu saja.

Malam hari Troye habiskan dengan duduk sendirian di sofa ruang keluarganya. Selain dia dan Harry, di rumah itu tidak ada siapa-siapa lagi. Kedua orang tuanya memiliki pekerjaan yang membuat mereka harus meninggalkan kedua anaknya dalam waktu yang cukup lama, dan yah, ini bukan pertama kalinya. Troye merindukan kakaknya. Dia merindukan Harry yang dulu. Dia merindukan bagaimana kakaknya selalu mencium keningnya saat malam sebelum tidur. Bagaimana Harry memuji suara Troye saat dia sedang menyanyi di dalam kamarnya. Bagaimana kata-katanya membuat Troye percaya diri disaat temannya mengejek Troye karena badannya yang kurus, bahkan bagaimana Harry memeluk Troye disaat anxiety-nya kambuh pada malam hari. Hanya dengan mengingatnya saja sudah membuat Troye menangis dan memeluk tubuhnya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas tepat dan Harry belum pulang. Troye masih menunggu kakak kesayangannya itu pulang, masih duduk di sofa dengan kedua tangannya memeluk tubuh mungilnya. Rasa cemas menggerogoti tubuhnya. Pikiran negatif pun mulai memenuhi lelaki bermata biru itu. Bahkan Troye sudah merasa penantian ini sia-sia. Mungkin saja Harry tidak akan pulang. Troye penasaran setengah mati kemana dan apa yang kakaknya lakukan—apakah dia pergi ke bar? Apakah dia mengalami kecelakaan di jalan? Bagaimana kalau Harry dicegat oleh segerombolan preman di gang sepi? Apapun bisa saja terjadi dan Troye benci menduga-duga sendirian seperti ini. Ini membuatnya lelah.

Dia hendak pergi ke kamar dan berbicara pada Harry pada keesokan pagi, tetapi saat kakinya ingin melangkah, pintu rumahnya terbuka, menampilkan seorang lelaki bertubuh jangkung berdiri disana dengan rambut ikalnya yang acak-acakan. Harry. Kelegaan serta merta membanjiri Troye.

"Harry, kau darimana─"

"Pergilah." suaranya keras, tubuh jangkung Harry berdiri tepat dihadapan Troye. Dia tidak sadar telah membuat adiknya mulai ketakutan.

"Harry, ini sudah larut dan─"

"Pergilah." ulang Harry yang kini dicampur dengan bau alkohol yang sangat menyengat, membuat Troye ingin muntah, tapi dia tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk lari kebelakang dan mengeluarkan isi perut ke wastafel.

"Tetapi Harry─" Tangan Harry dengan cepat meraih leher Troye, membuatnya tercekik dan sulit bernapas. Tatapan Harry tampak tajam dan membunuh. Seakan dia bisa meremukkan tubuh mungil Troye kapan saja. Ini bukanlah Harry, ini bukanlah kakaknya.

The Things He Never SaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang