"Aku percaya kau akan selalu menungguku, aku percaya kau akan kembali padaku" - Narendra-
--------++--------
Bunyi dering di ponsel membuat Ara segera menilik siapa yang menelponnya malam-malam seperti ini. Memang belum cukup malam jika masih pukul sembilan, tapi kebanyakan orang sudah berada di peraduannya pada jam-jam saat ini.
"Halo," sapa Ara yang menempelkan ponsel pada telinganya. Menunggu beberapa detik hingga suara diseberang membalas sapaan Ara.
"Ra, maafin aku harus bilang ini ke kamu. Maafin aku harus bilang ini lewat telepon. Aku mau kita udahan, Ra," ucap seorang di seberang sana.
"Kamu bilang apa, sih. Aku gak ngerti," mengernyitkan keningnya Ara mencoba mencerna kembali perkataan tadi. Takut ia salah mengertikan maka itu ia tanyakan kembali.
"Maafin aku, Ra. Aku mau kita putus," tidak ada keraguan yang terdengar dalam suaranya. Keyakinan pasti ingin mengakhiri hubungannya dengan Ara.
"Kenapa tiba-tiba gini, sih. Kamu sakit?"
Nafas Ara sedikit sesak, dadanya naik turun, panas dalam tubuhnya sedikit membuat kepalanya pening."Maafin aku, Ra. Maaf. Secepatnya aku kasih alasan buat kamu tapi jangan sekarang, oke? Aku tutup, Ra,"
Klik..
Panggilan tersebut berakhir. Seperti hubungannya dengan Narendra saat ini, berakhir begitu saja. Dan yang barusan tadi itu apa? Narendra memutuskan hubungannya lewat telepon? Bagaimana bisa terjadi seperti ini. Kedekatan mereka yang hampir menginjak lima tahun bukanlah waktu yang singkat bukan? Bahkan keluarga mereka sudah saling mengenal.
Merasa masih tidak percaya, diambilnya kembali ponsel Ara untuk menelpon Narendra. Namun yang ada hanya suara operator yang membalas karena nomernya tidak aktif. Alasan apa yang membuat Narendra memutuskannya tanpa ada alasan yang begitu significant.
Sudah? Sampai sini sajakah hubungannya dengan Narendra? Beginikah akhir dari perjalannya dengan Narendra?Ara terus mencoba menghubungi nomor Narendra yang entah keberapa kalinya balasan dari panggilannya tetap sama. Beginikah akhirnya, sebuah keputusan tiba-tiba dan tak terduga yang diterima Ara. Jika sudah seperti ini kepada siapakah Ara harus marah? Pada dirinya sendiri kah? Atau pada Narendra yang memutuskannya sepihak.
Tidak ada tangis yang bercucuran. Tidak ada suara tangisan yang kecang atau teriakan-teriakan kesakitan. Ara hanya diam menatap pantulan dirinya didepan cermin lemari yang menampilkan dirinya.
Haruskah ia menangis sesenggukan menyalahkan Narendra seperti yang biasa dilakukan wanita ketika patah hati atau apalah itu, Ara tidak mengerti. Yang ia tahu hanyalah seperti hatinya dirombak habis hingga terasa sesak.
Sekalipun Ara tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Kali pertamanya Ara merasa hatinya dipatahkan oleh seorang laki-laki bernama Narendra.
Ara ingat pertama kali ia bertemu dengan Narendra secara tak sengaja di sebuah minimarket dekat sekolahnya. Ketika Ara melihat laki-laki itu membeli pembalut dan tak sengaja melihatnya.
Ara ingat pertama kalinya ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya ketika berdekatan dengan laki-laki, dan itu adalah Narendra.
Ara ingat pertama kalinya ia mendapat hadiah dari seorang laki-laki bernama Narendra. Hadiah yang menurutnya sangat berkesan, sebuah album foto yang berisi foto-foto candid Ara tertata rapi beserta caption-caption nya.
Ara ingat pertama kalinya ia mendengar seorang laki-laki mengungkapkan perasaannya pada dirinya. Mengatakan perasaanya secara langsung di tengah-tengah ramainya jalan, malam itu. Hanya ada satu orang yang melakukan hal bodoh seperti mengakui perasaannya diatas kendaraan ditengah ramainya jalan, Narendra. Hal yang tidak pernah terjadi pada hidup Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melepas
Teen FictionSebuah cerpen yang saya persembahkan untuk seseorang sebagai hadiah ulang tahunnya. ---++--- Ara tak pernah bisa melupakan cinta pertamanya. Bagaimana bisa jika orang tersebut selalu ada dalam kerinduan Ara. Hingga datang seseorang yang sedikit meng...