"Memilih terkadang membuat kita menjadi orang yang jahat. Telah membuat luka salah satu diantaranya." -Ara-
--------++---------
Ara berlari mengejar Bamas di tengah padatnya kantin kampus.
"Mas! Tunggu, kita perlu bicara," panggil Ara.
Bamas melengos tak memperdulikan Ara yang memanggil namanya. Sebisa mungkin Bamas menghindari perempuan itu untuk dapat cepat melupakan Ara. Tapi, sepertinya--
Saat ini Ara telah berada dihadapan Bamas dengan nafas tak beraturan.
"Mas.. Kita perlu bicara,"
Bamas sama sekali tak menatap orang di depannya, Bamas menghindari kontak mata dengan Ara. Dan Ara tahu bahwa Bamas mati-matian menghindari dirinya.
"Kalau mau ngomong disini kan juga bisa," balas Bamas dingin.
"Kok lo jadi gini sih?"
"Gue kenapa? Gue biasa-biasa aja,"
"Gue mau lo berjuang lagi, Mas. Tunjukin ke gue apa yang lo omongin waktu itu ke gue," pinta Ara.
"Merjuangin apa? Gue juga gak bilang apa-apa ke elo,"
Ara menghembuskan nafas panjang mendengar pernyataan Bamas barusan.
Kemudian kedua tangan Ara meraih tangan kanan Bamas. Menggenggam tangan yang lebih besar dari tangannya itu."Kalau emang lo gak mau berjuang lagi, ijinin gue yang perjuangin elo. Kali ini gue minta tolong ke elo, Mas. Please, lo balik ke diri lo yang dulu. Gue pengen tau sejauh mana perasaan gue ke elo,"
Sebelumnya tak pernah Ara mengatakan hal seperti ini pada laki-laki manapun. Inilah pertama kalinya ia katakan pada Bamas.Bamas mencoba berfikir sejenak mencerna kata-kata Ara tadi. Tangan Bamas yang kini digenggam Ara, ia lepaskan perlahan.
"Dari dulu gue adalah Bamas yang sama buat lo, Ra. Sampai kapanpun gue tetep Bamas lo. Gue sadar gue egois,"
Bamas tersenyum menatap Ara dan mengacak-acak rambut Ara gemas.
Bamas tahu semua yang Ara maksud. Ia terlalu mengerti sampai harus menyakiti dirinya sendiri hanya untuk Ara.
"Yuk, jalan-jalan, laper gue." ajak Bamas yang merangkul pundak Ara.
"Boleh, tapi lo yang traktir ya."
"Siaapp."
Ara senang melihat kembalinya Bamas seperti sedia kala. Bamas yang jail, Bamas yang ceplas-ceplos, Bamas yang gak pernah jaim didepannya, dan Bamas yang konyol, Ara selalu tak dapat melupakan sifat-sifat itu.
Namun, salah satu dari semua sifat itu satu yang tak pernah Ara tahu bahwasanya Bamas selalu menjadi pemendam. Semua kesedihan dan kesulitan yang ia hadapi seolah dapat ditutupi dengan guyonan-guyonannya.
Dibalik senyum itu, ia memendam semua kesedihan-kesedihan yang tak akan pernah orang duga. Karena begitulah Bamas, kebahagiaan orang lain-lah yang ia utamakan.
Termasuk untuk Ara.
--------++---------
"Mas, gue pulang sendiri aja, ya. Masih ada urusan ke rumah temen," ungkap Ara yang berjalan beriringan dengan Bamas.
"Trus lo pulang naik apa? Gue anter aja deh ke rumah temen lo,"
"Enggak usah. Gue lama soalnya, lo bisa duluan aja,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Melepas
Teen FictionSebuah cerpen yang saya persembahkan untuk seseorang sebagai hadiah ulang tahunnya. ---++--- Ara tak pernah bisa melupakan cinta pertamanya. Bagaimana bisa jika orang tersebut selalu ada dalam kerinduan Ara. Hingga datang seseorang yang sedikit meng...