Vanya mengusap wajahnya lalu menendang kursi murid lelaki yang ada di sebelah kirinya. "Eh, lo, cowok berkacamata, gue belum tau nama lo! Nama lo siapa sih?" kemudian dia berbalik menghadap teman sebangkunya. "Nama lo siapa? Gue belom tau!"
Melihat tingkah Vanya entah mengapa membuat pak Adrian menggeleng-gelengkan kepalanya dan teringat dengan teman semasa sekolahnya dulu.
"Oke, kalau begitu saya bakalan beri kalian kebebasan untuk hari ini, namun tidak ada pilihan untuk besok. Kalian harus mulai belajar materi pertama," ucap Pak Adrian yang langsung mendapatkan sorakan heboh dari murid-murid. "Kalau gitu saya permisi keluar"
Begitu Pak Adrian keluar kelas, semua murid terkecuali Vanya dan lelaki yang duduk bersama Vanya berseru heboh. Tidak seperti awal pertama bertatap muka, murid-murid kini saling berbincang, dalam sekejap saja suasana kelas itu sudah ricuh. Sepertinya topic yang mereka obrolkan rata-rata sama, mengenai tingkah laku Vanya namun perlahan-lahan berubah tak menentu.
Kelas yang heboh sepertinya baik untuk Vanya, karena dengan begini tak aka nada yang mengdengar suara sesegukannya. Oh, sialan! Vanya melupakan sosok lelaki yang ada di sebelahnya. Tapi itu sama sekali bukan urusannya!
*
Tidak ada bel isitirahat namun murid-murid sudah berkeliaran di koridor pada pukul Sembilan. Murid kelas satu yang notabenenya adalah penduduk baru masih merasa canggung berada di sekolah ini, namun itu malah menjadi kesempatan bagi dua senior mereka, entah itu kelas dua atau kelas tiga, sikap kedua senior itu sangat menjengkelkan! Shit!
Seperti misalnya bersiul untuk para murid perempuan kelas satu, menggertak-gertak murid kelas satu seolah memaksa juniornya harus takut.
Vanya keluar dari bilik kamar mandi dengan keadaan yang bisa dibilang lumayan dari sebelumnya., rambut hitam panjangnya tak lagi ia gerai. Tapi meskipun dia sudah menaburkan sedikit bedak di wajah, bekas sembab dimatanya masih bisa terlihat jelas, belum lagi mata merahnya yag masih kentara.
Vanya berjalan sendirian di koridor yang ramai ke arah kantin, wajahnya yang menatap kedepan dengan sikap yang seolah-olah berpikir. Ya, kejadian tadi malam memang masih terus menghantuinya dan tidak tau kapan akan menghilang dengan jelas.
Suara siulan bodoh terdengah di telinga Vanya saat ia akan masuk ke dalam kantin, disusul dengan kata-kata yang kurang senonoh.
"wihhh, ukuran bokongnya men!"
"idihhh, bodynya sexy bener!"
"gue serasa kayak kucing yang ngeliat ikan ditengah jalan, ya ampun, nenggggg.. sexy bangettt lo!"
Kata-kata biadab itu membuat Vanya menghela napas pendek lalu memutar balik langkahnya, berjalan kearah tiga lelaki brengsek yang sedang duduk sambil menatap kearah bokongnya dengan penuh minat. Vanya melirik sekitar, merasa kalau para lelaki sialan itu memang menggodanya semakin membuat amarahnya memuncak. Setelah tiba dihadapan tiga lelaki tadi , hal yang tidak di duga-duga terjadi. Vanya dengan cepat melepas sebelah sepatu Pantovel nya lalu memukul kepala ketiga lelaki itu dengan biadab. Bullshit!
PLAKK!!
PLAKK!!
PLAKK!!
"Otak lo semua kayaknya perlu dicuci! Sini lo semua! Woyy!!! Dasar otak bokep, emak sama bapak lo nyuruh sekolah bukan untuk ngeliatin pantat-pantat cewek !" Meskipun dia sudah berhasil memukul mereka, Vanya masih geram setengah mati saat melihat ketiga laki laki itu lari terbirit-birit.
Dengan kesal Vanya membanting sepatunya kelantai lalu menjejalkan kakinya ke dalam sepatu., lalu melanjutkan tujuannya yang sempat terhenti. Tanpa menyadari tingkahnya barusan sudah menjadi tontonan murid-murid yang ada di koridor.
Di kantin, Vanya makan dengan tenang dan melamun. Isi kepalanya kembali teringat dengan kejadian semalam, dimana lelaki yang sangat ia percaya malah berkhianat kepadanya, dan parahnya, saat Vanya menyuruh lelaki itu memilih antara dirinya dan gadis sialan lain, lelaki itu malah lebih memilih gadis sialan itu.
Tanpa sadar airmata Vanya kembali membasahi pipinya yang mulus itu, dan lagi-lagi tingkahnya menjadi perhatian para murid yang ada di kantin.
Secara tak sengaja Vanya menangkap wajah lelaki yang sedang duduk bersama temannya , posisi laki laki itu terlihat olehnya malah membuat Vanya kepikiran sesuatu. Tapi Vanya berani bersumpah teman lelaki itu sempat menoleh kearahnya. Apa mereka sedang mebicarakan dirinya? Ah tidak mungkin, mungkin hanya kebetulan saja.
Setelah menimang-nimang sejenak, Vanya langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan kea rah meja lelaki itu.
*
"... hah? Seriusan lo? Dia nangis di kelas? Terus nyuruh wali kelasnya keluar dan ga ngajar?" rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut teman lelaki itu sedikit membuatnya kesal. Sudah berapa kali sih dia bercerita dan kenapa lelaki kribo ini terus saja bertanya. Umpatnya dalam hati.
"hmm lo mau tau ga orangnya yang mana?" Tanya lelaki itu
"mana?" dengan cepat lelaki kribo ini menanggapi perkataan lelaki tadi.
"arah jam enam,"
Meskipun hanya Dedi si rambut kribo yang tampak antusias namun kedua temannya yang lain juga ikut menoleh saat lelaki tadi menginstruksikan keberadaan gadis yang dia maksud, tapi ketololan teman-temannya langsung menoleh kearah gadis itu secara gamblang membuatnya ingin sekali menimpuk kedua temannya ini dengan botol kecap.
"Mampossss, tuh cewek kemari," ucap Dedi seperti orang ketahuan mencuri.
Satu orang teman lelaki tadi menelan ludah dan mengatur posisi senetral mungkin , sedangkan lelaki tadi tampak bersikap tenang dan bertingkah masa bodoh kini mulai merasakan debaran jantung nya yang tidak stabil.
Sedikit lagi gadis itu akan samapai. Berbeda seperti dikelas, wajah gadis itu tidak tampak seperti orang -orang pejabat tinggi yang stress lagi , melainkan lumayan segar dengan sebuah senyuman kecil yang terukir di bibir gadis itu.
yooo author kambek nihhh... enjoyed the story :*
jangan lupaa tinggalin jejak kalian yaaaa mwahhh :*
KAMU SEDANG MEMBACA
My Shit Girl
Teen FictionSeorang gadis SMP yang baru saja tamat. Kini sudah membuat kekacauan di sekolah barunya. Entah apa yang terjadi pada dirinya...