Liona
Angin sepoi sejuk bertiup dari jadela. Si gadis yang duduk di samping jendela itu terlena. Ia masuk ke mimpi indah tak berakhir. Seharusnya tak berakhir. Tapi ternyata ada akhirnya. Akhir mimpinya disebabkan oleh suara familiar yang memanggil-manggil namanya seperti mantra.
"Lion. Lion! Liona! Liona!!"Yang dipanggil Liona menoleh. Yang memanggilnya adalah partnernya bernama Irin. Irin beberapa kali mengguncang-guncangkan bahu Liona. Liona menoleh malas.
"Kenapa?""Kok kenapa? Kamu melamun! Siapa yang kamu fikirkan?"
"Kamu."
Irin cepat menjitak kepala Liona dengan cukup keras. Liona mengaduh. Seluruh kelas menatapnya, menjadikannya titik fokus. Suara deheman guru di depan membuat mereka fokus lagi ke depan. Liona ikut melihat ke depan. Lebih tepatnya ia melihat ke kursi guru dan ia terkejut lalu spontan berdiri dan mengacungkan jari.
"Lho anda kan...?!"
Lalu pandangan seluruh kelas tertuju padanya lagi. Liona kembali duduk. Guru itu tersenyum singkat. Liona mengerutkan kening. "Aneh, kenapa pak Guntur berubah menjadi orang itu?" Ia berguman pelan. Tidak pelan juga sih karena beberapa orang masih bisa mendengarnya. Liona mengalihkan pandangan ke luar jendela dan yakin bahwa ia salah lihat. Pak Guntur memang masih muda. Wajar jika ia salah lihat, fikirnya. Tapi ketika ia menolehkan wajah kembali ke arah sang guru, wajahnya tidak kembali ke wajah pak Guntur. Masih wajah orang itu. Liona menggeleng-gelengkan kepala. Irin menegurnya lagi. Liona berdiri. Semua menatapnya lagi. Ia jadi bingung sendiri dan secepat kilat mencari alasan.
"Ma'af pak, saya sakit perut, boleh ke ruang kesehatan?""Iya silahkan."
Liona bergegas keluar setelah mengucapkan terimakasih. "Itu benar-benar bukan pak Guntur!" Liona benar-benar menjadi sakit tapi bukan hanya sakit perut. Ia sakit kepala. Vertigonya kambuh lagi. Tanpa permisi ia berbaring di ruang istirahat klinik.
Dokter Chili bertanya kenapa padanya saat melihatnya ke klinik pada jam belajar."Vertigo," jawab Liona singkat. Lalu Dokter Chili membiarkannya istirahat.
Liona bangun ketika mendengar bell istirahat. Kepalanya tidak sakit lagi dan ia juga merasa lebih segar. Ia kembali ke kelas. Segera ia menyeret Irin menjauhi keramaian.Gadis itu berteriak padanya, "Lion, kamu agresif sekali."
Liona mendorongnya ke tembok ala kabedon di anime-anime shoujo. "Katakan padaku kenapa orang itu jadi guru?"
Irin melongo sejenak. Wajahnya terlihat bodoh. Liona berdecak kesal. Irin cepat merespon, "Orang itu, maksudmu Pak Saka?"
Liona mengerutkan keningnya, "Pak Saka?"
"Iya. Dia jadi guru kita yang baru."
"Kenapa aku tidak tahu?"
"Karena kamu lagi asyik melamun ketika beliau lagi memperkenalkan diri."
"Hoh."
"Sudah faham?"
Liona mengangguk-angguk.
Irin mendorong Liona menjauh darinya lalu mengipas-ngipasi lehernya yang terasa gerah sambil menatap cemberut pada Liona. "Kamu kenal dengannya?"
"Em. Libur kemarin, waktu latihan panah. Aku bertemu dengannya."
Irin manggut-manggut lalu matanya jadi cerah mengingat sesuatu. "Oh ya, aku dengar di kelas satu juga ada anak baru lho."
"Anak baru?"
"Iya."
Liona berfikir, Tidak mungkin si siswa baru itu adiknya guru baru, kan?
Tapu fikiran itu langsung terbantahkan oleh kata-kata Irin selanjutnya, “Kalau tidak salah namanya Diqta, sekelas dengan Hanggara.”Liona memungut daun beberapa tangkai daun Akasia lalu mamain-mainkannya. Ia memikirkan bagaimana reaksi Hanggara mengetahui temas sekelas barunya. Pasti lucu. Liona tidak tahan untuk tertawa kecil. Irin melihat tawa itu jadi curiga. Apa yang sedang difikirkan temannya ini. Pasti bukan sesuatu yang terlalu baik.
Irin tidak salah. Dugaannya sangat tepat. Liona sedang memikirkan sesuatu yang jelas untuk menguntungkan dirinya sendiri. Ia saat ini sedang pusing. Alasannya, Kare ketua Daily Loveliest terus-menerus merongrongnya untuk mencari bahan buletin dan mencari anggota baru.
Daily Loveliest itu nama buletin harian sekolah Liona. Yang mengusulkan nama lebay itu tak lain Liona sendiri ketika buletin itu pertama dibentuk dulu setahun yang lalu. Ketika perdiriannya, ia dan Kare sangat antusias, sampai harus berdebat dengan Koko si ketua OSIS yang keras. Kata Koko, di sekolah ini sudah ada majalah sekolah dan mading sekolah jadi buletin sekolah tidak diperlukan. Liona jadi pesimis tapi Kare keras kepala. Liona dan Kare sudah kenal sejak SMP meski mereka tidak akrab. Ia tahu anak itu memang keras kepala. Dengan keras kepala itu, akhirnya Daily Loveliest berdiri. Daily Loveliest berisi berita dan pengatahuan yang dikemas dengan bahasa penuh cinta. Pada akhirnya, buletin harian malah tidak lagi harian. Kalau terbit ya terbit kalau tidak yang tidak.
Daily Loveliest kekurangan anggota. Dulu ia pernah memaksa Hanggara untuk jadi anggota dan pada akhirnya Hanggara sangat jarang hadir dalam rapat mingguan. Dan sekarang Diqta datang siap ia jadikan korbannya Kare. Ketika ia katakan itu dengan Kare dan Kare setuju. Dimulailah orang itu membujuk Diqta untuk ikut jadi anggota Daily Loveliest. Dan pada akhirnya, Diqta jadi anggota bulletin harian itu. Di sekolah ini, setiap siswa harus mengikuti minimal satu kegiatan ekstra kurikuler. Diqta cukup tertarik untuk ikut jadi angota. Hanggara yang tahu ia bergabung dengan Daily Loveliest tambah kesal. Dianggapnya Diqta ikut-ikutan dengannya. Ia orangnya tidak mau kalah karena itu saat Diqta ikut Daily Loveliest, ia juga tidak au kalah. Hanggara jadi rutin ikut rapat mingguan yang ia tidak sukai. Liona melihatnya hanya tersenyum tak terdefenisikan.
***
*Catatan: Hajimari artinya Permuluaan (Jepang***
Bersambung, .
Hai ini ceritaku yang baru, . semoga suka, . jangan lupa vote dan commentnya ya, .
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Loveliest [End]
Teen FictionAku Liona Qian R. Tahun ketika umurku genap 14 tahun, ayah dan ibuku meninggal dalam insiden kecelakaan kapal. Hanya aku penumpang yang selamat. Aku lalu di bawa oleh pamanku ke rumahnya di kota Ginnata. Aku merana, terluka dan putus asa. Aku diam-d...