All Is Well

27 8 3
                                    

Panggil aku Dyan, aku hanya wanita biasa yang mencoba untuk tetap tegar walau sebenarnya ada sesak yang masih terus mengusik relung hatiku.

Malam itu aku hanya menatap jendela kamarku, melihat tetes demi tetes air yang jatuh ke bumi. Katanya, hujan adalah tangisan dewa yang bersedih.

Anggap saja aku kini adalah dewa bahagia berubah menjadi dewa derita. Aku yang merupakan lakon pemeran utama dalam kisahnya kini dilengserkan oleh gerangan yang entah apa. Aku tak tahu apa alasannya. Bahagia yang ditawarkannya kini jadi rasa tawar. Tak ada rasa, melainkan sakit hati yang berdiri layaknya di panggung sandiwaranya. Ya sandiwaranya.

Aku menerawang jauh mengingat kembali awal ia hadir menawarkan dirinya menemani hari sepiku. Bagaimana ia menyapa hariku. Kini dengan singkat ia renggut bahagia yang belum segenap hati aku dapatkan darinya, mungkin jika hubunganku dengannya masih berjalan lebih lama lagi mungkin aku masih bisa bersiap menerimanya. Tapi ini sungguh cepat dan menyakitkanku.

Aku membuka dan mengusap layar handphone-ku menelik kembali semua chat darinya. Tak terasa ada cairan yang mengalir pelan melewati pipiku saat membaca obrolan chat dengannya. Aku menangis.

"Aku minta maaf Dy"

Aku meletakkan hp-ku. Dan langsung menjatuhkan diriku di kasur kamarku. Aku menutup mataku berusaha untuk tetap bersikap tenang.

All is well, semua akan baik-baik saja. Masih ada hari bahagia yang menanti ke depannya.

Aku mengusap air mataku, sembari beranjak ke depan cermin kamarku. Aku menatap cermin melihat gambaran diriku.

"Betapa tak berdayanya dan betapa lemahnya dirimu Dy." Batinku saat melihat paparan diriku dalam cermin.

Aku merapikan rambutku. Menatap baik-baik diriku yang terlihat berantakan. Aku berusaha tersenyum di depan cermin berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa aku kini baik-baik saja.

Benci ? Kecewa ? Kesal ? Marah ? Jangan tanya aku. Diriku sendiri belum tentu tahu akan sikap diriku yang sekarang.

"Dy, ayo makan malam !" Teriak mamaku di ruang dapur.

Akupun bergegas dan mencoba untuk bersikap biasa saja. Aku mendekat dan menarik kursi untuk bersiap makan malam.

Entah, karena mamaku yang menyadarinya lantas bertanya padaku.

Dy, kamu ga apa-apa ? Tanyanya.

Aku hanya menggeleng.

Ayahku dan adikku kini juga datang dan duduk untuk bersiap makan malam. Kamipun makan malam seperti biasanya tak sering bicara ataupun ngobrol. Itulah adat makan dan tentu keluargaku menghormatinya.

Selesai kami makan malam, aku bergegas kembali masuk dalam kamarku. Belum juga aku duduk di atas kasurku, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarku.

Tok, tok, tok.

Aku berbalik dan meraih gagang pintuku.

"Ada apa ma ?" Tanyaku pada sosok yang kini berdiri tepat di depanku.

Aku mempersilahkan mamaku masuk dan kami duduk bersama di atas tempat pembaringanku.

"Dy, kamu kenapa ? Mama perhatiin, kok kamunya ga sesemangat seperti biasanya." Ucap mamaku yang kini mengusap rambutku.

Aku kemudian menceritakan kisahku pada wanita yang pernah melahirkanku kini. Ia hanya terus membelai rambutku dengan tetap mendengarku. Aku curhat.

"Adakalanya orang yang kau cintai belum tentu jodohmu. Mungkin Tuhan mempertemukanmu dengannya untuk mengajarkanmu tentang kesabaran, keikhlasan, dan arti menerima walau apapun itu. Semuanya itu adalah bekal untukmu saat tiba waktunya kamu mempunyai pendamping hidupmu kelak. Karena cinta belum tentu berjodoh. Tapi jodoh sudah pasti cinta yang menyertainya."

Aku tertegun mendengar perkataan mamaku dan sontak langsung memeluknya. Air mataku mengalir lagi di dalam pelukan mamaku.

Aku yang mendengar nasehat mama, berjanji pada diriku sendiri untuk lebih tegar menjalani hidup serta mencoba membuka kembali lembaran hidupku. Karena aku yakin hidupku takkan berakhir karena sebuah cinta yang semu.

The end

All Is WellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang