Perempuan itu menangis tersedu-sedu melihat keadaan dirinya bagaikan seorang gembel yang tidur di emperan jalan. Tanah dan debu sudah melekat pada seragam putih abu-abunya. Kelopak matanya sembap. Bola matanya memerah, tak hentinya menitikkan air mata mengharapkan belas kasih kepada tiga orang perempuan yang mengelilinginya.
"Ampun kak, ampuni saya. Tolong lepaskan saya." gumamnya lemah. Ia tak punya tenaga lagi sekedar menggerakkan tangannya. Ia tergeletak lemah di atas permukaan tanah.
"Hah, ampun katamu?! Heh, jangan mentang-mentang kamu pintar, kamu bisa lebih populer di sekolah kita, ya! Kamu itu, cuma anak perempuan cacat yang sosok pintar, mengerti!" bentak salah satu perempuan yang mengelilinginya. Tak hanya penyiksaan mental, tapi mereka menyiksa fisik Sonia dengan menjambak rambut lalu mencampakkannya.
Perempuan yang berada di depannya mengambil pisau yang tersimpan di saku celana. Ia menarik sarung pisau itu dan memperlihatkannya kepada perempuan yang sedang tergeletak di atas tanah.
"Selamat tinggal, anak cacat..."
Perempuan malang ituhanya bisa mendelikkan matanya ketika ujung pisau yang runcing dan dingin itumenembus ke dalam perutnya. Pisau itu berhasil mencabut nyawa yang ada di dalamraga perempuan malang itu.