Jimin's Bad Memory

1.1K 98 13
                                    

Jimin berdiri setelah beberapa jam berdiam diri dilantai kamarnya. Ini pukul 15:35, dua lima menit lagi ia harus sudah bersama Jungkook. Tak ingin membuang waktu, ia berjalan menuju kamar mandinya.

Tubuhnya kaku, kakinya bengkak dan memar, pinggangnya merah, lecet menghiasi seluruh tubuh mungilnya.

Ia menangis dalam guyuran air dingin.

.

Jimin keluar kamar, menengok apakah ada orang tuanya dirumah ini. Lalu ia hanya menghela napas ketika tak ada seorangpun kecuali dirinya di tempatnya hidup ini. Ia berjalan pincang menuju taman dekat rumahnya.

"Jungkook-ah."

Ia menelan pahit ketika duapuluh menit ia menunggu dan Jungkook tak kunjung datang. Tubuhnya bersender dibawah perosotan. Jidatnya gatal ketika sesuatu menggelitik disana. Ia mengusapnya dan menyadari bahwa sesuatu itu adalah darah.

Tiba-tiba rasa pening hinggap dikepalanya, membuat dunianya berputar. Ia memegang kepalanya. Tak selang banyak waktu, hidungnya mengeluarkan darah juga. Ia bernapas tersenggal ketika sesuatu datang menghantuinya.

"Kau membunuh Jisoo!"

"Kau bukan anakku! Kau membunuh Jisoo... kau bukan anakku."

"Pergilah!"

"Kau pembunuh."

"Nak, kau telah membunuh adikmu."

"Kembalikan Jisooku! Kembalikan!"

"Pergi dari sini, kau pembunuh!"

"Jisooku..."

Dan ia tak sadarkan diri.

.

[Berjalan Normal]

"Bagaimana?"

Jimin menatap Mika, sesuatu dari dirinya mengatakan untuk pergi sejauh mungkin dari hadapan orang tuanya. Rasa tersakiti selalu ada setiap mengingat perkataan orang tuanya.

Jimin bukan pembunuh. Ia manusia. Masih kecil dan polos.

Lalu siapa yang membunuh adiknya kalau begitu?

Sesuatu dalam diri Jimin. Sesuatu yang gelap dan tak terjamah. Tak boleh terungkap, suatu rasa yang selalu membuatnya geram namun membuatnya sakit hati. Ia begitu rapuh saat itu, tak tahu harus mengatakan apa.

Diri Jimin yang gelap, kotor, menjijikkan. Suatu keputusasaan mengenai masa depan.

Dan sesuatu itu adalah, dirinya yang pernah diperkosa di umurnya yang menginjak 8tahun. Masih kecil, polos dan seperti mimpi buruk.

Ia menangis mengingatnya. Ketika itu, ia dan adiknya berdiam diri di rumah, orang tua sedang dinas luar kota mencari uang. Jisoo, tiduran di kamarnya. Umur Jisoo dua tahun lebih muda, ia sudah bisa membaca. Jadi diantara hujan dan guntur yang lebat, ia hanya membaca cerita anak dikamar. Jimin sendiri takut dengan guntur, ia memilih duduk diruang makan dan menutup telinganya rapat-rapat.

Klek. Listrik padam.

Jimin tercekat, ia tidak suka kegelapan apalagi ketika hujan lebat. Ia memanggil Jisoo untuk menemaninya. Jisoo datang dengan buku gambar ditangan.

Ketika Jimin bertanya apa yang Jisoo gambar. Jisoo membalas sesuatu yang abstrak dan mengerikan. Jimin menatap adiknya bingung. Darimana omongan itu didapat. Lalu terkekeh dan mengelus surai Jisoo dengan sayang walau sepenuhnya ia tak dapat melihat ekspresi Jisoo.

Jimin tersentak ketika seseorang menggedor pintunya dengan tidak sabar. Jimin tak dapat melihat jalan dengan benar, tapi ia berlari untuk membukakan pintu. Dan disanalah mimpi buruknya terjadi.

Ia yang digendong pria tua dengan pistol ditangan serta Jisoo yang diseret menuju kamar mandi. Ia menangis ketika pakaiannya dilucuti dan tubuhnya dipermainkan. Ia tak bisa bergerak karena tentu saja kekuatannya tak sebanding dengan pria tua tersebut.

"Jisoo-ah, tolong aku. Jisoo..." ia melirih pelan ketika benda asing memasuki tubuhnya dan membuatnya kesakitan. Ia menangis tanpa suara ketika tubuhnya benar-benar dirusak dan ia tak mampu melakukan apapun. Sementara sebelum kesadarannya hilang, ia mendengar teriakan melengking dari adiknya.

Pria tua tersebut berlari, menghilang membawa perhiasan dan sumber kekayaan lain milik keluarganya. Jimin berdiri walau dirinya benar-benar tidak bisa bertahan. Ia memunguti pakaiannya dan memakainya dengan darah dimana-mana.

Jimin berlari menuju kamar mandi. Dan hal yang tidak pernah ia bayangkan hadir. Menyayat hatinya.

Adiknya, dibunuh.

Namun ketika ibu dan ayahnya kembali, ia tak dapat mengatakan apapun. Ia membisu.

Lalu gelap.

Dan, seperti itulah mengapa sekarang orang tuanya begitu membencinya.

.

"Jungkookie, aku akan ke Jepang."

Suatu sore ketika ia telah diperbolehkan kembali ke tempat tinggalnya, ia dan Jungkook bertemu di taman. Jimin tak bisa menatap Jungkook ketika mengatakan hal seperti itu.

"Wah keren. Sakura?"

Jimin menoleh. Terkekeh dan mengacak rambut Jungkook dengan sayang. Wajah berbinar Jungkook ketika melihat Jimin mengangguk membuat anak berusia 10 tahun itu gemas.

"Tapi aku akan lama disana."

Jungkook menatap wajah Jimin yang menyiratkan kesedihan. Lalu pundak yang lebih tua ditepuk beberapa kali.

"Hyung, yang penting pulang membawa sakura, ya?" ujar Jungkook polos. Bocah tadi menggambar ditanah dengan bantuan ranting pohon yang rapuh. Sebuah pohon, dan dua orang dewasa yang bencengkrama dibawah naungan pohon dengan banyak bunga diatasnya. "Janji?"

Jimin tersenyum hingga maniknya tertutup membentuk sabit. Ia mengangkat kelingkingnya, menyambut kelingking kecil Jungkook yang menunggu untuk disahut.

"Janji."

.

to.be.continue.

a/n;
halo! oe oe revi back:'

guys, sorry banget updatenya ngaret. udah berapa minggu ya? haha;-; akhir2 ini sibuk banget sama yg namanya sekolah, taskeu everywhere~

and then, memory bakal end di 2 atau malah 1 chapter kedepan. so aku mau ngucapin makasih banget sama yg udah mau nunggu ceritanya atau sekedar mampir dan menyempatkan voment~ makasih;;-;; walaupun di prologue peminatnya banyak dan semakin kesini semakin membosankan sepertinya, tapi aku bakal tetep lanjut sampe end kok:'v

oiya, ada yang setuju aku publish cerita jungkook-jimin/jimin-jungkook lagi? haha~

see u

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MEMORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang