04 ; Twisted Plan

49 9 2
                                    

Mijoo masih saja mendumal tak karuan dengan wajah ditekuk. Ia bukan orang yang suka hal-hal bersifat mendadak, ataupun diburu waktu. Keputusan spontan milik Mark untuk menginap tentu saja membuatnya jengkel –dan Mijoo sama sekali tidak keberatan untuk menunjukkan rasa jengkel itu. Dengan kesal ia menghentakkan kakinya memasuki pintu rumah megah yang pintunya baru saja dibuka oleh Mark. Mereka, empat manusia itu dengan ransel mereka di punggung masing-masing, memasuki rumah besar yang ditunjukkan Mark. Decak kagum terdengar dari bibir Juhyun yang tengah mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah. Rumah ini benar-benar mewah! Bahkan sang penunjuk jalan saja ikut terkagum-kagum.

"Aku tahu kak Joonmyun orang berada, tetapi aku baru tahu jika kekayaannya akan sebegini jelasnya. Astaga! Coba lihat furniturenya yang mengagumkan ini!" ujar Mark dengan mata berbinar.

"Kau sama sekali tak pernah kemari ?" tanya Juhyun mengernyitkan dahi.

Dengan cepat Mark menggeleng. "Bukan begitu," jawabnya seraya melempar ransel ke atas sofa. "Terakhir kali aku kemari, rumah ini perbotannya masih sangat sederhana. Masih milik kakek" lanjutnya berkacak pinggang memerhatikan sekitar.

Juhyun membentuk bibirnya menjadi huruf 'O' lalu mengikuti Howon mengobservasi rumah beserta isinya, meninggalkan Mijoo dan Mark berdua.

"Jadi apa alasan yang membuatmu memutuskan menginap ?" tanya Mijoo yang entah sejak kapan sudah mendudukkan dirinya di sofa, menggantikan ransel Mark yang kini tergeletak dengan tidak etisnya di lantai.

"Bukankah penyelidikannya akan lebih efektif kalau kita berada dua puluh empat jam penuh disini ?" Mark menjawab dengan balik bertanya. Tangannya meraih ransel biru lautnya lalu meletakkannya di atas meja.

Mijoo menggedikkan bahunya acuh tak acuh. Gadis itu lantas beranjak dari duduknya kala Mark baru saja akan duduk di sampingnya.

"Dimana kamarnya ? Aku ingin meletakkan barang-barangku" nada bicara Mijoo masih saja dingin.

"Kau bisa tidur dengan Ir– maksudku Juhyun noona di kamar utama, di sebelah sana" jawab Mark sembari mengarahkan jemarinya menunjuk sebuah pintu.

"Lalu kalian ?" tanya Mijoo lagi.

Mark tersenyum sumir. Ia sadar bahwa 'kalian' yang dimaksud Mijoo adalah dirinya dan Howon. "Aku dan Howon hyung akan tidur di kamar tamu. Yang di dekat tangga itu" jawabnya dengan menunjuk menggunakan dagunya. Mijoo membalas dengan 'Oh' singkat lalu memakai kembali ransel yang sebelumnya ia letakkan di samping sofa.

"Kenapa ? Mengkhawatirkanku ?" goda Mark yang kemudian diikuti oleh erangan dari bibirnya sendiri. Pasalnya, Mijoo baru saja melempar sepatu ketsnya hingga menghantam dahi si pemuda. Mark mengusap-usap dahinya berusaha mengurangi rasa sakit disana.

"Jangan harap !" desis Mijoo sinis seraya mengambil kembali sepatu yang baru dilemparnya. Ia kemudian melangkahkan tungkai menuju kamarnya.

Mark menatap Mijoo tak percaya. Ia tahu Mijoo tak suka dan cenderung sinis terhadapnya. Tetapi ia tak tahu bila Mijoo bisa jadi seganas ini. Ya, Tuhan!

Mark menengadahkan kepala lalu memijatnya dengan jari telunjuk dan ibu jari. Ia benar-benar pusing setelah sebelumnya harus membaca peta dimana dirinya sama sekali tak pandai dalam hal itu. Selain itu, ia juga kurang tidur sehingga kurang konsentrasi dan kini merasa mengantuk. Ia pun memejamkan matanya seraya mengembuskan nafas berat. Ia tak mencoba untuk tidur, hanya menenangkan diri saja. Namun dengan perlahan tapi pasti ia mulai mengarungi lautan mimpi tanpa tahu apa yang sudah menanti.

¨¨¨¨¨

"WOW, Banyak banget !"

Cengiran bangga terpatri di wajah Howon begitu seruan takjub Juhyun menyapa rungunya saat ia menapakkan kaki ke dalam rumah. Bagaimana tidak, di tangannya ada setumpuk box pizza dan kantong berisi beberapa botol besar minumam bersoda. Di belakangnya, nampak sosok Mark yang tengah kepayahan membawa dua kantong belanjaan yang isinya tak bisa dibilang sedikit di kanan-kirinya. Mijoo yang juga ada disana jadi geram sendiri atas tingkah kakak lelakinya itu.

"Ya! Bukannya aku menyuruhmu untuk membeli bahan makanan secukupnya ?!" seru Mijoo pada kakaknya. Ia lantas melangkah cepat menuju Mark dan merebut kantong belanja di tangan kirinya. "Lihat ? Kau bahkan menyuruh orang lain untuk membawakannya, Kak!"

Mark mengekori Mijoo yang berjalan mendahuluinya. "Mijoo-ya, tak apa-apa, ini–"

"Tutup mulutmu, Mark!" potong Mijoo ketus. "Aku begini bukan karena peduli padamu. Aku hanya tak suka saat Howon mengabaikan perintahku," lanjutnya seraya meletakkan kantong belanja di atas meja.

Mark menyusul meletakkan kantong belanjanya. "Yah, terserahmulah, Joo. Tetap saja, terimakasih sudah membawakannya untukku. Itu tadi berat sekali."

Mijoo berbalik, menatap garang pada lawan bicaranya. "Sudah kukatakan, aku bukan melakukannya untukmu, Mark!" ujar Mijoo jengah. "Selain itu, kau laki-laki atau bukan, 'sih ? Yang begitu saja masa berat ?" lanjutnya memprotes lantas melenggang pergi, meninggalkan Mark yang tersenyum lebar lalu terkekeh seperti orang bodoh.

[in revision due to some circumstances] Midnight CircusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang