"Pinkieeee!"
Teman-teman Clara berteriak memanggilnya. Clara pun menoleh dan segera mendatangi teman-temannya itu.
"Lo darimana aja Pinkie kita dari tadi nyariin lo tau?"
"Gue dari tempat biasa"
"Aula seni lagi?!"
"Yup"
"Lo ga bosen apa Pink mainin piano tua itu terus? Gue yang denger kabar lo selalu mainin piano itu aja bosen" celetuk salah satu temannya
"Nggalah Jessica, musik tuh hidup gue. Lo juga tau kan, peninggalan nyokap gue sebelum dia meninggal itu studio musiknya? Gue bakalan berusaha buat ngelanjutin usahanya, gue pokoknya ga boleh ngebuat studio musik itu tutup" jawabnya dengan merekahkan senyuman manisnya
"Eh iya sorry deh Pinkie, gue jadi ngebuka luka lama lo gini jadinya"
"Udah santai aja Jessica, gue udah biasa kali. Lagian ga ada yang perlu disesalin kan, kalau namanya takdir kita ga bakal bisa ngehindar" jawab Pinkie santai
"Pinkie kekantin yok" tanya Sherin
"Ngga deh, maaf. Gue masih kenyang. Gue mau ke perpus aja"
"Oh yaudah kalo gitu, kita duluan yaah"
"Oke"
Clara segera pergi menuju perpustakaan, tapi karena kurang hati-hati saat ia masuk ke ruangan itu, ia menabrak seorang siswa dengan tidak sengaja, dan semua bawaan siswa itupun berantakan kemana-mana. Dengan reflek Clara langsung membereskan barang-barang yang terjatuh.
"Maaf-maaf gue ga sengaja" ucap Clara
"Ngga apa-apa kok, guenya aja tadi yang kurang hati-hati jadinya nabrak lo" jawab anak itu tersenyum
'DEG!'
Jantung Clara berdetak lebih cepat, pipinya merona, dan ia pun sempat bengong sesaat melihat senyuman anak itu.
"Halo? Ngapain bengong woi?" tanya anak itu penasaran
"Eh, ngga apa-apa kok. Gue pergi dulu ya, maaf udah nabrak lo tadi" jawabnya, dengan cepat ia pergi dari tempat itu
'Kenapa tuh anak? Ngga biasanya gitu. Ah udahlah nanti aja gue mikirinnya, gue harus bawain nih buku-buku titipan Bu Ros tadi'
-
'Sial ngapain gue pake acara bengong didepan Mike, aduh habislah gue. Pasti Mike mikir yang aneh-aneh. Muka gue tadi waktu bengong gimana ya? Mati gue kalo muka gue jahat tadi. Aduh! Tapi yang jelas gue seneng sih, waktu nabrak Mike. Kenapa lagi jantung gue tadi. Kok gue bisa degdegan gitu. Padahal gue cuma kagum semata sama Mike' rutuk Clara sembari berjalan menyusuri lemari-lemari perpustakaan yang luas ini. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan niatnya untuk membaca buku disini bukannya malah memikirkan Mike sang Ketua Osis, orang yang ia kagumi dari dulu. Clara segera menyusuri lemari-lemari perpustakaan itu, sampai akhirnya ia sampai di bagian novel-novel. Memang sudah keseharian Clara disekolah, setiap ia selesai memainkan piano tua itu, ia akan menyempatkan dirinya membaca novel-novel yang ada di perpustakaan ini.
"Dimana yah novel baru itu, gue yakin nih perpus pasti udah punya koleksi terbaru itu" Clara masih sibuk mencari dan pada akhirnya ia menemukan novel yang ia cari.
"Nah itu dia yang gue cari. Tapi sial, gue ga setinggi itu. Siapa yang nyiptain nih lemari perpus setinggi ini. Tinggi gue cuma 158 woi mana bisa ngambil tuh buku. Tangga khususnya lagi dipake sama tuh anak lagi." Clara masih bersusah payah mengambil buku yang ia cari-cari itu. Tanpa ia sadari ada Brian yang tiba-tiba muncul dibelakangnya untuk mengambilkan buku itu.
"Jangan ngomel mulu ah neng, nanti cantiknya ilang. Ini yang lo cari?"
"Hehe, abisnya ngeselin sih, kenapa lemari ini dibuat tinggi banget, untuk orang-orang yang pendek kaya gue kan susah jadinya buat ngambil buku-buku." Clara mengomel lagi dengan memasang muka cemberutnya. Jika ia sadar, ia pasti tahu bahwa mukanya saat ini sungguh menggemaskan.
"Udah jangan cemberut gitu, gemes jadinya" Tanpa sadar Brian mencubit pipi Clara, yang membuat Clara terperangah, ia merasakan bahwa pipinya panas. Detak jantungnya juga jadi tak karuan.
'DEG!'
'Sial kenapa lagi jantung gue? Oh my god. Kenapa sih gue? Gue tuh baru ketemu ya sama Brian kenapa gue udah degdegan gini waktu dia nyubit pipi gue. Oh ya pipi. Pipi gue panas. Jangan bilang merah. Aduh malu gue' rutuk Clara dalam hati
Brian tiba-tiba menyadari perlakuannya. Ia segera melepaskan cubitannya dan meminta maaf kepada Clara.
"Eh maaf-maaf, gue ga sengaja. Mungkin gue kebawa suasana tadi. Lo waktu cemberut tadi mirip banget sama mantan gue dulu. Jadi gini deh, maaf ya. Gue ga ada maksud kok"
Suasanyanya berubah menjadi canggung seketika, Clara sesegera mungkin mencoba untuk mencairkan suasana.
"Eh.. Udah ga apa santai aja kali. Thanks udah ngambilin bukunya. Lo kesini mau ngapain?"
"Gue kesini masih dengan alasan yang sama. Gue cuma ngeliat-ngeliat sekeliling, terus ga sengaja gue ngeliat lo yang susah payah buat ngambil tuh buku"
Lagi-lagi pipi Clara berhasil dibuatnya merona. Brian hanya bisa terkekeh melihat tingkat Clara yang selalu mudah malu ini.
"What is love? Memangnya buku yang mau lo baca itu tentang apa?"
"Oh ini merupakan buku dari salah satu penulis novel favorit gue. Gue juga belum tau buku ini tentang apa. Tapi yang jelas menurut sinopsisnya sih, tentang masalah cinta gitu. Si cewek ini ngga punya siapa-siapa lagi kecuali bokapnya, tapi bokapnya udah 2 tahun terakhir ninggalin cewek ini karena dia mau nikah lagi. Nah si cowok dicerita ini, dia punya keluarga yang utuh tapi ngga pernah nganggep dia ada. Nanti dicerita ini tuh cowok ama cewek ini ketemu buat saling melengkapi. Kayaknya sih bagus nih cerita, mana kisah ceweknya hampir mirip gue. Jadi ya gue pasti baper kalo baca nih novel" jelas Clara, ia mencoba memberikan senyumannya. Sebelum akhirnya Brian sadar bahwa itu hanyalah senyuman palsu. Ia yakin Clara pasti sedang menyembunyikan luka yang ia pendam selama ini.
"Gue turut perihatin dengernya Ra, kalo lo butuh temen curhat gue siap kok dengerin semua cerita lo. Jangan pernah mendam perasaan lo sendiri, rasanya pasti capek. Apalagi lo harus berpura-pura senang didepan orang lain agar lo keliatan ngga ada masalah apa-apa"
Clara benar-benar terkejut dengan respon Brian. Ia tidak menyangka bahwa Brian dapat mengetahui kalau ia sedang menyembunyikan sesuatu. Brian terlalu cepat bisa mengetahui hal ini. Bahkan teman-temannya dulu, butuh waktu dua bulan supaya mereka mengetahui semua sejarah hidupnya. Sedangkan Brian? Ia baru bertemu dengan Brian hari ini. Dan sepertinya Brian bisa dengan mudah menebak perasaannya saat ini. Brian memang terlihat seperti anak yang baik. Namun Clara tau, ia tidak bisa dengan mudah percayakan orang lain untuk mengetahui sejarahnya dengan mudah, terlebih ia baru mengenal orang itu. Ia lebih memilih untuk menutup dirinya saat ini. Saat Clara diam saja tak merespon kata-katanya, Brian menyadari bahwa Clara tidak akan mudah menceritakan semuanya. Mereka hari ini baru bertemu. Belum tau sifat masing-masing. Belum tau apakah bisa saling percaya untuk bertukar cerita tentang keluarganya. Sebenarnya Brian juga memiliki duka yang hampir sama dengan Clara. Dan ia benar-benar terkejut dengan kisah novel yang ingin dibaca Clara. Mengapa? Karena kisah cowok di novel itu benar-benar mirip dengannya. Ia merupakan anak bungsu dari 3 beradik. Tetapi semua keluarganya, tidak benar-benar menganggap dia ada. Brian sungguh merasa ini bukan hanya sebuah kebetulan. Bahwa ia bertemu Clara yang mempunyai cerita hidup yang hampir sama dengannya. Terlebih lagi ia mengetahui adanya novel yang kisahnya mungkin saja mirip dengannya. Brian merasa bahwa ini benar-benar takdirnyalah yang berkata dan bukan sebuah kebetulan.
"Gue tau lo masih ragu buat cerita tentang masalah lo ke gue. Gue harap maklum. Kita juga baru bertemu tadi pagi. Gue yakin suatu saat lo bakal mampu nyeritain kisah lo ke gue. Dan sampai saat itu tiba, gue bakalan tetap setia disini menunggu lo yang bakalan dateng nyari gue buat nyeritain semuanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
What is love?
Teen Fiction"Musik tuh hidup gue. Peninggalan nyokap gue sebelum dia meninggal itu studio musiknya. Gue bakalan berusaha buat ngelanjutin usahanya, gue pokoknya ga boleh ngebuat studio musik itu tutup" - Clara Lauren "Jangan pernah mendam perasaan lo sendiri, r...