Baby's breath 5
.
Baekhyun berbaring di tempat tidur dengan satu bantal di bawah kepalanya dan sebuah lagi di antara kaki-kakinya. Untuk pertama kalinya, rumah ini begitu lengang, dan hal itu aneh bagi Baekhyun yang telah terbiasa dengan drama picisan diputar di ruang sebelah, dengan dialog drama yang menembus dinding kertas yang tipis. Tidak ada yang jatuh atau kepingan gelas pecah, ataupun para tetangga yang menggedor-gedor pintu rumah mereka karena Chanyeol terlalu berisik. Hanya sunyi. Tidak pernah terlintas dalam benaknya satu kata tersebut akan terasa begitu hingga saat ini.
Bukannya ia peduli pada Chanyeol. Baekhyun meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan peduli sedikitpun bila Chanyeol pergi ke daerah lain, ia hanya akan meneriakkan 'baguslah!' pada saudara tirinya yang menyebalkan. Ia berbalik ke samping dan membalik halaman komik manga-nya, gambar dan kata-kata mengabur dan tidak terbaca dalam kepalanya. Tidak, ia tidak akan peduli bila Chanyeol tertidur di bangku taman lain di suatu tempat, tampak bagaikan orang yang benar-benar idiot di hadapan orang-orang asing yang lewat. Ia pantas mendapatkannya karena telah membuat hidupnya begitu menderita.
Ia berbalik ke sisi lainnya lagi, dan termangu mendengar ibunya datang dari pintu depan setelah jam kerjanya yang panjang, berharap melihat Chanyeol lebih dulu dari hal lainnya. Tidak ada saudara tiri hiperaktif yang menyambutnya, wanita itu pun melongokkan kepalanya melalui celah pintu kamar Baekhyun dan menatap anak laki-lakinya terbaring di tempat tidur. "Sayang, di mana Chanyeol?"
Baekhyun mengedikkan bahunya.
Ibunya meletakkan dompet di atas meja dan duduk di atas kursi untuk bertatap muka dengannya. "Baekhyun." Beliau berucap kembali tanpa nada manis meliputi, "Di mana Chanyeol?"
"Aku tidak tahu," bentaknya sebagai jawaban. "Aku memberitahunya untuk pergi, jadi mungkin sekarang ia sedang tersesat disuatu tempat."
"Baekhyun!"
"Apa!" raung Baekhyun, bangun dan menatap tajam pada ibunya. Di atas segala perasaan frustasi akan Chanyeol, ia juga kesal pada ibunya karena selalu memihak pada Chanyeol dan bahkan memanjakannya meskipun ia hanya diadopsi di keluarga mereka. Tidak pernah sekalipun ibunya peduli akan apa yang ia inginkan, ataupun menawarinya membeli sepatu baru atau hal-hal yang selalu Chanyeol dapat hanya karena ia dungu dan berkebutuhan khusus. "Kau tidak pernah memikirkan apa yang kuinginkan, Bu! Ibu selalu mengurus dia ketika aku membutuhkanmu juga! Setelah ayah pergi..." ia tercekat akan kenangan tentang ayahnya, yang telah ia percayai dan hormati lebih dari siapapun.
Ayahnya juga seorang penggila olahraga dan ia yang mengajarkan Baekhyun sepak bola ketika ia masih belia. Baekhyun adalah permata di mata keluarganya; seorang anak sempurna yang tidak akan membuat kesalahan. Ia begitu naif untuk berpikir bahwa hidupnya yang sempurna, yang terlindungi, akan tetap begitu selamanya. Saat perekonomian mulai ambruk dan bisnis keluarga mereka bangkrut, ayahnya menderita akibat terfatal dan mulai bergemelut dalam dunia alkohol. Ketika ia telah berubah menjadi pria yang berbeda, seorang monster, orang tua Baekhyun bercerai.
"Baekhyun... sayang." Ibunya membujuk, menggenggam jemari Baekhyun yang bergetar dalam lingkup jemarinya sendiri, "Chanyeol adalah orang yang sangat... sangat penting bagiku, sayang." Beliau berhenti bicara sejenak, menunduk lama hingga Baekhyun merasakan air matanya yang hangat jatuh di punggung tangannya.
"Ketika ayahmu... mulai minum dan memukuliku... ada seorang ayah tunggal yang peduli padaku. Orang itu adalah ayah Chanyeol. Ibunya meninggalkannya ketika ia baru saja lahir." Beliau menarik dompetnya dan mengeluarkan sebuah album kecil berwarna pink. Seluruh isinya merupakan foto-foto Chanyeol ketika ia masih bayi, meskipun beberapa adalah fotonya saat masih SD, memperlihatkan dia yang sedang membuat mobil-mobilan kayu, dan saat menggambar. Ia nampak seperti seorang anak yang normal. "Kau dan Chanyeol sering bermain bersama saat kalian masih kecil. Kau ingin menjadi seorang pemain sepak bola dan dia... ingin menjadi seorang guru."
"Ia tidak..." Baekhyun tersedu, "Ia tidak bodoh kalau begitu?" Tidak peduli seberapa keras ia mencoba mengingat Park Chanyeol di masa lalunya, dia tidak mampu. Dan lagi, ia juga tidak mampu mengingat apapun dari masa kecilnya ketika masih berusia lima atau enam tahun.
Perlahan, ibunya menggelengkan kepala dengan senyum lemah. "Suatu hari, kalian berdua bermain di luar... dan... kau... mendorongnya ke depan mobil."
Dalam satu momen penting itu, dunia Baekhyun berubah gelap dan keringat mulai membanjiri tangannya. Dadanya mati rasa, seolah paru-parunya telah lupa cara bernafas... dan ia seolah baru saja ditusuk oleh sebuah kenyataan yang menyakitkan. "B-bu... apa maksudmu, aku... aku tidak ingat... Jangan bercanda seperti itu..." ia tertawa gugup. "Dia... Dia memang bodoh sejak lahir, kan? Bu, katakan padaku bahwa aku tidak melakukan itu padanya!"
"Itu kecelakaan, sayang, kau tidak tahu... kau masih kecil..."
Ia menatap anak laki-lakinya dengan mata sayu (mata tersedih yang mampu dimiliki seseorang) yang berkaca-kaca, dan menatap album di pangkuannya, perlahan mengusap foto-foto Chanyeol dengan ibu jarinya. "Ayah Chanyeol tidak menuntut biaya, membesarkannya sendiri hingga bertahun-tahun kemudian ia datang padaku, meminta kita untuk memberikan Chanyeol sebuah keluarga, se-seorang saudara yang akan mencintainya... Seorang ibu yang akan memasakkannya sarapan dan mengantarnya ke sekolah..." Ibunya terisak, "Chanyeol yang malang, tidak tahu-menahu bahwa ayahnya baru saja mengakhiri hidupnya sendiri beberapa bulan yang lalu..."
Baekhyun menatap jemari ibunya yang bertaut dengan miliknya, menggenggamnya erat sementara air mata mengalir di pipinya sendiri.
Ini semua kesalahannya.
"A-aku akan keluar mencari udara segara," ia berkata dengan suara yang gemetar, dan melewati ibunya karena ia amat membutuhkan suplai oksigen sebelum paru-parunya terbakar tiba-tiba. Dunianya berputar begitu cepat dengan tiba-tiba, membuat Baekhyun sulit mengambil beberapa langkah keluar dari rumahnya. Alhasil, ia bersandar pada dinding bata terdekat dan merosot ke lantai, telapak tangannya menekan kelopak matanya yang tertutup. Ia merasa benar-benar menyesal akan semua hal yang pernah ia katakan pada Chanyeol karena ini semua ternyata merupakan kesalahannya.
Bagaimana ia mampu menghadapi Chanyeol tanpa merasa hatinya terjun ke dasar perutnya sekarang?
Ia terisak sangat keras sampai-sampai getaran ponselnya tidak terdengar dan tidak terasa dalam beberapa getaran pertama. Kemudian, dengan jemari yang bergetar, ia mengangkat ponselnya, berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar bahwa ia baru saja menangis.
"Tuan Byun Baekhyun? Ini kantor polisi lokal. Kami membutuhkan kehadiran Anda di sini segera sehubungan dengan Tuan Park Chanyeol yang tengah kami tahan untuk ditanyai. Sepertinya nomor Anda satu-satunya kontak yang ia ingat."
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Breath
FanfictionAnnyeong, fanfic yang kali ini aku post disini adalah fanfic buatan author yang amat sangat aku hormati karena tulisannya yang jenius. Mungkin kalian udah pernah baca ff ini di AFF. Tapi aku cuma pengen ngeshare lebih luas aja. Mohon perhatiannya