Aku (yang)Mengatur, Kau (yang) Menganggur

151 0 0
                                    

Jika kalian membayangkan suamiku tersayang akan berbalik dan menyerangku dengan ganas dan posesif untuk menundukkanku, ala ala novel barat, kalian salah!!! Atau kalian membayangkan lelaki didepanku akan menjadi prince charming yang siap meminta maaf dengan mata memelas meski hanya demi bisa bicara dengan ku?, gak bakalan!!!!, atau paling tidak dia bakalan marah besar karena kubentak dengan kasar dan balik membentakku? Oh tuhan aku akui opsi ketiga ini adalah opsi paling manusiawi yang kuharap dilakukannya.

Atau kombinasi ketiganya, seperti misalnya: karena kubentak diapun marah dan gantian membentakku, kami pun saling bentak, sampai dia minta maaf karena melihat air mataku, tapi aku tetap berteriak dan menangis membuat dia hilang sabar, sehingga dia menjadi posesif dan dia menjadi "menyerangku dengan ganas" dan....."piiiiiiiippp".

Ya ampun harapan ku yang satu ini benar benar ngaco. Meski aku tidak akan keberatan kalau dia melakukannya. Kok aku jadi ngelantur sih.

Intinya semua opsi yang ku bayangkan itu tidak terjadi. Dewangga hanya menatapku, berbalik, dan pergi ke ruangan pojok yang kami jadikan moshola. Yup, dia sholat, dan setelah selesai dia tidur. TIDUUUUURRR SODARA SODARA...meninggalkan aku yang masih harus menyelesaikan bahan presentasi besok. Aku baru selesai dini hari jam 1.20 ketika menyusulnya ke ranjang. Sambil mendongkol tentu saja, tapi herannya aku bisa tidur pulas.

Bangun jam 5 pagi, menyiapkan kebutuhan Dewangga dan Kayla, putri kecilku, yang akan di titip ke uwak. Suamiku tidak banyak bicara, bahkan terkesan acuh padaku. Oh baiklah. Aku pun bisa acuh padanya.

"Mau kuantar ke bandaranya?" Katanya tiba tiba

"Naek apa coba kalau kamu mau ngantar?" Protesku sebal. Mana bisa dia menyetir mobil. Selama ini kalau kemana mana aku yang menyetir. alasannya? Dia merasa bodoh ketika berada di depan kemudi. Ck alasan aja sih, padahal aku tahu dia malas belajar menyetir. Malas dijadiin supir kali yah.

"Naek umum." Jawabnya datar

"Hello... gak effektif banget tau mas. Mending aku supirin sendiri aku tinggal tuh mobil di bandara" jelasku

"Parkirnya kan mahal dek, uang segitu mending kamu kasihkan ke Uwak, bisa buat bantu beli beras." Jawabnya masih dengan nada datar

"Itu kan...." kata kataku tertahan, tadinya sih mau bilang itu uangku, suka suka aku mau pakai buat apa. Pagi pagi udah diceramahi bab uang sama suami tuh nyeseeek tau. Kalau dia mau ngasih ke Uwak, ya kasih aja pakai gaji dia. Aku tidak keberatan kok. Gaji aku cukup buat kemana mana, dia aja yang sok bertanggungjawab tetep ngasih uang bulanan ke aku. Sudah kutolak tolak padahal, dia tetep aja maksa, ini nih alasannya, biar tetep bisa ngatur ngatur istri. Biar masih ada power. Halah.

"Ndak perlu dianter, bilang aja kalau kamu lebih rela aku naek damri dari pada mobil sendiri." Jawabku sambil menahan isakan. Aku pun beranjak dan segera mengambil koporku. Aku gendong kayla sambil menyeret kopor menuju rumah uwak. Dia melihatku langsung memilih membawakan kopor. Ketika sampai fi rumah uwak, segera kutemui uwak dan meminta tolong agar mau menjaganya.

Kulihat mama mertuaku dan kakak laki laki suamiku sedang menerima tamu. Sigh maklum orang betawi, aneh mungkin kalau pagi pagi tidak ngobrol dulu ke tetangga.

"Nanda dines lagi hari ini"tanya ibu mertuaku

"Iya mah."

"Kapan balik"

"Jumat"

Kurasakan tatapan kakak ipar ku, dan tetangga yang memandang aneh padaku. Oh sudahlah kalau mau dibawa sensitif pasti mereka bertanya tanya emak macam apa aku ini yang seminggu dirumah cuma 2 hari. Menitipkan anak, dan meninggalkan suami.

Ayolah mari salahkan anak lelaki kebanggaan mama mertua ini. Aku mau ambil baby sitter ditolak. Padahal banyak temen temenku yang dines bawa baby sitter dan anak. Ada rasa iri waktu Shanti teman sesama widyaiswara memberikan materi workshop sambil digelendotin anaknya di depan peserta. Aku juga pengen kayla begitu. Lebih pengen lagi Kayla tahu mamanya punya kerjaan yang tidak main main. Apalah daya, menurut Dewangga yang tau segalanya Uwak sudah cukup.

Ternyata Kau Bukan PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang