Oleh deepintominds
∵∵∵
Karpet hijau membentang sejauh mata manusia bisa memandang. Jubah biru langit dihias corak putih awan yang beragam, bola pijar besar yang menggantung di jubah itu tersembunyi di balik gerumulan awan. Sahutan burung sebagai nyanyian yang melengkapi suasana terasa syahdu. Desau angin jahil meniupkan rerumputan dan dedaunan pohon hingga saling bersentuhan, gemerisiknya menjadi musik pengiring nyanyian burung.
Aku adalah sepucuk dandelion kecil yang tenggelam di antara rumput hijau. Satu-satunya dandelion yang tumbuh di tempat ini. Pucukku sudah dewasa dan siap diterbangkan oleh sepoi angin padang rumput ini, yang akan membawaku pergi dari rumah, berpisah dengan saudara-saudaraku, membawaku pergi ke sebuah tempat antah berantah, menuju dunia luar yang tak kuketahui.
Dan aku tak pernah siap.
Semua saudaraku begitu antusias menunggu saat itu tiba. Saat di mana pucuk-pucuk dandelion diterbangkan, menuju dunia baru di luar padang rumput. Saat di mana kami akan bebas, pergi ke mana pun angin membawa, menjadikan imaji terliar mengambil alih. Menjalani sebuah siklus baru dalam hidup. Di mana dandelion akan tumbuh, mekar, dan tiba saatnya menerbangkan pucuk-pucuk baru.
Dunia baru yang bagi pucuk lain akan menjadi hal terbaik dan luar biasa yang terjadi dalam siklus hidup kami, para pucuk dandelion.
Dan lagi-lagi aku tak pernah siap.
"Aku sungguh tak sabar menunggu saatnya tiba!" Antusiasme begitu kentara terdengar dari salah satu saudaraku. Yang lain menanggapi berbarengan, membuat suasana menjadi riuh akan ocehan pucuk lain.
"Kira-kira dunia luar itu seperti apa, ya?"
"Aku mendengar kabar dari burung di sini bahwa dunia luar itu mengasyikkan!"
"Wah! Akankah rumputnya lebih hijau? Langitnya lebih biru? Ah! Atau banyak dandelion lain tumbuh?"
"Iya! Aku yakin seperti itu. Kita akan tumbuh di tempat yang menakjubkan. Benar, 'kan?"
Yang lain dengan antusiasme luar biasa berkoor menyetujui. Aku hanya terdiam memerhatikan mereka yang begitu semangat dan berlomba untuk memberikan tebakan-tebakan tentang seperti apa dunia baru itu nanti. Keinginan untuk melebur bersama obrolan itu muncul, hanya, ketakutan ini menjadi tembok penghalang besar. Membuatku diam membisu memerhatikan saudara-saudaraku.
Angin yang agak kencang terasa. Bunga dandelion rumah kami bergerak-gerak, membuat kami pun ikut tergoyang. Aku yang sedari tadi melamun dibuat kaget bukan kepalang. Tidak, aku tidak siap. Aku tidak ingin terbang dibawa angin. Aku tidak ingin pergi meninggalkan rumah. Jangan!
"Hai! Apa yang sedang kalian ributkan di sini?"
Sebuah suara familier terdengar. Aku lega bukan main kala mengetahui bahwa itu bukan angin yang akan membawa kami pergi. Kukira hidupku akan berakhir saat itu juga, karena aku benar-benar tak siap untuk menghadapi dunia baru. Ketakutanku akan hal baru mengalahkan segalanya.
Ternyata yang menginterupsi hanya Tuan Kupu-kupu.
Kepakan sayapnya yang besar nan indah itu menimbulkan angin yang menggoyangkan kami. Pucuk-pucuk lain yang sudah antusias dengan kehadiran angin yang akan menerbangkan mereka mendesah kecewa, begitu kontras dengan responsku yang lega bukan main saat ini. Tuan Kupu-kupu bertengger manis di atas salah satu rumput di dekat kami.
"Hah! Kukira kau adalah angin yang akan membawa kami terbang!" sungut salah satu saudaraku.
"Iya,betul!"
"Dasar!"
"Menyebalkan kau, Tuan Kupu-kupu!"
Yang lain pun terus mengomeli Tuan Kupu-kupu. Aku hanya diam memerhatikan Tuan Kupu-kupu yang mulai terlihat kesal. "Hei! Kalian jangan menyalahkan aku! Aku tak tahu kalau kalian menunggu angin yang akan menerbangkan kalian!" rengut Tuan Kupu-kupu, "Lagipula, kenapa kalian begitu antusias menunggu angin itu?" tanyanya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Dandelion [1/1]
Short Story@deepintominds Presents One-shot Π•Π•Π Kau takut, persis seperti dandelion itu. Kau tak tahu harus berbuat apa, persis seperti dandelion itu. Tapi kau harus tahu, di tengah ketakutanmu itu, di tengah ketidakberdayaanmu itu, Seseorang, akan menunjukk...