BAB I

214 17 0
                                    

Semua terlihat menyilaukan untuk Rizal, jendela yang tersingkap kordennya membuat sinar mentari bebas bergerilya di ruangan yang terasa asing untuknya, aksen putih yang mendominasi ruangan itu juga menambah silau mata Rizal, sempat ia berfikir, sudah matikah ia? Namun pikirannya segera lebur bersamaan dengan datangnya sepasang lelaki dan perempuan berbaju putih yang disadarinya adalah seorang dokter bersama seorang perawat.

"Hai Zal, gimana? Udah mendingan? " Hammish mencoba membuka keheningan di ruang rawat pasien yang merupakan sahabat, bukan, lebih tepatnya temannya

"sudah Mish, tapi tengkuk ku masih pegel, begitu juga badan ku" respond Rizal

"wajar saja, kamu udah tidur berapa hari, tapi kamu tetep harus bed rest dulu, saya takut kamu akan kambuh lagi"

"iya Mish, anyway terima kasih. "

" tidak usah begitu, kamu adalah pasien ku, sudah semestinya aku memberikan yang terbaik untuk kesehatan pasien. "

" dok, sudah selesai " suara suster

" ohh oke sus, dan Zal kamu harus cepat sembuh, kau berhutang cerita pada ku, kau ingat? Aku bukan hanya dokter mu, aku teman mu" - atau mungkin lebih- itu hanya terucap dalam batin Hammish

" tentu, terima kasih... Hammish "

Setelah itu Hammish dan suster itu pergi dari kamar Rizal setelah sebelumnya berpamitan

Hampa terasa setelah kepergian dokter 27 tahun itu, hening menyelimuti ruangan yang hanya berisi satu orang saja, bukan hanya ruangan itu yang sepi, namun ruang hati Rizal juga senasib, sama-sama sepi

Rizal mencoba memejamkan mata, berharap ia dapat membunuh sepi dengan tidur lagi, meski ia sudah tertidur tiga hari sebelumnya, namun entah mengapa ia ingin tidur lagi saja

Awalnya biasa, hitam seperti biasa, dan seketika setitik cahaya membawa rasa penasaran dalam diri Rizal, ia mencoba meraih titik terang, namun tak bisa, sebuah suara tiba-tiba datang

"kau tak akan mampu meraihnya"

"kau pengecut"

"kau brengsek, biadab, kau hancurkan semuanya"

"kau tak pantas untuk hidup"

Suara itu terus mengganggunya, Rizal tetap berlari, keringat membasahi tubuhnya, namun ia tetap berlari, namun dari bawah seperti ada yang menariknya, ia seperti ada dalam lumpur hisap mematikan, ia tak bisa bernafas, ia mulai terengah, dan ia terbangun

Namun satu hal yang ia sadari saat ia bangun, ia duduk di atas kasur dan memeluk seseorang, seorang pria berbadan besar, yang sangat ia kenali baunya

"ini..." Rizal seperti menyadari sesuatu

Namun pria yang di peluknya masih mematung, jantungnya berdegup kencang, perasaannya bercampur aduk, ia rasa hangat di tengkuknya karena napas yang memburu dari pasien kamar 207, yang membuatnya semakin tak menentu

Namun tiba-tiba

"Rizal... Rizal.... Rizal.... "

Panggilan itu seperti menguap di udara, tak ada suara yang menyahut, hening dan berikutnya seketika ramai akan isak yang memilukan.

Hey, i'am finally back with this part, anyway sorry buat lama update dan mungkin kalian bingung sama cerita ini, tapi aku hanya mencoba untuk membuat kalian penasaran saja, ohh ya aku mungkin akan update seminggu 1x tapi kalau viewers dan votenya banyak aku bakal tambah semangat nulis, sebelumnya aku gak expect banyak sih tapi ternyata readers nya sampe jebol 100, it was means a lot for new comers just like me

Love
Fxlzrdy

HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang