Bagian 2

48 2 0
                                    

Sintya itu teman sebangkuku, dia orangnya baik, rajin, pinter, cantik lagi!, heran?? Kenapa dia mau ya duduk denganku. Kalau diingat-ingat waktu kelas X kami nggak sekelas, setelah kenaikan dan penjurusan baru kami bertemu di kelas XII IPA 2. Awal masuk kelas aku duduk sendiri, anak-anak yang aku kenal semua udah punya pasangan duduk 'yah yang penting dapet bangku deh'pikirku. Beberapa saat kemudian dia duduk di sebelahku,

"Kosong kan?" tanyanya. "Oh.. iya." Jawabku.

Ng... rasanya Cuma itu percakapan kami hari itu...

"Rin sadar hei! Pelajarannya udah selesai tuh."

"eh! Oh..."

"Rin sayang.... kenapa sih kerjamu itu melamuuun terus!, lama-lama jdi bego lo kalo ngelamun terus."

"Tenang saja, itu nggak bakal terjadi kok."

" yee... eh ke kantin yuk"ajaknya. "yuk"

Setelah itu kami ke kantin makan siang bersama, lalu masuk kelas lagi mulai pelajaran lagi, bosan lagi, ngantuk lagi, dan akhirnya pulang. Sampai dirumah aku salaman dengan orang tuaku Solat, makan, trus pergi ke kamar tiduran sampe sore. Yah beginilah hidupku seperti itu setiap hari, datar, dan mungkin bisa dibilang membosankan. Tapi aku menikmatinya, lagipula pada dasarnya aku memang seperti ini, pasif dan aku juga tidak akan melakukan apa yang tidak harus kulakuakan. Tapi kurasa setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda... 'tik tik tik zaaars' "ah hujan". Padahal tadi cuacanya cerah, kenapa sekarang hujan?, beberapa saat kemudian hujanpun berhenti aku keluar dari rumah dan melihat ke langit timur. Di sana ada pelangi, warna-warni dan cantik siapapun yang melihatnya pasti mengaguminya. Hm... kalau bisa aku juga ingin jadi seperti pelangi yang membuat orang slalu tersenyum saat melihatnya, tapi aku masih tidak mungkin melakukannya.

"Rin!!! sudah sore cepat mandi Cuma kamu yang belum mandi!"panggilan ibu menghentikan khayalanku.

"Iya bu!!!"

Setelah mandi, aku makan malam bersama Ibu, Bapak, dan adekku. Keluargaku itu bukan keluarga yang makan malamnya ada di meja makan trus makannya sama-sama, di sini di rumahku lebih santai kami makan sambil lesehan dan nonton TV, kami juga terkadang makan sambil mengomentari acara yang sedang ditonton. Setelah selesai makan malam Ibu menyuruhku dan adek belajar, saat belajar aku memegang bukuku, melihat dan membacanya. Tapi entah mengapa pelajaran yang aku baca tidak masuk ke otakku, apa karena buku pelajaran itu isinya nggak menarik?, atau... memang akunya yang bodoh?.

"Rin..."Ibu memanggilku. "ya bu?"jawabku.

"Kamu itu harusnya belajar yang rajin biar nanti jadi orang hebat, anaknya teman-teman ibu itu pintar-pintar ada yang sudah jadi bos, trus ada juga yang kuliah di universitas yang bagus lo, kamu juga harus bisa kayak gitu"

"tapi bu, mereka ya mereka aku ya aku, semua orang kan punya jalannya masing-masing, aku nggak harus jadi kayak mereka kan?"

"ya memang tidak harus sama seperti meraka, tapi setidaknya contohlah mereka supaya kamu jadi punya motivasi"

"Iya..iya bu..."

'Iya' itu yang selalu kukatakan jika mereka mengharap atau menyuruhku melakukan hal yang lebih dari apa yang aku bisa. Aku tidak suka berdebat, karena sudah lama aku pelajari semakin aku melawan maka aku akan semakin dipaksa utuk menerimanya, jadi kubilang saja 'iya' dan kulakukan apa yang harus kulakukan. Itu semua supaya aku tidak harus berdebat dengan orang tuaku, aku paling tidak ingin berdebat dengan mereka. Saat akan tidur aku tidak langsung tertidur, aku melamun dan mengingat apa yang dikatakan oleh Ibu.

Orang tuaku adalah yang paling kusayangi di dunia ini, tapi terkadang aku juga membenci mereka, mereka sering melarang-larangku melakukan hal yang aku suka, dan mereka malah menyuruhku untuk melakukan hal yang sama sekali tidak kusukai. Tapi yang paling aku benci adalah saat mereka membanding-bandingkanku dengan anak temannya yang lebih pintar-lah, hebat-lah, dan bisa ini bisa itu semuanya. Itu mereka, bukan aku! Kenapa harus dibandingkan denganku? Aku nggak akan bisa jadi kayak mereka, aku ya aku bukan mereka!. Mungkin mereka berpikir dengan membandingkanku aku akan jadi lebih semangat atau semacamnya, tapi pada kenyataannya bukan itu yang terjadi. Aku malah jadi takut, takut barusaha, takut menngecewakan mereka, takut! aku takut malah tidak bisa melakukan semuanya dengan baik. Itu semua membuatku makin terbebani, rasanya berat berat sekali sampai rasanya aku ingin menangis, tapi menangis tak kan merubah apapun. Menangis juga tidak akan membuat orang tuaku memahami perasaanku, sebenarnya yang ku butuhkan hanyalah bicara baik-baik, tapi... aku ini tidak pandai bicara.

Sinar mentari pagi menembus jendela kamarku, kubuka mataku karna silau, ibu membangukanku.

"Rin ayo bangun sudah pagi cepat Solat sana! Meski libur nggak boleh males-malesan."

"ng..."

Aku bangun lalu melangkahkan kakiku ke kamar mandi wudhu lalu Sholat subuh, diakhir Solatku aku berdo'a, aku memohon agar jadi orang yang lebih baik di masa depan nanti.

Aku ya AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang